Dalam sebuah artikel yang berjudul Cara Mencegah Pikun Pada Lansia ada tertulis :
"Sebuah studi menunjukkan bahwa aktif bersosialisasi di usia senja dapat menjadi cara mencegah pikun dengan membantu menurunkan resikonya di kalangan lansia. Ketika bertemu dengan orang lain yang seusia atau menyibukkan diri dengan kegiatan yang menyenangkan, kemampuan kognitif otak akan terus terpakai dan terasah sehingga ketajaman berpikir dapat terus dipelihara. Itulah alasannya lansia disarankan untuk mengikuti komunitas yang memicu daya pikir dan komunikasinya, misalnya dengan bergabung di Karang Werdha, mengikuti kelompok senam lansia ataupun perkumpulan lainnya. Semakin sering berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, semakin baik pula kemampuan berpikir dan daya ingat di usia yang tidak lagi muda." (https://www.tonikum.co.id)
Dalam kutipan itu dinyatakan bahwa aktif bersosialisasi dapat menjadi cara mencegah kepikunan lansia. Ketika mencerna pernyataan itu, saya menemukan masalah dalam berhadapan dengan para romo sepuh di Domus Pacis Santo Petrus. Tentu saja saya tidak hanya berhadapan dengan mereka, tetapi saya merupakan salah satu dari mereka. Dari 13 orang romo di Domus hanya Rm. Hartanta yang belum sepuh. Beliau adalah direktur rumah yang berusia 43 tahun terhitung mulai 13 Desember 2023. Rm. Hartanta memiliki banyak aktivitas di luar Domus. Lain halnya 12 orang romo yang sudah sepuh. Saya pernah menghitung-hitung frekuensi hidup harian kami. Acara bersama hanya dalam makan bersama 3 kali sehari ditambah Misa Komunitas setiap sore hari. Di luar itu semua menguntai acara pribadi sendiri-sendiri yang biasa di lakukan di kamar masing-masing. Kami amat jarang pergi keluar. Dalam hitungan saya 90% lebih hidup kami berada dalam kamar masing-masing.
Yang Penting Berkomunikasi
Dalam kutipan artikel di atas tertulis "Semakin sering berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, semakin baik pula kemampuan berpikir dan daya ingat di usia yang tidak lagi muda". Dari sini saya menyadari amat pentingnya berkomunikasi. Kami memang sudah jauh dari hubungan kebersamaan dengan umat dan dengan sanak keluarga. Memang ada 16 orang karyawan yang sehari-hari berada di Domus. Pada hemat saya hubungan dengan karyawan lebih bercorak fungsional dalam kerangka tatanan kepegawaian. Hubungan dengan orang lain, sekalipun perorangan atau kelompok orang dekat, bukanlah hal yang terhayati secara alami seperti ketika kami masih menjadi imam aktif dalam karya.
Puji Tuhan, di dalam perkembangan zaman yang namanya komunikasi tidak hanya terbatas hubungan face to face. Pesatnya tekhnologi informasi membuat media sosial mempunyai peranan besar dalam terjalinnya antar orang, antar kelompok, antar bangsa. Saya yang dulu gagap alat-alat komunikasi dalam media sosial boleh bersyukur ketika umur 55 tahun bisa belajar SMS. Bahkan ketika sudah berada di rumah tua Domus, saya mendapatkan bimbingan menjalankan E-mail, FB, BB, Blog, WA dari Rm. Agung, yang pernah menjadi pengurus Domus sebagai imam muda. Inilah yang membuat saya dalam keseharian masih mampu berusaha menggapai relasi dengan orang lain. Itu saya lakukan lewat tayangan renungan harian, santo-santa, kisah yang terjadi di Domus, dan ungkapan pikiran saya. Tetapi dalam permenungan saya menyadari bahwa tampaknya mayoritas romo sepuh di Domus (sudah) tidak akrab dengan HP karena kondisi kesehatannya.
Memanfaatkan Rombongan Tamu
Kebetulan kini Domus kerap mendapatkan rombongan tamu. Memang, dua tahun pertama tinggal di rumah tua pada tahun 0210-2011, saya mengalami Domus sebagai tempat yang relatif sepi dan terasa kurang terjamah oleh komunitas-komunitas umat. Tetapi secara pelahan tampaknya Domus makin banyak dikenal umat. Kehadiran berbagai rombongan tamu selalu kami usahakan menjadi peristiwa dialogal sehingga terjadi omong-omong antara para tamu dan kami para romo Domus. Dengan cara ini kami tidak terutama menjadi obyek kegiatan sosial karitatif untuk menerima perhatian belas kasih. Dengan kadar sedangkal apapun kami berupaya juga menjadi sosok-sosok penyaji pengalaman hidup kelansiaan. Inilah mengapa dalam setiap pertemuan dengan tamu biasa terjadi tanya jawab. Para tamu bertanya dan para romo menjawab. Saya biasa ditampilkan menjadi pemandu. Kehadiran para tamu kami jadi peristiwa pastoral ketuaan. Maka bisa jadi ada tamu yang datang minta rekoleksi di samping ada yang minta Misa. Bahkan dulu, ketika masih di Domus Puren, ada program Seminar kelansiaan.
Penyelenggaraan Hajatan
Sejak tanggal 21 Desember 2011 dalam Domus Pacis muncul kebiasaan mengadakan penyelenggaraan pesta Ulang Tahun Tahbisan Imam bagi masing-masing romo. Ini terus berlangsung hingga kini. Dalam peristiwa ulang tahun imamat para romo yang dirayakan diberi kesempatan mengundang para sanak keluarga dan orang-orang dekat dengan jumlah yang ditentukan oleh pemimpin rumah. Kebetulan Domus mempunyai 2 orang relawan utama, yaitu Bu Rini dan Bu Titik. Dalam kesempatan pesta keduanya biasa menyemarakkan dengan sajian konsumsi khusus. Di dalam perkembangan Misa Malam Natal dan Malam Paskah juga dibuka untuk umat yang mendaftarkan diri. Sesudah misa selalu juga ada santap bersama sajian khusus. Bahkan, sesudah peristiwa wafat Rm. Budyapranata dan Rm. Sari Jatmiko, Misa Peringatan Arwah diteruskan dengan makan bersama juga menambah tambahnya kegiatan Domus yang mengundang umat. Entah bagaimana, hal itu membuat para romo masih bisa memiliki peran sebagai penyapa umat.
No comments:
Post a Comment