Barangkali kebanyakan umat belum tahu salah satu hal yang terjadi kalau ada seorang imam (paling tidak imam praja Keuskupan Agung Semarang) meninggal dunia. Barangkali di antara para rama praja Keuskupan Agung Semarang ada yang baru tahu sebagai informasi. Rm. Bambangpun baru mengalami setelah tinggal di rumah tua Domus Pacis Puren. Dia mengalami 3 kali kejadian wafat rama sepuh : Rm. Rusgiarto, Rm. Djonowasono, dan Rm. Michael Sugito. Dalam kejadian seperti ini pimpinan komunitas langsung mengunci bahkan mensegel kamar almarhum.
Peristiwa itu juga dialami di Domus Pacis Santo Petrus. Rm. Hartanta sebagai direktur Domus Pacis mengalami wafat Rm. Budyapranata dan kemudian disusul oleh almarhum Rm. Sari Jatmiko. Rm. Hartanta juga mengunci kedua kamar almarhum. Peringatan arwah 40 hari wafat kedua almarhum sudah lewat. Tetapi pintu kamar kedua almarhum baru dibuka pada hari Kamis 25 Januari 2024. Hal ini terjadi karena pimpinan rumah harus mengikuti aturan Keuskupan. Pembukaan kamar terjadi kalau ada wakil Keuskupan, wakil keluarga almarhum, dan pimpinan rumah. Hal ini tentu membutuhkan terjadinya kesepakatan kapan ketiga pihak bisa berjumpa untuk membuka kamar. Pada Kamis 25 Januari 2024 jam 13.30 Rm. Vikjen dan 2 orang anggota Kuria Keuskupan berjumpa dengan wakil keluarga Rm. Sari dan Rm. Hartanta. Untuk keluarga Rm. Budya tidak ada barangkali ada pertimbangan bahwa almarhum hanya 2 malam ada di Domus dari keluar dan masuk lagi di RS Pan Rapih. Rm. Hartanta memberi informasi bahwa setelah kamar dibuka, kemudian ada pemeriksaan barang-barang mana yang milik atas nama pribadi almarhum dan mana yang milik Keuskupan/Komunitas. Yang milik pribadi almarhum diserahkan kepada kebijakan keluarga. Tentu saja yang ada kejelasan pernyataan dari almarhum, misalnya ada catatan "untuk ....", itu langsung menjadi milik yang bersangkutan.
No comments:
Post a Comment