Friday, July 26, 2024

Hari Kakek-Nenek dan Lansia Sedunia


Ketika membuka penakatolik.com saya menemukan judul yang saya pakai dalam tulisan ini. Saya tertarik pada pernyataan “Hari Kakek-Nenek dan Lansia Sedunia, yang diprakarsai oleh Paus Fransiskus pada tahun 2021, diadakan pada hari Minggu keempat bulan Juli. Perayaan ini jatuh dekat dengan pesta St. Yoakim dan St. Anne, kakek nenek Yesus. ….. Pada tahun 2024, hari itu akan diperingati pada tanggal 28 Juli 2024 dengan tema: “Jangan Buang Aku di Hari Tuaku” (Mazmur 71).” Jujur saja, saya sungguh tersentak akan tema untuk tahun 2024, yaitu “Jangan Buang Aku di Hari Tuaku”. Memang, dalam pelaksanaan hari khusus ini ada yang menghaluskan tema dengan “Jangan Lupakan Aku di Hari Tuaku”. Apapun kata-katanya, bagi saya tampaknya itu mengungkapkan kegetiran pengalaman akan masa kelansiaan.

Realita Kelansiaan

Bagaimanapun harus diakui bahwa pada umumnya kaum lansia diwarnai oleh kerentanan raga dan jiwa. Daya-daya ragawi makin merosot apalagi kalau kemudian mengidap penyakit-penyakit yang menuntut kewaspadaan harian. Kondisi minimnya daya fisik membuat orang mudah tersisih dari peran demi banyak orang. Bahkan baru usia sekitar 60 tahun saja sudah banyak yang dipensiunkan dari kerjaan. Dalam hal ini sebenarnya orang mulai dan lama-lama makin tak terpakai. Apalagi kalau raga makin lemah dan rendah fungsi karena masuk dalam kondisi kedifabelan, dari segi kegunaan, dapat dipakai untuk apa? Kalau barang benda, yang sudah tak terpakai layak kalau jadi obyek buangan. Di kalangan kaum produktif, apalagi di kalangan kaum muda remaja anak, kaum tua apalagi lansia dapat dipandang bagaikan berasal dari dunia lain. Omong-omong bisa sulit nyambung. Selera juga bisa amat berlainan. Maka layaklah kalau di rumah bersama anak cucu seorang lansia bisa kerap sendiri ditinggalkan dalam kesibukan masing-masing. Kalau dimasukkan ke rumah tua atau panti wredha, bisa terkesan menjadi terbuang.

Semua itu tentu berdampak pada hidup kejiwaan. Realita banyak ada kesendirian bisa mengakibatkan kesepian. Padahal kesepian berkaitan dengan masalah kesehatan yang katanya berakibat seperti banyak merokok dan obesitas. Kalau masih ikut kumpul dalam kebersamaan, orang yang kesepian bisa terjangkit yang namanya post power syndrome. Dalam kesendiriannya seorang lansia merasa diri menjadi sosok tersingkir. Kalau hidup di rumah tua, ada yang memandang dan merasakan seperti berada dalam penjara. Seandainya berada di rumah tua, sanak saudara memang mudah melupakan. Apalagi kalau orang tua sudah tiada semua, hubungan dengan saudara kandung dan kemenakan serta sepupu dan lainnya mengendor. Oleh sanak-saudara lansia memang bisa tak masuk hitungan bahkan terlupakan. Di era seperti sekarang yang diwarnai segalanya yang serba uang dan glamoritas, lansia kaya dan mungkin bekas berpangkat tinggi masih bisa menjadi tempat bertandang. Tetapi bisa saja sosok demikian hanya jadi aset untuk mendapatkan pengaruh sosial atau bahkan untuk mendapatkan uang. Karena kelemahan jiwaninya sosok demikian bisa ditipu cukup dengan sekata sanjungan.

Belajar dari Tuhan Yesus

Hari Kakek-Nenek tahun ini jatuh pada hari Minggu 28 Juli 2024. Injil dari Misa hari ini diambil dari Yoh 6:1-15. Kutipan itu adalah sebagai berikut :


1 Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias. 2 Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit. 3 Dan Yesus naik ke atas gunung dan duduk di situ dengan murid-murid-Nya. 4 Dan Paskah, hari raya orang Yahudi, sudah dekat. 5 Ketika Yesus memandang sekeliling-Nya dan melihat, bahwa orang banyak berbondong-bondong datang kepada-Nya, berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" 6 Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya. 7 Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." 8 Seorang dari murid-murid-Nya, yaitu Andreas, saudara Simon Petrus, berkata kepada-Nya: 9 "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" 10 Kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya. 11 Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki. 12 Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." 13 Maka merekapun mengumpulkannya, dan mengisi dua belas bakul penuh dengan potongan-potongan dari kelima roti jelai yang lebih setelah orang makan. 14 Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya, mereka berkata: "Dia ini adalah benar-benar nabi yang akan datang ke dalam dunia." 15 Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri.

Dari 15 ayat itu sebenarnya saya hanya tergetar oleh kata-kata Andreas dalam ayat 9 "Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?" Dalam gambaran saya pada waktu itu Tuhan Yesus mengajak para murid untuk menangani proyek besar, yaitu menyediakan konsumsi untuk kira-kira 5000 orang. Padahal itu hitungan hanya untuk laki-laki. Memang tak dikisahkan apakah ada perempuan dan anak yang ikut. Filipus mengetengahkan anggaran 200 dinar yang diyakini tidak cukup. Dari liputan6.com saya menemukan penjelasan “Sementara itu, jika dilihat pada situs Bank Indonesia, 1 dinar berapa rupiah yaitu Rp 49.761,34 untuk nilai jual dan Rp 49.250,07 untuk nilai belinya. Jadi, setiap kamu ingin mendapatkan 1 Dinar Kuwait , maka kamu harus memiliki mata uang rupiah sebanyak Rp 49.761,34.” Kalau tidak keliru itu hitungan 9 Februari 2023. Dengan demikian anggaran yang dikatakan oleh Filipus sebesar 200 dinar, kini bisa sebesar Rp. 9.952.400. Itu untuk penyediaan roti, yang untuk kita sebagai makanan harian adalah nasi, bagi 5000 orang laki-laki. Seandainya setiap orang disediakan seharga Rp. 5000, maka uang yang dibutuhkan adalah R. 25.000.000. Itu belum terhitung kalau ternyata masih ada perempuan dan anak-anak. Padahal dengan 200 dinar setiap orang baru mendapatkan jatah Rp. 1.990,48. Ini semua kalau uangnya tersedia lhoooo. Ternyata yang ada hanyalah “lima roti jelai dan dua ikan” milik seorang anak. Naaaah, ternyata anak anak juga menyertai. Pastilah ada ibu-ibu juga mengikuti.

Tetapi yang amat kecil sungguh tak memenuhi syarat untuk sekian banyak orang, di hadapan Tuhan Yesus justru tetap amat sangat dihargai. Setelah diserahkan kepada Tuhan Yesus, ternyata semua sekian ribu orang itu dipuaskan dan masih banyak 12 bakul penuh, artinya semua bisa memiliki modal untuk masing-masing persekutuan (bagi saya angka 12 menunjuk ke 12 rasul yang kemudian digantikan dengan jabatan uskup-uskup). Semua ini berasal dari seorang anak yang melepaskan miliknya dan diserahkan kepada Tuhan Yesus. Ternyata yang kecil, yang sebenarnya tak memiliki status sosial, yang hanya diurus di dalam Tuhan Yesus bisa menjadi modal besar memenuhi damai sejahtera ribuan orang-orang dewasa, yang sebetulnya punya daya kerja dan terlalu besar di kalangan yang kecil.

Lansia itu Modal Kehidupan

Dari peristiwa penggandaan 5 roti 2 ikan, saya merasa bahwa yang secara duniawi seperti tidak bermakna ternyata dalam Tuhan bisa menghadirkan damai sejahtera untuk kebutuhan umum. Hal ini memang saya kaitkan dengan realita kaum lansia yang mungkin bisa dianggap mengganggu kenyamanan keluarga atau hidup bertetanggaan atau bahkan bisa merepotkan masyarakat umum. Bisa jadi rumah tua dirasakan menjadi tempat buangan. Dengan merujuk bacaan Injil di atas, saya teringat pemazmur yang melantunkan kabar sukacita dengan hadirnya lansia. Pemazmur berkidung “Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon;  mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah” (Mzm 92:12-14). Karena kondisi fisiknya, kaum lansia memang bisa masuk golongan lemah. Kalau mengalami kelemahan-kelemahan anggota badan, lansia bisa masuk ikut masuk kaum difabel. Kalau tanpa harta dan kekayaan, apalagi kebutuhan jadi besar mungkin karena penyakit, lansia bisa masuk kategori kaum miskin. Pada pokoknya pada umumnya lansia mudah masuk kaum KLMTD (kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel). Dalam hal ini, dengan memperhatikan pemazmur, seseorang jadi “orang benar” atau tidak. Saya merasa itu berarti biasa menyerahkan hidup sesederhana apapun kepada Tuhan Yesus atau tidak. Dalam hal ini, pada Hari Kakek-Nenek saya menemukan 2 ajaran :


1.     Bagi yang bukan lansia. Untuk sungguh beriman, orang tak akan cuek terhadap kaum lansia lebih-lebih yang ada dan kondisi derita fisik dan atau derita. Sesedikit apapun orang beriman terpanggil untuk memberikan kepedulian pada lansia. Kalau terpaksa tidak bisa mendampingi dalam keseharian sehingga seorang lansia menjadi anggota rumah tua, kunjungan menjadi wujud kasih yang sungguh bermakna. Sebaliknya, kalau lansia ternyata masih memiliki daya lebih-lebih daya materi, orang akan sangat tidak terpuji kalau menjadikannya aset mendapatkan materi. Sekuat apapun seorang lansia, dia pasti punya kelemahan untuk dimanfaatkan demi kepentingan seseorang. Pada pokoknya, peduli pada yang masuk KLMTD, itu adalah perbuatan iman. Tuhan berkata “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40)

2.     Bagi kaum lansia. Sadar kondisi adalah landasan untuk sungguh merasakan daya ilahi. Santo Paulus berkata “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.” (2Kor 12:9-10) Bagi saya setiap lansia pasti memiliki kelemahan kelansiaan tertentu. Karena dengan sadar kelemahan orang akan mengalami kekuatan ilahi, maka bagi saya kurnia utama lansia adalah kelemahannya. Padahal karunia ilahi adalah penyataan Roh untuk kepentingan bersama (bandingkan 1Kor 12:7). Bagaimana kelemahan bisa menjadi kurnia hidup bersama, dalam hal ini orang lain seperti seorang tokoh akan menjadi pendamping. Oleh karena itu masa lansia juga menjadi masa taat sebagai kebijakan hidup. Tuhan Yesus berkata “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” (Yoh 21:18). Penghayatan seperti ini, sekalipun 90% lebih diwarnai oleh kesendirian, akan membuat lansia tetap ceria dan tak merana.

Kentungan, 25 Juli 2024

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...