Sunday, July 7, 2024

Santo Aquila

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 11 Oktober 2014 Diperbaharui: 15 Desember 2016 Hits: 14973

  • Perayaan
    8 Juli
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad pertama
  •  
  • Kota asal
    Pontus (Sekarang Anatolis Turki)
  •  
  • Wilayah karya
    Korintus, Efesus, Roma
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir - Di Roma - Italia
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Santo Aquila (Akwila) dan istrinya santa Priscila adalah sepasang suami-istri Yahudi Kristen pada abad pertama. Awalnya mereka tinggal di Italia; lalu mereka pindah ke Korintus saat terjadi pengusiran orang-orang Yahudi dari Italia oleh Kaisar Klaudius (41-54 M). Peristiwa Pengusiran ini dicatat oleh sejarahwan Suetonius sebagai berikut :

Kerusuhan terus-menerus yang dicatat Suetonius ini terjadi pada tahun 41 M (ada yang menyebutkan 49 M) antara orang Yahudi Kristen dan Yahudi non Kristen. Pemimpin Yahudi bernama Chrestus yang disebut Suetonius sebenarnya adalah Kristus. Ketidaktahuan Suetonius membuat ia menganggap “Chrestus” sebagai pemimpin dari salah satu golongan Yahudi yang terus-menerus bertikai tersebut.

Di Korintus, Akwila dan Priskila bertemu dengan rasul Paulus. Kitab Suci menulis :

Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. Dan karena mereka melakukan pekerjaan yang sama, ia tinggal bersama-sama dengan mereka. Mereka bekerja bersama-sama, karena mereka sama-sama tukang kemah. (Kis 18:1-3)

Di Korintus Paulus mulai berkotbah di rumah ibadat dan mempertobatkan banyak orang, baik dari kalangan orang Yahudi maupun orang-orang Yunani. Paulus tinggal selama satu tahun enam bulan di Korintus bersama Santo Akwila dan Santa Priskila lalu melanjutkan perjalanannya ke Efesus. Akwila dan Priskila juga ikut bersamanya (Kis 18:18-19). Kemungkinan besar Paulus juga tinggal bersama suami istri tersebut. Dalam surat Paulus yang pertama kepada Jemaat di Korintus yang ditulis dari kota Efesus, Paulus menulis :

Salam kepadamu dari Jemaat-jemaat di Asia Kecil. Akwila, Priskila dan Jemaat di rumah mereka menyampaikan berlimpah-limpah salam kepadamu. (1 Kor 16:19)

Di kota Efesus, rasul Paulus meninggalkan Priskila dan Akwila di situ. Walau mereka minta kepada Paulus untuk tinggal lebih lama di situ, tetapi Paulus tidak mengabulkannya. Ia minta diri dan berkata: "Aku akan kembali kepada kamu, jika Allah menghendakinya." Paulus lalu meninggalkan Efesus menuju Kaisarea (Kis 18:21).

Rupanya ini adalah rencana Tuhan; karena setelah itu Kitab Suci menulis :

Sementara itu datanglah ke Efesus seorang Yahudi bernama Apolos, yang berasal dari Aleksandria. Ia seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan teliti ia mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah. Karena Apolos ingin menyeberang ke Akhaya, saudara-saudara di Efesus mengirim surat kepada murid-murid di situ, supaya mereka menyambut dia. Setibanya di Akhaya maka ia, oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang yang percaya. Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias (Kis 18 24-28).

Apolos mungkin sekali adalah penulis dari Surat kepada orang Ibrani yang menjadi salah satu kitab dalam Perjanjian Baru.

Di surat Paulus yang terakhir kepada Timotius, yang saat itu tinggal di Efesus, Paulus mengirimkan salam kepada : Priska dan Akwila dan kepada keluarga Onesiforus (2 Tim 4:19).

Akwila dan Priskila tercatat bekerja dengan tekun untuk menguatkan iman jemaat gereja perdana. Mereka adalah pasangan suami isteri yang paling banyak disebutkan bersama-sama di dalam Alkitab. Karena itu di kalangan orang Kristen mereka dinamakan "pasangan paling populer" dalam Alkitab. Nama pasangan ini disebutkan sebanyak 7 kali di dalam Alkitab, tiga kali dalam surat-surat rasul Paulus dan beberapa kali di dalam kitab Kisah Para Rasul.

Suami-isteri penginjil ini juga tercatat pernah berkarya di kota Roma. Dalam Suratnya kepada Jemaat di Roma, Paulus menyampaikan salam dan rasa terimakasihnya kepada pasangan suami-isteri kudus ini.

Sampaikan salam kepada Priskila dan Akwila, teman-teman sekerjaku dalam Kristus Yesus. Mereka telah mempertaruhkan nyawanya untuk hidupku. Kepada mereka bukan aku saja yang berterima kasih, tetapi juga semua jemaat bukan Yahudi. (Rom 6:3-4)

Menurut tradisi gereja, Akwila dan Priskilla tidak lama tinggal di Roma, karena Paulus kembali mengutus mereka menjadi penilik jemaat di Asia Kecil. Tradisi ini diperkuat oleh Kitab Apostolic Constitutions (7.46) yang mencatat nama Akwila bersama Nicetas sebagai uskup-uskup pertama di Asia Kecil. Tradisi juga melaporkan bahwa Akwila mati sebagai martir bersama istrinya, Priskila.

Tradisi lain yang kurang didukung mengatakan bahwa Akwilla dan Priskila tetap tinggal di Roma sampai hari kematian mereka sebagai martir Kristus pada masa penganiayaan di abad pertama.

Sejak jaman gereja perdana Akwila dan Priskila sudah dihormati sebagai orang kudus. Gereja Ortodox memperingati mereka berdua bersama-sama tanggal 13 Februari. Gereja Ortodox yang lain memperingati hanya Akwila sebagai seorang rasul tanggal 14 Juli. Gereja Katolik Roma memperingati mereka berdua pada setiap tanggal 8 Juli.

Lamunan Pekan Biasa XIV

Senin, 8 Juli 2024

Matius 9:18-26

18 Sementara Yesus berbicara demikian kepada mereka, datanglah seorang kepala rumah ibadat, lalu menyembah Dia dan berkata: "Anakku perempuan baru saja meninggal, tetapi datanglah dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, maka ia akan hidup." 19 Lalu Yesuspun bangunlah dan mengikuti orang itu bersama-sama dengan murid-murid-Nya. 20 Pada waktu itu seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan maju mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jumbai jubah-Nya. 21 Karena katanya dalam hatinya: "Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh." 22 Tetapi Yesus berpaling dan memandang dia serta berkata: "Teguhkanlah hatimu, hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau." Maka sejak saat itu sembuhlah perempuan itu. 23 Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, 24 berkatalah Ia: "Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur." Tetapi mereka menertawakan Dia. 25 Setelah orang banyak itu diusir, Yesus masuk dan memegang tangan anak itu, lalu bangkitlah anak itu. 26 Maka tersiarlah kabar tentang hal itu ke seluruh daerah itu.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, di dalam hidup bersama orang bisa senang kalau terpandang. Dia bisa merasa diperhitungkan kalau ikut menjadi deretan tokoh.
  • Tampaknya, di dalam hiup bersama orang bisa merasa bahagia kalau mendapatkan perhatian banyak orang. Dalam keadaan terpepet banyak orang mengulurkan tangan untuk membantunya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul dekat dengan kedalaman batin, sekalipun tidak menjadi tokoh dan tak banyak yang mengulurkan tangan ketika membutuhkan, orang bisa mengalami pemenuhan harapan mendalam karena keikhlasannya menjadi bagian kecil dalam kebersamaan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan yakin bahwa dalam bagian sekecil apapun dari kesempatan yang dimiliki, itu sudah menjadi daya besar untuk memenuhi kebutuhannya.

Ah, makin banyak bagian dalam kebersamaan, makin untunglah hidupnya.

Saturday, July 6, 2024

Peringatan 100 Hari Wafat Rm. Joko Sistiyanto


Ada kebijakan di Domus Pacis Santo Petrus berkaitan dengan Peringatan Arwah Rama mantan penghuni Domus. Untuk peringatan setahun dan dua tahun menghadap, semua akan dibersamakan. Tentu saja ini menyangkut arwah Rm. Sari, Rm. Budya, Rm. Jaya, dan Rm. Joko Sistiyanto. Untuk peringatan 1000 hari dirayakan satu per satu. Hal itu dikatakan oleh Rm. Hartanta pada Sabtu 6 Juli 2024 ketika memimpin Misa yang tamu peserta komuninya, kata Rm. Hartanta, berjumlah 81 orang. Ditambah jumlah penghuni Domus termasuk rama, dan juga tenaga-tenaga catering dan tamu yang terlambat, pada malam hari itu Domus memang tampak meriah ada banyak orang. Sebetulnya acara sore itu, yaitu peringatan 100 hari wafat Rm. Joko Sistiyanto, direncanakan secara sederhana. Memang, pola acara tetap seperti biasa, yaitu Misa dan makan malam bersama. Namun tak ada kelompok Kor disiapkan untuk Misa. Rm. Bambang hanya menghubungi Pak Loly untuk mengiringi nyanyian dengan keyboard dan Rm. Bambang menyiapkan lagu-lagu biasa. Kepada umat dibagikan teks yang hanya berisi refren. Rm. Bambang akan menjadi solis untuk ayat-ayatnya yang akan berduet dengan salah satu ibu warga Pringwulung. Ternyata dalam pelaksanaan banyak ibu dari Paroki Pringwulung, yang datang sebagai undangan, bergabung duduk di bangku-bangku duduk di bagian Kor. Bahkan salah satu ibu tampil menjadi dirigen. Lagu-lagu menjadikan kemeriahan dalam Misa. Apalagi Kapel sampai tambahan kursi-kursi di luar Kapel penuh dengan umat yang terdiri dari keluarga Rm. Joko, tamu Nandan, umat Pringwulung, dan tamu-tamu undangan lain. Homili yang disampaikan oleh Rm. Bambangpun menambah kesemarakan pelaksanaan Misa. Makan malam yang dianggap sederhana, karena hanya mengundang pembuat bakmi dan nasi goreng, ternyata menjadi sajian yang membuat ceria para tamu. Semua itu diangkat dalam homili Rm. Bambang yang kalau di simpulkan adalah "Dalam Domus Injil sungguh ditegakkan. Makin lemah dan makin bermasalah anggotanya, makin diperhatikan bahkan makin tinggi beayanya". 

Beata Maria Romero Meneses

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 09 Juli 2017 Diperbaharui: 03 Februari 2019 Hits: 5701

  • Perayaan
    7 Juli
  •  
  • Lahir
    13 Januari 1902
  •  
  • Kota asal
    Granada, Nicaragua
  •  
  • Wilayah karya
    Kosta Rika
  •  
  • Wafat
  •  
  • 7 Juli 1977 di Rumah Sakit Salesian Las Peñitas, León, Nicaragua.
    Sebab alamiah
  •  
  • Venerasi
    18 Desember 2000 oleh Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Beatifikasi
    14 April 2002 oleh Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Kanonisasi

Beata María Romero Meneses lahir di Granada Nikaragua pada tanggal 13 Januari 1902 sebagai seorang dari delapan bersaudara putera-puteri pasangan Félix Romero Arana dan Ana Meneses Blandon. Ayahnya, Felix Romero, adalah seorang Menteri dan Pejabat Tinggi dalam Pemerintahan Presiden José Santos Zelaya (Presiden Nikaragua tahun 1893-1909).

María menerima pendidikan di Sekolah Katolik yang dikelola oleh para Suster Salesian. Ia sangat berbakat dalam bidang seni dan musik sehingga orangtuanya mendatangkan guru-guru privat untuk membimbingnya berlatih piano dan biola.  Di usia dua belas tahun, Maria menderita sakit demam rematik. Ia menjadi lumpuh selama enam bulan dan jantungnya rusak permanen akibat efek samping pengobatan medis yang dijalaninya. Ia baru sembuh setelah setahun penuh mendaraskan doa novena kepada Bunda Maria. Bunda Maria Penolong Umat Kristiani kemudian menampakkan diri dan menyembuhkan penyakitnya. Penglihatan dan Penyembuhan Ilahi yang dialaminya mengilhami Maria untuk membaktikan dirinya menjadi seorang biarawati.

Pada tahun 1920 Maria Romero masuk Biara Puteri-puteri Maria Penolong Umat Kristiani (Figlie di Maria Ausiliatrice atau Daughters of Mary Help of Christians), biara Susteran yang didirikan oleh Santo Yohanes Bosco dan Santa Maria Dominika Mazzarello. Ia lalu berangkat ke El Salvador untuk menjalani masa novisiat dan mengucapkan kaul pertamanya pada tanggal 19 Maret 1920. Kaul keduanya ia ucapkan pada tanggal 16 Januari 1921. Saat itu pembimbing spiritualnya, pater Emilio Bottari, SDB berpesan : "Meskipun masa sulit akan datang dan kamu akan merasa hancur berkeping-keping, setialah dan kuatlah dalam panggilanmu". Pesan ini selalu diingat suster Maria sepanjang masa hidupnya. Pada tanggal 6 Januari 1929 Suster María Romero Meneses mengucapkan kaul kekal di Biara Suster Salesian Managua, Nikaragua.

Pada tahun 1931 Suster Maria pindah San José Kosta Rika untuk menjadi pendidik di sekolah yayasan milik biaranya. Ia menjadi guru Seni Musik di Sekolah Puteri Salesian serta menjadi teladan kesalehan dan kesucian hidup bagi para muridnya. Sejumlah besar anak didiknya kelak mengikuti jejaknya menjadi biarawati.

Suster Maria berkerja keras mengembangkan karya sosial Salesian bagi masyarakat di sekitarnya. Ia berhasil mengajak keluarga-keluarga kaya di Kosta Rika untuk peduli dan turut aktif membantu para fakir miskin dan anak-anak terlantar di sekitar mereka. Ia membangun pusat rekreasi di kota San Jose (Santo Yoseph) pada tahun 1945 dan Pusat Pistribusi Makanan bagi para tunawisma pada tahun 1953. Ia mendirikan Sekolah Puteri bagi anak-anak terlantar pada tahun 1961 dan sebuah Klinik Kesehatan gratis pada tahun 1966. Pada tahun 1973 Suster Maria mengorganisir pembangunan tujuh rumah penampungan di desa Centro San Josè  untuk menampung para tunawisma.

Suster Maria dikenang sebagai seorang guru yang hebat, Manajer Yayasan dan penggalang dana yang cekatan, serta penginjil berbakat yang mampu membawa sukacita rohani bagi para pendengarnya. Pada awal tahun 1977, ia mengalami serangan jantung dan membuatnya harus dirawat intensif di Rumah Sakit Salesian Las Peñitas, León, Nicaragua. Ia tutup usia di rumah sakit tersebut pada tanggal 7 Juli 1977.  Jenazahnya dikirim kembali ke San José di Kosta Rika dan dimakamkan di kapel biara Salesian.

Suster Maria Romero Meneses, FMA dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 14 April 2002 dan pestanya dirayakan pada setiap tanggal 7 Juli.

Lamunan Pekan Biasa XIV

Minggu, 7 Juli 2024

Markus 6:1-6

1 Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. 2 Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? 3 Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. 4 Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." 5 Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. 6 Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang baik tak akan puas hanya menjadi baik. Dia akan berjuang menjadikan banyak orang lain dalam keadaan baik.
  • Tampaknya, pejuang yang sungguh baik dalam menjadikan banyak orang lain baik tak akan pilih kasih antara orang dekat atau jauh, orang segolongan atau berseberangan. Dia akan obyektif kritis untuk mengatakan baik atau buruk dan benar atau salah.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun selalu ada penentang terhadap pejuang kebaikan yang obyektif kritis, yang tidak menghargai bahkan menjadi penentang utama adalah orang-orang dekat sendiri. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati seorang pejuang kebaikan pertama-tama akan menjaga kebaikan lingkungan sendiri sehingga kalau ada penentangan pertama-tama justru dari orang dekat. 

Ah, kalau ada pejuang kebaikan yang populer terkenal di mana-mana, orang dekat pasti ikut terhormat.

Friday, July 5, 2024

Belajar Menata Uang

Rm. Hartanta memang sungguh memperhatikan karyawan. Selain mengupayakan jaminan-jaminan untuk ketenangan kerja, beliau juga memperhatikan hari tua karyawan. Para tenaga Domus Pacis Santo Petrus memang tampak kerasan berkerja di Domus. Kalau ada yang sakit urusan para rama juga masuk dalam pikiran mereka, Rm. Hartanta sering bilang "Urus dhisik kesehatanmu" (Kamu mengurus dulu kesehatanmu). Rm. Hartanta juga membuatkan tabungan khusus untuk simpanan ketika tua dan atau berhenti dari kerja Domus. Ternyata lebih dari itu beliau masih menambah perhatian untuk hari tua. Bagaimana para karyawan bisa menata uangnya sehingga pada hari tua ada harapan ceria. Pada Jumat 5 Juli 2024 Rm. Hartanta mendatangkan orang bank dari salah satu BPR. Para karyawan dikumpulkan di tempat yang biasa untuk menerima tamu di depan kamar Rm. Bambang. "Mereka saya minta belajar managemen keuangan sederhana dengan menabung atau berdeposito" kata Rm. Hartanta kepada Rm. Bambang lewat WA.

Santa Maria Goretti

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 03 Oktober 2013 Diperbaharui: 03 Februari 2019 Hits: 17377

  • Perayaan
    6 Juli
  •  
  • Lahir
    16 Oktober 1890
  •  
  • Kota asal
    Corinaldo Ancona Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • Tanggal 6 Juli 1902 di Ferriere Lazio Italia dalam usia 12 tahun - Martir.
    Dianiaya dan ditikam berkali-kali dengan pisau dapur karena menolak berbuat mesum dan berusaha mempertahankan kesuciannya.
  •  
  • Venerasi
    25 Maret 1945 oleh Paus Pius XII
  •  
  • Beatifikasi
    27 April 1947 oleh Paus Pius XII
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • 24 Juni 1950 oleh Paus Pius XII
    Upacara kanonisasi dihadiri oleh 250.000 orang, termasuk ibunya, Satu-satunya orang tua yang pernah mengikuti upacara kanonisasi anaknya.

“……Para remaja terkasih, yang dicintai secara istimewa oleh Yesus dan oleh kami semua, katakanlah, maukah kalian bertekad -dengan bantuan rahmat Ilahi- untuk dengan tegas menolak segala macam godaan yang dapat menodai kekudusan kalian…….? (Homili Paus Pius XII pada upacara Kanonisasi St. Maria Goretti, 24 Juni 1950)

Berbagai macam pikiran dan perasaan berkecamuk menjadi satu dalam diri Assunta Goretti, ibunda St. Maria Goretti, ketika ia mendengarkan homili yang disampaikan oleh Paus Pius XII pada upacara kanonisasi puterinya. Lamunannya membawa Assunta kembali ke masa-masa yang silam.

Santa Maria Goretti

Maria Goreti dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1890 di Corinaldo, Italia. Luigi Goretti, ayahnya, seorang petani miskin. Pada tahun 1899, pasangan Luigi dan Assunta Goretti beserta keempat anak mereka yang masih kecil: Angelo, Maria, Marino dan bayi Allesandro, meninggalkan Corinaldo dalam usahanya mencari penghidupan yang lebih baik.

Di tengah perjalanan mereka mendengar kabar tentang tanah pertanian milik Count Mazzoleni di Ferriere yang hendak disewakan. Mereka menuju ke sana dan Luigi Goretti diterima bekerja sebagai petani bagi hasil di pertanian. Tanah pertanian itu telah lama dibiarkan terbengkalai, maka Luigi harus bekerja keras untuk membangunnya kembali. Kerja keras tanpa henti menyebabkan Luigi akhirnya jatuh sakit dan tidak dapat bekerja sama sekali. Saat panen tiba dan Count Mazzoleni datang meninjau, tanahnya baru sebagian saja yang telah dikerjakan. Mazzoleni amat marah dan tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun, ia mengirim Giovanni Serenelli dan Alessandro, putera bungsunya yang berumur sembilan belas tahun, untuk menyelesaikan pekerjaannya. Keluarga Serenelli tinggal bersama dalam rumah keluarga Goretti.

Giovanni ternyata seorang pemabuk. Ia cepat naik darah dan suka memaksakan kehendaknya. Alessandro berperangai buruk, suka bertengkar dan selalu cemberut. Ia biasa menghabiskan waktu di kamarnya yang terkunci dengan melihat-lihat majalah porno. Dinding kamarnya dipenuhi dengan gambar-gambar gadis berpakaian tidak sopan.

Sementara itu penyakit malaria yang diderita Luigi bertambah parah. Setiap malam isteri beserta anak-anaknya berlutut di sekeliling tempat tidurnya dan berdoa. Luigi menyesali kepindahannya ke Ferriere. Ia membisikkan pesannya yang terakhir kepada Assunta: “Kembalilah ke Corinaldo”  Akhir bulan April 1902 Luigi Goretti meninggal dunia. Sejak itu setiap malam Maria akan mendaraskan Rosario bagi keselamatan jiwa ayahnya.

Dengan meninggalnya Luigi Goretti, hak atas rumah berpindah kepada Giovanni Serenelli. Giovanni mengijinkan Assunta beserta anak-anaknya tetap tinggal dan bekerja untuknya. Assunta ingin segera kembali pulang ke Corinaldo. Tetapi tidak terbayangkan olehnya seorang wanita dengan tujuh anak yang masih kecil-kecil dan tanpa bekal uang menempuh perjalanan balik sepanjang 200 mil. Oleh karena itu mereka tetap tinggal. Giovanni memerintahkan Maria, yang sekarang berumur sebelas tahun untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sementara Assunta harus bekerja di ladang.

Beban berat yang ditanggung Maria menjadikannya lebih cepat dewasa dan matang dibandingkan dengan anak lain seusianya. Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang beriman dan saleh, serta tekun berdoa. Devosinya kepada Yesus serta ketaatannya kepada ibunya sungguh luar biasa. Nasehat ibunya terpateri kuat di dalam hatinya. “Kamu tidak boleh berbuat dosa, apa pun alasannya”.

Meskipun tidak dapat membaca dan menulis, Maria ikut pelajaran Katekumen dan beberapa bulan sebelumnya, yaitu pada tanggal 16 Juni 1901, ia telah menerima  Komuni Kudusnya yang Pertama. Saat-saat menerima  Komuni Kudus di gereja terdekat yang jaraknya dua jam perjalanan kaki itu sungguh amat membahagiakan hatinya.

Bulan Juli 1902. Assunta memperhatikan adanya perubahan pada perilaku puterinya. Sifat kanak-kanaknya sudah tidak tersisa lagi. Sinar matanya memancarkan kesedihan. Waktu doanya semakin panjang. Tubuhnya yang kecil bergetar dan air matanya mengalir. Telah beberapa waktu Alessandro Serenelli mengamatinya, mengganggunya serta mengejarnya dengan niat buruk. Ancaman Alessandro masih terngiang-ngiang di telinganya, “Jika kamu memberitahu ibumu, aku akan membunuh kalian berdua!”  Hanya dari doalah Maria memperoleh kekuatan dan kelegaan.

Hari Sabtu, tanggal 5 Juli 1902 kira-kira pukul setengah empat sore. Alessandro memanggilnya, “Marietta  (demikian para tetangga memanggil Maria), kemejaku robek dan perlu dijahit. Aku mau memakainya untuk pergi ke gereja besok. Aku letakkan di tempat tidurku.”

Kemudian pemuda itu keluar untuk mengurus sapi-sapinya. Tidak berapa lama, Alessandro meminta Assunta untuk menggantikannya.

“Saputanganku ketinggalan,” katanya. “Aku akan segera kembali.”

Sementara itu Maria duduk di lantai atas menjaga adik bayinya, Teresa, sambil menjahit baju Alessandro. Dari dapur Alessandro berteriak,

“Marietta, datanglah kemari!”  Maria tidak mau. Maka Allesandro datang, mencengkeram lengan Maria, menyeretnya ke dapur, menekankan sebilah pisau belati ke lehernya dan mengunci pintu. Maria berteriak minta tolong, tetapi suaranya lenyap di telan mesin pengirik gandum.  

Alessandro mengancam Maria untuk menuruti kehendaknya. Maria meronta sekuat tenaga dan berteriak, “Tidak! Tidak Alessandro! Itu dosa. Tuhan melarangnya. Kamu akan masuk neraka, Alessandro. Kamu akan masuk neraka jika kamu melakukannya!”  Karena Maria berontak, Alessandro menjadi kalap. Ia menikamkan belatinya ke tubuh Maria, sekali, dua kali, tiga kali dan terus berulang kali tanpa ampun. Melihat tubuh kecil itu kemudian rebah dengan wajah pucat pasi, Alessandro sangat ketakutan. Ia melemparkan pisaunya, masuk ke kamarnya serta mengunci pintunya.

Assunta kemudian mendapati Maria terkapar di lantai dapur bermandikan darah. Jeritan pilu yang nyaring segera terdengar.  Dengan berurai air mata Assunta bertanya kepada putrinya,

“Siapa yang melakukan ini padamu?”  

“Alessandro, Mama”.

“Tetapi, mengapa nak?”, Assunta terisak.

“Sebab ia ingin aku melakukan dosa yang mengerikan dan aku tidak mau.”

Dengan kereta ambulans, Maria dilarikan ke rumah sakit di Nettuno. Para dokter mendapatkan empat belas luka tikaman serta banyak luka memar di tubuh yang kecil itu. Karena mereka mengoperasinya tanpa obat bius, Maria menderita kesakitan yang luar biasa hingga akhirnya tidak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar ia berulang kali berteriak, “Alessandro, lepaskan! Tidak, tidak, kamu akan masuk ke neraka! Mama, tolong…!!!”

Keesokan harinya seorang imam datang untuk memberikan Sakramen Terakhir. Pastor mengingatkan Maria bagaimana Yesus telah mengampuni mereka yang menyalibkan Dia dan ia bertanya apakah Maria juga mau mengampuni Alessandro. Maria mengarahkan pandangannya pada Salib yang tergantung di dinding dan dengan tenang mengatakan, “Saya juga memaafkan dia. Saya juga berharap agar kelak ia datang dan menyusul saya di surga.”

Setelah mengakukan semua dosanya, Pastor memberinya  Komuni Kudus, dan air mata kebahagiaan memenuhi pelupuk matanya. Maria memandang patung Bunda Maria yang diletakkan di kaki tempat tidurnya dan saat itulah Yesus datang menjemput gadis kecilnya untuk masuk dalam perlindungan-Nya yang abadi.  Maria Goretti meninggal dalam usia 11 tahun pada tanggal 6 Juli 1902, pada pesta Tubuh dan Darah Kristus.

Empat puluh lima tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1947, Maria Goretti dibeatifikasi oleh Gereja Katolik. Selanjutnya, pada tanggal 24 Juni 1950 bertempat di Basilika St Petrus, Bapa Suci Paus Pius XII memimpin upacara kanonisasi St. Maria Goretti dengan dihadiri lebih dari 250.000 umat.

Dalam homilinya Paus Pius XII menekankan bahwa keutamaan St. Maria Goretti bukan hanya pada kemurnian jiwa dan raga, tetapi juga keutamaan-keutamaannya dalam mengutamakan kepentingan rohani di atas kepentingan duniawi, kasih dan ketaatannya kepada orangtuanya, kerelaannya untuk berkorkan dalam kesulitan, pekerjaan sehari-hari, menerima kemiskinan, kecintaannya dan doanya yang mendalam kepada Yesus dalam Ekaristi, kemurahan hatinya dalam mengampuni (pembunuhnya). 

Segera setelah upacara kanonisasi berakhir, dengan segala kerendahan hati Assunta menyatakan:

“Ya Tuhan, aku tidak layak Engkau memberiku seorang kudus!....”Assunta, yang saat itu telah berumur 82 tahun, hadir dalam upacara kanonisasi dengan ditemani kedua anaknya serta pembunuh puterinya. Pesta St. Maria Goretti dirayakan setiap tanggal 6 Juli.

 

Alessandro & Mimpinya

Banyak mukjizat terjadi berkat bantuan doa St. Maria Goretti. Namun demikian, yang paling besar di antaranya adalah pertobatan Alessandro Serenelli, pembunuh Maria.

Segera setelah perbuatannya yang keji terhadap Maria Goretti, Alessandro ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan di Nettuno, kemudian ia dipindahkan ke penjara di Roma untuk diadili. Alessandro sama sekali tidak menyesali pebuatannya. Ia berusaha mati-matian mengingkari perbuatannya, tetapi karena tidak berhasil, akhirnya ia menyerah. Alessandro dijatuhi hukuman penjara selama tiga puluh tahun. Seorang imam datang untuk memberikan bimbingan kepadanya. Alessandro marah sejadi-jadinya lalu menangis seperti orang gila, dan kemudian menyerang imam.

“Sebentar lagi, Alessandro, kamu akan memerlukan aku.” kata imam. “Marietta akan memastikannya.”

“Tidak pernah..!!” teriak Alessandro. “Aku tidak akan pernah membutuhkan seorang imam…!!!”

Hari-hari selanjutnya terasa mengerikan bagi Alessandro. Selera makannya hilang dan ia merasa gelisah. Delapan tahun dalam penjara membuatnya putus harapan.  

Pada suatu hari di tahun 1910, Alessandro berjumpa dengan Maria dalam sebuah mimpi. Mimpinya itu demikian hidup sehingga sukar baginya untuk membedakannya dari kenyataan. Jeruji dan dinding penjara lenyap, Alessandro berada di sebuah taman yang hangat oleh sinar matahari dan penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran. Bau harum semerbak memenuhi sekitarnya. Kemudian datang kepadanya seorang gadis yang amat cantik bergaun putih bersih. Alessandro berkata kepada dirinya sendiri: “Bagaimana ini? Bukankah gadis-gadis petani biasa berpakaian warna gelap?” Tetapi dilihatnya bahwa yang datang itu Marietta. Ia berjalan di antara bunga-bunga dan tersenyum. Alessandro ingin melarikan diri darinya karena ia sangat ketakutan, tetapi tidak bisa. Maria memetik bunga-bunga bakung putih (bunga bakung putih lambang kemurnian), menyerahkannya kepada Alessandro seraya berkata, “Alessandro, terimalah ini!” Alessandro menerima bunga-bunga bakung itu satu per satu, semuanya berjumlah empat belas. Tetapi sesuatu yang ajaib terjadi. Begitu ia menerima bunga itu dari Maria, bunga-bunga bakung itu berubah menjadi api-api yang menyala. Satu bunga bakung berubah menjadi nyala api untuk menghapuskan satu tikaman yang dihujamkan Alessandro kepadanya di hari yang naas itu di Ferriere. Maria berkata sambil tersenyum, “Alessandro, seperti janjiku, jiwamu kelak akan menemuiku di surga.”

Rasa damai dan tenang segera memenuhi hati Alessandro. Penglihatan yang indah itu lenyap. Ketika Alessandro bangun dari tidurnya, ia merasa bahwa perasaan benci dan marah yang kuat dan dahsyat yang menguasainya selama ini telah hilang dari padanya.

“Aku melihatnya.” teriak Alessandro  “panggilkan pastor…!!!”

Penjaga penjara tertawa mengejeknya dan berkata dengan kasar;  “Jika kamu memang ingin bicara, tulis saja surat kepada pastor.”

Alessandro menuliskan pengakuannya dalam sebuah surat dan memohon ampun serta belas kasih Allah. Sejak saat itu ia terdorong untuk memperbaiki hidupnya.

Kelak di kemudian hari Alessandro menyadari bahwa harum semerbak bunga adalah suatu tanda baginya bahwa berkat doa-doa Maria ia beroleh rahmat untuk membuka pintu hatinya dan menerima terang serta Belas Kasih Ilahi dan dengan demikian menolak dosa yang membawanya pada kebinasaan abadi.

Setelah dipenjarakan selama 27 tahun, Alessandro dibebaskan. Ia mendapat keringanan 3 tahun karena sikapnya yang patut dijadikan teladan bagi para tahanan lain. Alessandro bekerja sebagai buruh tani selama beberapa waktu dan akhirnya memutuskan untuk tinggal di Biara Capuchin di Macareta seumur hidupnya sebagai tukang kebun. Para biarawan Capuchin menyapanya sebagai “saudara” dan Alessandro diterima sebagai anggota ordo ketiga. Di kapel biara ia mengikuti perayaan Misa setiap hari guna menemukan kedamaian dan ketenangan batin.

Alssandro mengunjungi Assunta Goretti, yang terakhir kali dijumpainya 31 tahun silam dalam sidang pengadilan. Ia memohon pengampunan dari Assunta. Assunta menumpangkan tangannya di atas kepala Alessandro, mengusap wajahnya dan dengan lembut berkata;

“Alessandro, Marietta sudah memaafkanmu, Kristus sudah memaafkanmu, dan mengapa aku tidak memaafkanmu. Tentu saja aku memaafkanmu, anakku! Mengapa aku tidak bertemu denganmu lebih awal? Kejahatanmu adalah masa lalu, dan bagiku, engkau seorang anak yang telah lama menderita.”

Keesokan harinya masyarakat desa Corinaldo menyaksikan Assunta Goretti dengan kepala tegak dan air mata mengalir di pipinya, menggandeng tangan Alessandro Serenelli seperti seorang ibu menggandeng anaknya, serta membimbingnya ke perayaan Misa. Di depan altar Assunta dan pembunuh puterinya berdampingan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Sejak saat itu Alessandro diterima dalam keluarga Goretti yang saleh sebagai “Paman Alessandro”.  

Dalam proses beatifikasi Maria Goretti, Alessandro menjadi satu-satunya saksi yang dapat menceritakan secara jelas apa yang sebenarnya telah terjadi dalam pembunuhan keji tersebut. 

Alessandro Serenelli meninggal pada tanggal 6 Mei 1969 di Biara Capuchin di Macerata dalam usia 87 tahun.

 

Surat Wasiat Alessandro

Sebelum meninggal, Alessandro Serenelli meninggalkan sepucuk surat: ia menasehatkan agar kita tidak membaca majalah-majalah yang tidak baik, melihat gambar-gambar atau pun menonton film-film yang tidak sopan.

Alessandro Serenelli

Tertanggal 5 Mei 1961

Usia saya hampir 80 tahun. Sebentar lagi saya akan pergi.

Menengok kembali ke masa lalu, saya dapat melihat bahwa di masa muda saya telah memilih jalan yang salah yang menghantar saya kepada kehancuran hidup saya.

Perilaku saya banyak dipengaruhi oleh bacaan, media cetak serta tingkah laku buruk yang dianut sebagian besar kaum muda tanpa pikir. Saya juga melakukannya dan saya tidak merasa khawatir.

Ada banyak orang yang saleh dan murah hati di sekeliling saya, tetapi saya tidak peduli kepada mereka karena kekuatan jahat telah membutakan saya dan mendorong saya masuk ke dalam cara hidup yang salah. 


Ketika umur saya 20 tahun, saya melakukan kejahatan karena nafsu. Sekarang kenangan akan hal itu mengingatkan saya akan sesuatu yang amat mengerikan bagi saya. Maria Goretti, sekarang seorang santa, adalah malaikatku yang baik. Karena kuasa Penyelenggaraan Ilahi, ia dikirim untuk membimbing dan menyelamatkan saya. Masih tetap tertanam kuat dalam lubuk hati saya kata-kata nasehat dan pengampunannya. Ia berdoa bagi saya, ia berdoa bagi pembunuhnya. Tiga puluh tahun masa penjara menyusul.

Jika saja saya dapat kembali ke masa lalu, saya akan memilih untuk tetap tinggal di penjara seumur hidup saya. Saya pantas dikutuk sebab semua yang terjadi memang salah saya.

Marietta adalah sungguh terang hidupku, pelindungku, dengan bantuannya saya bisa berperilaku baik selama masa 27 tahun di penjara dan berusaha hidup tulus ketika saya diterima kembali dalam anggota masyarakat. Imam-imam St Fransiskus, Capuchin dari Marche menerima saya dengan kemurahan hati para kudus dalam biara mereka sebagai seorang saudara, bukan sebagai pelayan. Saya telah tinggal selama 24 tahun dalam komunitas mereka, dan sekarang saya dengan sabar menunggu saatnya untuk memandang Tuhan, untuk sekali lagi memeluk dia yang aku kasihi, dan berada di samping Malaikat Pelindungku dan ibunya yang terkasih, Assunta.

Saya berharap agar surat yang saya tulis ini dapat menjadi pelajaran yang berguna bagi orang lain untuk menjauhi yang jahat dan senantiasa berjalan di jalan yang benar, seperti seorang anak kecil. Saya merasakan bahwa agama dengan ajaran-ajarannya bukanlah sesuatu yang memungkinkan kita untuk hidup tanpanya, tetapi agama adalah sumber penghiburan yang sesungguhnya, sumber kekuatan hidup yang sesungguhnya dan satu-satunya jalan keselamatan dalam segala situasi, bahkan dalam situasi yang paling menyengsarakan sekalipun dalam kehidupan seseorang.


Tertanda, Alessandro Serenelli

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Santo Aquila

diambil dari katakombe.org/para-kudus  Diterbitkan:  11 Oktober 2014  Diperbaharui:  15 Desember 2016  Hits:  14973 Perayaan 8 Juli   Lahir ...