diambil dari https://unio-indonesia.org/2021/06/28; ilustrasi dari koleksi Blog Domus
HERAN MEREKA TIDAK PERCAYA
Mrk 6:1-6, yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XIV tahun B, diceritakan bahwa di Nazaret, di tempat asalnya sendiri, Yesus “tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun”. Amat berbeda dengan bagian-bagian sebelumnya yang mengisahkan bagaimana ia meredakan angin ribut, mengusir banyak roh jahat dari orang Gerasa, menyembuhkan seorang perempuan, dan menghidupkan kembali anak Yairus. Di Nazaret pengajarannya memang dikagumi dan kabar mengenai mukjizat-mukjizatnya jadi bahan pembicaraan. Tetapi orang-orang itu tidak bisa menerima bahwa dia itu cuma salah seorang dari antara mereka sendiri. Mereka sudah mengenal latar belakang pekerjaannya dan keluarganya. Tak ada yang baru! Dan mereka “tersandung olehnya” (terjemahan LAI: “menolak dia”), demikian catat Markus.SIAPAKAH DIA ITU?
Kemarin kami berempat makan angin di taman Biblicum di sore yang gerah sambil berbincang-bincang mengenai kisah Markus tadi.
GUS: Orang-orang di Nazaret menyebut Yesus “tukang kayu, anak Maria”. Apa benar, seperti dikatakan beberapa penafsir, menyebut orang hanya dengan nama ibunya zaman itu sama dengan melecehkan?
LEO: Betul. Jadi kurang enak di telinga pendengar Inji waktu itu. Tapi begitulah yang diperkatakan orang-orang di sana.
GUS: Tapi ada naskah tua Injil Markus yang berbunyi “Bukankah dia ini ANAK tukang kayu DAN Maria?
LEO: Maksudnya Papirus 45 dan beberapa naskah penting lain kan? Paham, di kalangan tertentu, nada merendahkan di atas dirasa keterlaluan. Maka diubah. Itulah yang terjadi dengan naskah-naskah itu.
GUS: Jadi seperti Mat 13:55. Di situ terbaca “Bukankah dia ini anak Yusuf? Bukankah ibunya bernama Maria?” Malah menurut Luk 4:22 orang-orang itu berkata, “Bukankah ia ini anak Yusuf?” Soal tadi dihilangkan.
LEO: Mrk 6:3 itu berdasarkan kesaksian orang-orang yang ingat betul peristiwanya. Soal lain yang berhubungan dengan itu ialah “tukang kayu”, aslinya “tektōn”. Kata ini sebetulnya tidak selalu menunjuk pada tukang mebel dan pengrajin kecil, bisa juga maksudnya “ahli teknik perkayuan” atau bahkan arsitek bangunan kayu. Eh, katanya Yesuit punya lembaga pendidikan industri kayu dengan teknologi dan manajemen canggih di Semarang.
GUS: [Heran kok Leo tahu kiat Yesuit.] Bila begitu “tukang kayu, anak Maria” tak usah dipahami sebagai ungkapan yang menunjukkan Yesus itu dari kalangan sederhana?
LEO: Ehm, itu urusan kalian. Tapi “tektōn” tidak menunjukkan status sosial sederhana. Lagipula masalahnya bukan status sosial. Kritikan mereka malah logikanya bisa begini: lha kan sudah punya kedudukan mapan – ahli bangunan kayu – kok sekarang jadi guru keliling, memang bagus, tapi…! Dalam hati kecil mereka ingin agar Yesus memenuhi angan-angan mereka sendiri, yakni tokoh yang memperjuangkan ideal umat Yahudi dulu. Intinya, mereka mau agar Yesus yang mereka kenal itu kini tampil sebagai Mesias menurut bayangan dan harapan politik orang waktu itu. Tapi Yesus tidak mengorbankan pengutusannya demi memuaskan angan-angan mereka. Karena itu mereka mulai tak menyukainya dan mau mendiskreditkannya!
GUS: Jadi orang-orang Nazaret kesandung dan menolak Yesus karena ia tak mau tampil sebagai Mesias politik?
LEO: Berkali-kali nanti Yesus menghindar agar tidak dianggap Mesias seperti itu. Bahkan murid-murid terdekatnya sendiri pun sering berpikir dia itu akan membangun kembali masa lampau negeri mereka.
NANDI: [Tiba-tiba menyela.] Menurut Luk 4:16-22, di rumah ibadat di Nazaret tadi Yesus mewartakan, pada hari itu terpenuhilah nubuat Yesaya (Yes 61:1-2 dan 58:6), yakni bahwa Roh Tuhan turun ke atas dirinya dan mengurapinya – menjadi Mesias yang menyampaikan Kabar Baik bagi kaum miskin. Ia menyadari dirinya diutus untuk melepaskan orang tawanan, memberi penglihatan kepada orang buta, dan membebaskan kaum tertindas, dan mewartakan datangnya tahun rahmat dari Tuhan. Bukan untuk jadi pemimpin gerakan Mesianik.
GUS: Tapi orang-orang yang takjub akan uraiannya itu akhirnya juga menolaknya
NANDI: Malah lebih seram lagi. Lukas menceritakan, mereka mau memaksanya bermukjizat dan mempertontonkan kuasanya sehingga bisa diikuti banyak orang. Tapi Yesus tetap tak mau. Mereka marah dan malah mau membantingnya ke jurang agar ia membuat mukjizat bagi diri sendiri tak mati dihempas ke jurang. Syukur ia berhasil melepaskan diri dari massa yang lupa daratan itu.
ANGIE: Benar, Yesus tidak mau dijadikan pemimpin gerakan yang punya ilmu gaib. Itu bakal mengaburkan yang dibawakannya dari atas sana.
MUKJIZAT… APA SYARATNYA?
Kami berhenti sebentar, ada yang pergi cari Fanta dingin penolak dahaga. Ada yang kirim SMS. Ada yang ambil semangka. Saya sendiri mulai berpikir, orang-orang Nazaret waktu itu mulai melihat tindakan luar biasa yang dilakukan Yesus bukan sebagai tanda kebenaran wartanya, melainkan sebagai ilmu dan kekuatan yang semestinya dimiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan. Jadi terbalik. Mereka beranggapan, “Nah kita sudah menganut jalannya, maka ia pun akan membela dengan kekuatan luar biasa di hadapan lawan-lawan kita – kekuatan militer Romawi dan kelompok-kelompok lain. Kita akan punya Mesias yang akan memukul mundur mereka.” Maka nanti ada yang menginginkan kedudukan di kanan kirinya. Tapi itu bukan ke-Mesias-an yang dihayatiya.
LEO: Yesus tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di Nazaret, ia hanya dapat menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan di atas mereka.
GUS: Perkara tidak bisa membuat mukjizat ini retorika pencerita. Kalau mau Yesus mesti bisa!
LEO: Bukan retorika! Yesus sungguh tidak bisa, dengan atau tanpa memaui. Ia sendiri heran. Gus, yang kita sebut mukjizat itu kan muncul dari respons iman terhadap kehadirannya. Kalau ada, dahsyat luar biasa dayanya! Terjadi pada orang yang mempercayainya secara tulus. Percaya pada yang dikerjakan dan dikatakan Yesus mengenai dirinya sendiri. Baru dengan demikian terjadi “dynamis” (=mukjizat) yang melampaui ukuran alam dan pikiran.
GUS: Kok penjelasannya tinggi-tinggi gitu!
LEO: Ketika di perahu bersama para murid yang ketakutan badai itu, Yesus kan mengatakan mengapa kalian tidak percaya – artinya kenapa kalian tidak betul-betul memegang yang sudah kalian temukan.
GUS: [Mulai paham.] Ah, jadi seperti perempuan yang menyentuh ujung jubahnya. Kepercayaannya membuatnya utuh kembali. Itu mukjizatnya, itu “dynamis” yang keluar dari diri Yesus!.
Yesus mengatakan, “Nak kepercayaanmu sudah menyelamatkanmu”. Saya lihat Leo setuju, juga Angie dan Nandi mengangguk-angguk. Tak sering mereka bertiga akur dalam mengatakan perkara-perkara, tapi dalam hal ini mereka sama.
WARTA BAGI ORANG SEKARANG
NANDI: Yesus memakai pepatah, “nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya”. Luk 4:23 malah menyebut, orang-orang di Nazaret menghendaki agar Yesus juga mengerjakan mukjizat seperti yang telah dilakukannya di Kapernaum. Mereka minta bukti mengenai kebenaran berita tentang dirinya.
LEO: Orang-orang itu minta bukti. Tapi yang ingin mereka mengerti bukan berita yang benar mengenai dirinya. Orang yang sungguh mengenalnya akan mengatakan bahwa kekuatannya terletak pada kabar yang diumumkannya, yakni Kerajaan Tuhan sudah datang. Karena itu orang diajak mengarahkan diri ke sana, lebih lebar daripada pandangan mereka sendiri.
NANDI: Benar, ada ajakan agar kita mengikuti cakrawala baru, yakni kehadiran ilahi di dunia, di dalam sesama, atau kayak Luk 4:16-19 tadi, dalam sesama yang kini masih terbelenggu kegelapan dan tak bisa bergerak – mereka itulah yang butuh diperhatikan sehingga mereka dapat ikut menerima sisi-sisi ilahi dalam hidup mereka.
GUS: Jadi buat orang sekarang yang juga sudah menjalankan agama tetap masih berlaku ajakan meluangkan batin demi kehadiran ilahi tadi?
Orang-orang Nazaret itu kehilangan kesempatan melihat siapa sebenarnya Yesus karena memenjarakan diri dengan kategori-kategori yang itu-itu juga: mereka merasa sudah tahu betul siapa dia, sudah tahu Kristologi komplit, dan juga mereka bersikeras bahwa tugasnya ialah membangun kembali kejayaan umat di mata orang lain. Tapi justru kedua anggapan itu menyesatkan. Mereka gagal melihat siapa sebenarnya Yesus dan apa yang dibawakannya. Mereka seperti kelaparan dalam lumbung karena tidak mengenali makanan yang tersedia. Bagaimanapun juga, kehadiran Yesus tidak sia-sia. Ia tersedia bagi orang luar. Seperti perumpamaan para undangan yang menolak datang, maka kini perjamuan dibuka bagi siapa saja. Dan kita termasuk yang mendapat rezeki itu.
Yesus mengembalikan manusia pada martabatnya yang sejati. Bukan manusia yang sakit, yang tak lagi memiliki daya hidup, yang diombang-ambingkan kekuatan-kekuatan gelap, yang kehilangan arah. Ia membawa kembali mereka menjadi manusia yang utuh. Itulah mukjizatnya. Dan itulah pengutusan dari atas sana: mendekatkan sosok manusia sehingga makin cocok dengan yang diinginkan Pencipta. Dan kita sekarang boleh ambil bagian dalam pengutusannya itu. Kita bisa ikut memungkinkan “dynamis”-nya – mukjizatnya yang dapat dinikmati orang banyak!
CATATAN TAMBAHAN: Orang-orang di Nazaret mengatakan bahwa mereka mengenal saudara-saudara Yesus dan menyebut nama-nama mereka: Yakobus, Yoses, Yudas, dan Simon (Mrk 6:3, bdk. Mat 13:55-56). Bahkan saudara-saudara perempuannya mereka kenal. Pengertian “saudara” di sini kerap diperdebatkan. Memang dalam Alkitab cakupan kata itu bukan hanya saudara sekandung, melainkan juga kerabat dekat, seperti sepupu dan misan. Jadi nama-nama yang disebut tadi tak bisa mutlak diartikan saudara sekandung Yesus, tetapi di lain tidak juga bisa diartikan bahwa tak seorang pun sekandung. Bagaimana menjernihkan hal ini?
Masalah ini sebetulnya belum ada pada masa Injil ditulis. Baru timbul beberapa abad kemudian setelah keperawanan Maria semakin dirumuskan. Baik diketahui bahwa pengakuan iman yang berkenaan dengan itu terdapat dalam Syahadat Para Rasul, yakni “aku percaya…akan Yesus Kristus yang dikandung dari Roh Kudus dan dilahirkan oleh perawan Maria.” Lalu apakah Maria tetap perawan sampai melahirkan Yesus, tapi setelah itu? Pertanyaan seperti ini terjawab dalam penegasan turun temurun dalam Gereja mengenai Maria “tetap perawan”. Kompendium (bentuk ringkas yang terbit tahun 2005) Katekismus Gereja Katolik no. 99 menjelaskannya demikian: Dalam arti mana Maria adalah “tetap Perawan”? Dalam arti ia “tetap Perawan selama mengandung Anaknya, Perawan dalam melahirkan, Perawan sewaktu mengandung, Perawan ketika jadi ibu, Perawan selama-lamanya” (St. Agustinus). Maka dari itu, apabila Injil berbicara mengenai “saudara lelaki dan perempuan Yesus” yang dimaksud adalah kerabat dekat Yesus, menurut pemakaian ungkapan itu dalam Alkitab. Demikian katekismus.
Penjelasan itu bukan rumus syahadat sendiri. Katekismus menunjukkan khazanah pemahaman Gereja dan mengajarkannya kepada generasi selanjutnya. Judul katekismus itu juga menegaskan dari dan bagi siapa penjelasan itu diberikan: Gereja Katolik.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment