Tuesday, July 25, 2023

Seperti Patung Kenangan?

Yang saya omongkan di tulisan ini ada hubungannya dengan peristiwa Minggu tanggal 23 Juli 2023. Saya diminta mengisi rekoleksi untuk para lansia Paroki Brayut. Tempatnya di Wilayah Kayunan. Misa yang homilinya diisi rekoleksi dimulai pada jam 10.00. Saya sudah datang di tempat pada sekitar jam 09.15 agar tahu keadaan gedung gereja dan berjumpa dengan panitia serta para peserta sebelum acara mulai. Pada waktu itu ada hal amat menarik perhatian saya. Di teras yang kira-kira berukuran 3X3 M ada dekorasi yang tampak indah. Terpampang kain dengan pinggiran dihias asri. Tanam-tanaman pada pot-pot juga ditata apik. Saya berkata dalam benak "Apa engko ana acara hiburan bar rekoleksi? Ning papane kok ora omber" (Apakah sesudah rekoleksi akan ada acara hiburan? Tetapi mengapa tempatnya tidak luas?). Di kain dekorasi tertulis kata "AMPUH AJANG KUMPUL SESEPUH".


"Mangke romo lenggah wonten ngriku. Siap foto-foto kalian para peserta" (Nanti romo di situ. Siap untuk berfoto dengan para peserta) kata salah satu anggota panitia sambil jarinya menunjuk posisi tengah di depan kain dekorasi. Secara pontan saya tertawa dalam hati. Saya teringat salah satu sinetron TV yang mengisahkan seorang bapak yang mencat tubuhnya jadi berwarna silver berakting jadi patung. Banyak orang yang ada di taman berfoto dengannya lalu memasukkan uang di kotak. .... Tiba-tiba terdengar suara seorang bapak "Terus berfoto dengan romo, ya" ditujukan ke bapak-ibu lansia sehabis bertanda tangan di meja pendaftaran. Maka, terjadilah peristiwa foto bergantian dari para peserta bersama saya di depan kain dekorasi. Ternyata acara ini membuat para peserta rekoleksi sebelum masuk gedung gereja tampak gembira penuh keceriaan. Saya, yang tadinya merasa tidak enak karena harus dipasang di tempat tertentu seperti yang beraksi jadi patung cari uang, ternyata juga mengalami suka cita dalam hati. Suasana berfoto ria bergantian ini menciptakan suasana kegembiraan khusus. Barangkali sebagai rancangan panitia, dengan cara saya dipasang untuk menerima foto bersama, itu hanyalah strategi agar foto bersama tidak terjadi dengan semrawut berebut antar peserta yang berjumlah 250an orang lansia. Bukankah sekarang foto-fotoan pakai HP menjadi hal yang biasa terjadi. Tetapi ketika sudah pulang saya seperti disadarkan bahwa kesediaan menerima foto bersama juga menjadi pelayanan iman. Seandainya saya kurang suka, paling tidak saya bisa ikut mewartakan Injil atau sukacita batin kepada umat. Padahal saya ikut senang. Maka, saya juga merasakan aura iman umat yang masuk dalam hati saya.

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...