Ini adalah pengalaman tempo dulu dari rumah para romo sepuh Domus Pacis Puren, Pringwulung. Seorang romo menjadi penghuni baru dalam sebuah rumah tua. Ini adalah tempat tinggal para rama yang sudah lanjut usia atau lansia. Penghuni baru itu memang baru pertengahan usia 70an tahun. Tetapi dia menderita kepikunan tingkat berat disertai oleh pikiran yang amat diwarnai oleh irasionalitas. Dia beberapa kali bercerita bahwa rumah tua ini dulu adalah milik kakeknya. Padahal tak ada satupun leluhur dan pendahulunya tinggal di wilayah ini. Dia juga menjelaskan bahwa dulu ayahnya menjadi aparat di rumah ini. Padahal rumah ini baru duapuluh tahun berdiri sedang ayahnya mantan pejabat di provinsi lain dan sudah pensiun lebih dari tigapuluh delapan tahun lalu. Kepikunannya juga membuat dia mengalami disorientasi. Kalau sudah keluar dari kamar, dia tidak bisa menemukan kembali kamarnya. Dia dapat berjalan kemana-mana tanpa kemampuan untuk kembali.
Yang amat membuat repot orang serumah adalah setiap kali beliau minta diantar pulang untuk bertemu dan omong-omong dengan orangtuanya. “Kita semua sudah yatim piatu karena semua orang tua kita sudah wafat” salah satu teman lansia memberi tahu. Tetapi dengan tegas dan keras dia berkata “Bapak-ibu saya belum mati”. Maka, beberapa kali dia diantar ke rumah asalnya yang sebenarnya sudah tak ada seorangpun yang menghuni. Pada suatu hari dia diantar dan ditemani oleh dua orang ibu. Ketika sampai di rumah asalnya, dua ibu ini selalu mengikutinya sekalipun harus beberapa kali mengitari rumah yang cukup besar. Dua ibu ini kuatir kalau-kalau dia menuju arah tertentu dan tak tahu ke arah mana harus kembali. Demi kepedulian penuh kasih dua ibu ini terus berjalan sekalipun kaki sudah terasa kecapekan. Tiba-tiba romo itu membalikkan badan dan berkata “Mengapa ikut terus? Saya akan kencing”. Woooo ..... Kali ini beliau berbicara benar dan rasional.
No comments:
Post a Comment