Catatan : Artikel ini pernah dimuat dalam domuspacispuren.blogspt
Berbicara tentang “botak” haruslah dibedakan dengan gundul atau plontos. Orang yang berkepala gundul atau plontos tak punya rambut sama sekali. Lain halnya dengan botak. Di dalam https://id.wikipedia.org/wiki kata botak dikaitkan dengan “seseorang yang memiliki rambut hanya sedikit di kepalanya”. Tetapi sejauh diketemukan dalam pengalaman, ada orang botak dengan sedikit rambut tetapi juga ada yang masih mempunyai rambut di sepertiga atau separo kepala. Yang pokok ada bagian tertentu dalam kepala yang bersih tanpa tumbuhan rambut sehelaipun. Kalau gundul atau plontos terjadi karena kesengajaan rambut dicukur atau semua rambut memang sudah gugur. Untuk kepala gundul atau plontos pada saatnya masih bisa atau dimungkinkan adanya tumbuh rambut.
Kebanyakan Laki-laki
Kalau berbicara tentang botak bayangan saya tertuju pada kaum profesor cerdik cendekiawan. Itupun kaum laki-laki. Sesudah itu barulah datang bayangan kenalan-kenalan yang mengalami penderitaan sakit kanker. Sejauh saya tahu mereka dapat menderita kerontokan rambut karena kemoterapi. Saya tidak tahu yang terakhir ini termasuk botak atau gundul. Yang jelas kepala bisa sungguh thelis-thelis (bersih berkilau tanpa rambut). Yang seperti ini dapat melanda baik laki-laki maupun perempuan. Yang jelas kalau thelis-thelis itu kondisi gundul sehingga tidak termasuk botak.
Meskipun demikian kalau kebotakan banyak dikaitkan dengan kaum laki-laki memang ada benarnya. Dari sebuah seminar saya mendapatkan penjelasan bahwa botak melanda sekitar 60-70% laki-laki. Sedang di kalangan kaum perempuan yang terkena kebotakan hanya sekitar 15-20%. Ada perbedaan kebotakan laki-laki dan perempuan. Dari https://hellosehat.com saya menemukan “Kebotakan yang terjadi pada pria dan wanita tidak sama persis. Pada wanita botak, tanda awal yang muncul adalah jumlah helai rambut yang tidak setebal biasanya. Anda mungkin juga akan menyadari kalau kulit kepala bisa dengan mudah terlihat karena tidak tertutupi oleh rambut.” Kebotakan laki-laki adalah ke-thelis-thelis-an kepala tetapi masih ada hiasan deretan rambut. Sedang kebotakan perempuan datang karena ketipisan helai-helai rambut yang tak mampu menutupi kulit kepala.
Kebotakan Lansia
Ternyata orang dapat menjadi botak karena keturunan. Tetapi saya tidak akan berbicara hal ini. Yang menjadi pembicaraan dalam tulisan ini adalah untuk dunia kaum lansia. Kata orang ahli kebotakan lansia amat berkaitan dengan hormon androgen.
Hormon laki-laki
Ketika saya membuka internet ada tertulis “Hormon androgen biasa disebut sebagai “hormon laki-laki”. Sebab, secara umum hormon ini mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan organ reproduksi atau organ seksual pria. Meski demikian, hormon androgen sebenarnya juga diproduksi dalam tubuh wanita. Meski tidak sebanyak laki-laki, androgen tetap memiliki fungsi penting bagi organ reproduksi wanita.” (https://www.alodokter.com) Saya tidak dapat berbicara tentang hormon karena saya buta akan ilmu kimia. Yang menarik bagi saya adalah bahwa kata adrogen erat dengan kelaki-lakian. Dari beberapa bacaan saya mendapatkan pengetahuan bahwa hormon ini berhubungan dengan organ seksual laki-laki. Akibat hormon androgen laki-laki yang masuk masa pubertas akan mengalami perubahan fisik. Banyak orang tahu bahwa pada laki-laki yang sudah puber akan tumbuh kumis, janggut, rambut dada atas, rambut pada kaki dan paha serta kemaluan. Sekalipun namanya hormon laki-laki, hal ini juga ada pada perempuan hanya kadarnya amat kecil dibandingkan dengan kaum laki-laki. Bila seorang perempuan memiliki hormon ini dalam kadar cukup besar, dia juga bisa mempunyai kumis tipis dan bulu akan lebat misalnya pada kaki.
“Hormon laki-laki” lansia
Di dalam https://www.halodoc.com/kesehatan/botak saya menemukan penjelasan “Penyebab kebotakan yang paling umum adalah karena usia dan faktor genetik. Terutama mereka yang sudah menginjak usia di atas 40 tahun atau memang memiliki faktor keturunan yang mengalami kerontokan rambut.” Faktor usia sebagai penyebab kebotakan mudah dialami oleh orang berusia 40an tahun keatas. Dengan demikian kalau lansia mengalami kebotakan, hal ini dapat dikatakan sebagai kewajaran. Seseorang sudah masuk golongan lanjut usia kalau sudah menginjak usia 60 tahun. Bahkan di kalangan umum kebotakan dapat menjadi salah satu tanda kelansiaan.
Satu hal yang harus
diperhatikan oleh lansia bila mengalami kebotakan karena faktor usia adalah
“hormon laki-laki”. Sekalipun pada
perempuan juga terdapat “hormon laki-laki”, tetapi hormon ini amat mewarnai
kehidupan kaum pria. Sekitar 60-70% laki-laki mengalami kebotakan karena
terjadinya perubahan “hormon laki-laki”. “Perubahan atau ketidakseimbangan
hormon dapat menyebabkan Anda mengalami rambut rontok dan selanjutnya dapat
berujung kepada kebotakan rambut. Salah satu hormon yang berhubungan dengan
pertumbuhan rambut adalah hormon androgen atau hormon seks pria. Salah satu
fungsi dari hormon androgen adalah untuk mengatur pertumbuhan rambut.
Penelitian menunjukkan bahwa pola kebotakan pada pria berhubungan dengan hormon
androgen.” (https://hellosehat.com/hidup-sehat) Pada umumnya kaum lansia pria pengalami perubahan
hormon seks dengan menurunnya libido atau nafsu seksnya. Hal ini tentu
mempengaruhi pertumbuhan rambut kepala. Kerontokan rambut sebetulnya biasa
dalam kehidupan seorang laki-laki. Tetapi ketika hormon androgen masih normal
pergantian rambut akan selalu terjadi. Hal ini berbeda dengan pada umumnya
lansia laki-laki yang sudah menipis bahkan menghilang daya dorong seksualnya.
Pertumbuhan rambut baru pada kepala bisa tidak terjadi ketika terjadi kerontokan. Kondisi seperti
inilah yang menjadikan kebotakan dapat menjadi salah satu ciri pada umumnya
lansia laki-laki.
Untuk kaum perempuan
perubahan hormon androgen terjadi ketika mengalami menopause. Hal ini juga bisa menyebabkan kerontokan
rambut. Tetapi kerontokan rambut pada perempuan tidak hanya terjadi karena
menopause. Kehamilan juga biasa menyebabkan rambut rontok.
“Pada wanita, perubahan hormon androgen biasanya terjadi setelah menopause, yang dapat menyebabkan kebotakan. Namun, beberapa ahli mengatakan bahwa itu tidak berhubungan langsung. Seperti dilansir dari webmd.com, Dr. Nicole Rogers, seorang ahli dermatologis dari Old Metairie Dermatology, mengatakan bahwa bisa jadi menopause dan rambut rontok hanya terjadi pada usia yang sama, tidak ada hubungan langsung.” (idem https://hellosehat.com/hidup-sehat)
Belajar dari Gereja
Ketika
memberikan pengantar dalam buku saya DOMUS
PACIS PUREN DI MATA HATIKU (Pohon Cahaya, 2020), berkaitan dengan kaum
lansia Rm. Yohanes Gunawan mengatakan:
Pada puncak peringatan Tahun Lansia Internasional 1 Oktober 1999, Paus Yohanes Paulus II menulis sepucuk surat secara khusus untuk para lanjut usia, baik kaum awam maupun kaum religius yang sudah lanjut usia (Letter to the Elderly). Bapa Suci mengungkapkan bahwa masa lanjut usia merupakan masa yang penuh keuntungan, penuh rahmat, berkembangnya kebijaksanaan yang matang berkat pengalaman masa silam. Ditegaskan oleh Bapa Suci demikian: ”Seperti diamati oleh St. Hieronimus, dengan makin meredanya nafsu-nafsu ’berkembanglah kebijaksanaan, dan mendatangkan lebih nasehat-nasehat yang matang’. Dalam arti tertentu itulah musim kebijaksanaan, yang pada umumnya bertumbuh dari pengalaman”.
Nafsu mereda
Orang Jawa tradisional sering menghubungkan nafsu-nafsu dalam kaitannya dengan harta, tahta, wanita. Tentu saja ini lebih terarah pada kaum lelaki. Tetapi berkaitan dengan masalah kepala botak, saya merasa baik-baik saja. Bukankah kepala botak lebih melanda kaum lansia laki-laki daripada kaum perempuan? Apalagi kebotakan lansia laki-laki lebih berkaitan dengan hormon seksual yang juga disebut hormon laki-laki. Hal ini membuat saya mengaitkan nafsu, yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II berdasarkan pengamatan Santo Hieronimus, dengan berahi atau libido. Ketika membuka buku KONKORDANSI ALKITAB (BPK Gunung Mulia dan Penerbitan Yayasan Kanisius, 1978), saya menemukan 4 ayat yang secara eksplisit menyebut kata “berahi”:
- Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." (Kej 3:16)
- rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya. (Ams 5:19)
- Walaupun hal itu dilihat oleh adiknya, Oholiba, ia lebih berahi lagi dan persundalannya melebihi lagi dari kakaknya. (Yeh 23:11)
- Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (Rm 1:27)
Keempat ayat berbicara tentang berahi yang erat dengan terjadinya atau paling tidak keinginan hubungan seksual. Kitab Kejadian dan Amsal berbicara dalam hubungan suami istri. Sedang Kitab Yehezkiel dan Surat Paulus kepada Umat Roma mengaitkan dengan penyelewengan seksual baik sebagai tindakan mesum maupun kelainan seksual.
Sebenarnya nafsu berahi sebagai dorongan seksual adalah wajar bagi manusia. Manusia bukan roh halus. Setiap orang selalu berjiwa dan berbadan. Kesatuan badan dan jiwa menjadi realita kehidupan setiap orang. Kalau tidak hati-hati ada gambaran bahwa seksualitas adalah bahaya bagi hidup manusia. Seksualitas amat mudah menjerumuskan orang kedalam kehidupan amoral. Tetapi seksualitas amat berkaitan dengan unsur hormonal dalam setiap orang. Baik atau buruknya penghayatan seksualitas amat tergantung pada sikap jiwani orang. Apa yang tercantum pada pengalaman akan nafsu berahi dalam Kitab Yehezkiel (23:11) dan yang dikatakan oleh Santo Paulus dalam surat kepada Umat Roma (1:27), hal itu amat berkaitan dengan jiwa seseorang yang hanya mencari kesenangan dan kenikmatan diri. Sedang yang ada dalam Kitab Kejadian (3:16) dan Kitab Amsal (5:19) adalah kewajaran hidup sebagai orang berkeluarga. Bahkan Kitab Amsal menyampaikan berahi kapanpun terjadi atas landasan jiwa mencinta. Nafsu berahi seperti itu di kalangan kaum lansia terutama laki-laki akan mengalami keredaan. Meredanya nafsu berahi amat berkaitan dengan perubahan hormon seksual.
Sebuah tantangan kehidupan
Bagaimanapun juga meredanya nafsu seksual pada kaum lansia menjadi pengalaman batin yang bisa membawa perkembangan jiwa orang menjadi negatif atau menjadi positif. Di dalam kehidupan beriman hal ini amat berkaitan dengan penghayatan kehidupan yang terbuka pada bimbingan Roh Kudus atau tidak.
Bahaya jadi lansia negatif
Sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus kehidupan yang berlawanan dengan Roh Kudus disebut perbuatan daging. Santo Paulus membeberkan tentang perbuatan daging. Bagi Paulus “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:19-21) Dari deretan ungkapan dan wujud perbuatan daging, pada hemat saya yang menyangkut berahi adalah percabulan, kecemaran, dan hawa nafsu. Kalau disebut sebagai perbuatan daging, hal ini menjadi kebiasaan berperilaku.
Perilaku mengumbar berahi dalam keseharian dapat menimbulkan masalah berat dalam kehidupan lansia. Meredanya hormon seksual mengakibatkan kekuatan berahi menurun bahkan menghilang. Bagi yang sudah biasa berperilaku menuruti nafsu berahi, mereda bahkan menghilangnya daya seksual bisa menjadi kenyataan hidup yang sulit diterima. Lansia seperti ini dapat menderita ati karep daya cupet (hati masih berkehendak tetapi daya sudah tidak memadahi). Pikiran dan perasaan masih dikuasai oleh kehendak bermain seks, tetapi daya kemampuan sudah menghilang. Lansia yang tidak menerima kenyataan seperti ini oleh Santo Paulus disebut tidak mendapatkan bagian dalam Kerajaan Allah (Gal 5:21). Sosok seperti ini tidak mengalami ketenangan dan ketenteraman hidup. Dia berada dalam sikap tidak dapat menerima realita perkembangan biologis sebagai lansia. Sosok lansia seperti ini tidak mengalami kematangan perkembangan diri. Bapak A. Supratiknya, seorang psikolog, mengetengahkan pokok-pokok lansia yang tidak mencapai kematangan diri menurut Ericson. Hal ini disampaikan dalam seminar untuk para lansia di Domus Pacis Puren pada Minggu 5 Agustus 2018. Pada hemat saya, berkaitan dengan masalah lansia yang tak mampu menerima realitas perubahan hormon seksual, ada lima pokok perilaku negatif yang mudah terjadi :
- Mencerminkan
ketidak-mampuan untuk menerima kenyataan bahwa inilah satu-satunya
kehidupan yang mereka miliki dan bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan
tersebut merupakan buah dari usaha mereka sendiri.
- Mencerminkan
ketidak-mampuan menghadapi berbagai kesulitan dan/atau ancaman fisik
maupun ekonomi.
- Mencerminkan
sifat-sifat orang yang tidak bahagia, pesimis, dan kurang puas dengan
kehidupan mereka.
- Mencerminkan
sikap orang yang terjebak pada perasaan kecewa dan serba menyalahkan pihak
lain, sehingga tidak mampu belajar menjadi lebih arif dari berbagai
kesalahan yang pernah diperbuat.
- Mencerminkan sikap dasar penuh kekecewaan-penyesalan, merasa tidak berdaya, dan tidak mampu menerima diri apa adanya.
Menjadi lansia positif
Kalau hidup negatif adalah buah hidup menurut daging, maka yang positif terjadi karena hidup dalam keterbukaan pada bimbingan Roh Kudus. Santo Paulus berkata “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” (Gal 5:22-24) Dalam kaitan dengan hormon seksual pada hemat saya buah Roh yang cukup mewarnai untuk menjadikan orang positif adalah “kasih, sukacita, dan damai sejahtera” (ay 22). Bagi para murid Kristus kasih adalah hukum utama dan dasar orang Kristiani. Tuhan Yesus bersabda “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh 15:10-12) Orang yang sungguh hidup dalam kasih akan memiliki keutamaan hidup seperti kesabaran, kemurahan, kebaikan, dan kesetiaan karena orang dapat hidup berkorban. Hidup dalam kasih membuat orang tak hanya mengejar kesenangan dan kehendak diri. Orang akan hidup dalam kepentingan yang dikasihi (band. ay 13). Hubungan seks akan menjadi tanda cinta sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Amsal yang menyatakan lekatnya berahi dan cinta (band. 5:19).
Bagi kaum lansia meredanya hormon
seksual justru dapat membuat perhatian lebih mendalam dalam pengalaman cinta
kasih. Daya seksual dapat menghilang tetapi kasih itu abadi. Bukankah Allah
adalah kasih? (1Yoh 4:8) Orang yang menghayati segalanya termasuk dorongan
berahi dengan dasar kasih akan mengalami kelansiaan sebagai masa makin mesra
dalam hubungan batin dengan yang ilahi. Lalu bagaimana dengan mereka yang hidup lampaunya
terlalu mengejar senang dan kehendak diri termasuk dalam nikmat seksual? Bagi
para pengikut Kristus orang tidak perlu dirundung
keprihatinan dan ketakutan. Bagi kaum beriman Kristiani “Allah mengutus
Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk
menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:17). Dengan bertobat orang tetap ada dalam
Kerajaan Allah kalau terbuka dan mempercayakan diri pada Kristus
yang menjadi tanda suka cinta ilahi (band. Mrk 1:15). Dalam hal ini pertobatan
bukan melulu menjadi tantangan bagi kaum pendosa. Orang baik-baik juga harus
menjaga agar tetap menghayati pertobatan sebagai sikap batin berkiblat pada
Allah. Dengan ini orang dapat menerima realita diri dan terbuka untuk
pengembangan dan pendalaman diri. Ada pokok-pokok lansia yang mampu menghayati
diri menjadi posisif disampaikan oleh Bapak Supratiknya pada Minggu 5 Agustus
2018. Menurut saya ada beberapa sikap yang bisa muncul :
- Mencerminkan
keyakinan bahwa semua yang mereka capai hingga kini merupakan buah dari
pilihan dan usaha mereka sendiri.
- Mencerminkan
keyakinan bahwa inilah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki dan bahwa
semua yang terjadi dalam kehidupan itu merupakan buah dari usaha mereka
sendiri.
- Mencerminkan
kemampuan untuk mengakui di hadapan diri mereka sendiri maupun di hadapan
semua orang lain bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas semua
kesulitan dan kegagalan yang pernah mereka alami.
- Mencerminkan
sifat orang yang mampu menyongsong tahap akhir kehidupan sebagai pribadi
yang mencapai kepenuhan diri.
- Mencerminkan sikap dasar penuh rasa syukur, memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, serta menerima diri maupun orang lain apa adanya.
Belajar Menghayati Cinta Adiyuswa
Dengan meredanya
nafsu-nafsu dalam diri lansia, Rm. Gunawan mencatat kata-kata Paus Yohanes
Paulus II “Dalam arti tertentu itulah musim kebijaksanaan, yang pada
umumnya bertumbuh dari pengalaman” (idem). Bagi orang yang mencapai kematangan
masa lansia disebut sebagai musim kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan tercapai
karena pengalaman.
Kesejatian tua
Masa tua atau lansia kerap dikaitkan dengan usia. Orang disebut lansia mulai dengan usia 60 tahun. Dari sini akan ada lansia dasar (60-75 tahun), lansia madya (75-90), usia amat lanjut (90 tahun keatas). Tetapi bagi orang beriman makna lansia tidak terutama dilihat dari segi usia. “Sebab usia lanjut adalah terhormat bukan karena waktunya panjang dan bukan karena tahunnya berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang adalah uban, dan hidup yang tak bercela merupakan usia yang lanjut.” (Kebj 4:8-9). Kesejatian usia lanjut di hadapan Tuhan ditentukan oleh hidup terhormat bukan karena lama hidup berpuluh-puluh tahun. Yang menentukan adalah pengertian atau kebijaksanaan dan hidup tanpa cela.
Di kalangan masyarakat umum yang bijak dan terhormat atau tanpa cela kerap disebut orang ber”pengalaman”. Dan yang berpengalaman ini kerap diibaratkan sudah “banyak makan asam garam” sehingga makin banyak usianya dianggap makin berpengalaman. Padahal pengalaman pada dasarnya datang pada orang yang mampu menerima dan menghadapi kejadian atau peristiwa nyata dan kemudian merefleksikannya. Yang memiliki kebiasaan merenungkan apapun yang dihadapi akan mendapatkan kematangan diri. Sebagai orang Katolik kita mendapatkan teladan hidup beriman terutama dalam diri Bunda Maria. Sekalipun masih muda Bunda Maria terbiasa “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Luk 2:19) Di dalam pengalaman kita bisa menemukan orang-orang yang relatif masih masuk golongan muda tetapi mendapatkan status terhormat masuk menjadi jajaran yang dipercaya mengurus banyak orang. Orang-orang muda seperti ini masuk golongan “yang dituakan”.
Menjadi lansia yang sungguh tua
Saya beberapa kali menjumpai orang yang tidak mau menerima istilah lanjut usia (lansia) disematkan pada golongan usia 60 tahun keatas. Mereka mengatakan bahwa yang baik adalah “adiyuswa”. Tidak sedikit kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban dan organisasi orang-orang berusia 60 tahun keatas menamakan diri golongan adiyuswa. Kata adiyuswa berasal dari kata Jawa adi (indah) dan yuswa (usia). Orang-orang atau kelompok-kelompok seperti ini memandang kaum seusianya adalah generasi berusia emas. Bahkan Paus Yohanes Paulus II menyebutnya sebagai golongan yang memetik “musim kebijaksanaan”. Tetapi di dalam kenyataan tak jarang saya melihat seorang lansia menyebalkan. Dia masih berlagak seperti anak-anak muda. Ada yang masih suka mengomongkan kesuksesan masa lalu padahal masa kini kondisinya amat berbalik. Dalam pergaulan dengan lawan jenis masih ada yang tampil pasang aksi seakan-akan masih memiliki daya tarik. Bagi yang masih berdua kakek-nenek ada yang kalau tidur berbeda ranjang karena mungkin ada gambaran tidur seranjang sama dengan kesiagaan berhubungan seksual. Dari ceritera dalam buku atau tayangan film dan sinetron saya menemukan kegundahan lansia yang sudah tak memiliki daya perkelaminan.
Dari kejadian-kejadian itu saya menyadari bahwa keindahan kelansiaan tidak selalu nampak dalam setiap orang lansia. Tetapi bagaimanapun juga dambaan menghayati usia lanjut yang membahagiakan baik dalam diri sendiri maupun terhadap orang lain ada pada setiap orang. Memang saya juga menjumpai sosok-sosok lansia yang tampak menghayati “musim kebijaksanaan” atau ke-adiyuswa-an. Di antara mereka ada yang penghayatannya datang secara alamiah. Saya yakin bahwa sosok-sosok seperti ini terbiasa refleksi dalam hidupnya. Tetapi ada yang sesudah masuk menjadi lansia sungguh tampak tampil bijaksana dan disukai banyak orang, padahal dulu hidupnya banyak membuat batu sandungan orang lain. Saya yakin bahwa sosok-sosok seperti ini adalah orang yang mampu berbalik dari pola batinnya atau yang dalam keimanan disebut mengalami pertobatan. Dari ini semua saya meyakini bahwa menjadi lansia yang sungguh tua, dalam arti mampu menghayati masa kelansiaan secara positif, adalah dambaan atau cita-cita orang yang mengalami atau akan mengalami masa usia lanjut. Kesejatian tua tidak datang bergitu saja menurut pertambahan usia. Kesejatian tua adalah perjuangan pembiasaan olah batin yang bisa sudah menjadi kebiasaan sejak muda. Tetapi pembiasaan olah hati ini bisa datang ketika orang sudah masuk dalam usia lanjut karena pertobatan atau kesadaran sikap sedia berbalik dari kebiasaan buruk masa lampau.
Tantangan
rohani hadapi “kebotakan”
Uraian-uraian di
atas tentang kepala botak yang disandang oleh kaum lansia bagi saya menjadi
indikasi hadirnya realita tertentu dalam hidup seseorang. Ini adalah realita
perubahan hormon seksual. Tidak semua yang mengalami perubahan hormon seksual
akan menjadi botak. Memang, banyak kaum priya yang megalaminya secara alami
karena 60-70% melanda mereka. Tetapi bagi kaum perempuan persentasenya hanya
15-20%. Oleh karena itu yang paling pokok bagi kaum lansia adalah realita daya
seksual yang ada dalam kelansiaan.
Bagi orang
beriman ada pencerahan bahwa seksualita amat berkaitan dengan penghayatan akan
hidup kasih atau cinta. Di dalam Perjanjian Lama ada Kitab Kidung Agung yang
dalam keseluruhan 8 bab dan 113 ayat isinya menggambarkan hubungan cinta atau
kasih antara laki-laki dan perempuan. Dari 113 ayat itu hanya ada satu kata
Tuhan muncul yaitu dalam bab 8 ayat 6 yang berbunyi “Taruhlah aku seperti
meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti
maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api,
seperti nyala api TUHAN!” Sekuat dan segairah apapun sehingga hidup ini
seakan-akan ada dalam aura seksual dalam berkasih-kasihan, hal itu menjadi
perlambang akan cahaya Tuhan. Hubungan Tuhan dengan umat memang sering
digambarkan seperti hubungan perkawinan. Sebagai contoh kita dapat membaca
salah satu kutipan. “Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang
anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan
seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan,
demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” (Yes 62:5). Bagi orang beriman
hubungan seksual akan dilandasi oleh jiwa kasih cinta sehingga menjadi pertanda
hubungan personal dengan Tuhan. Tanpa Tuhan itu hanya menjadi umbaran berahi
yang tak pernah menghadirkan kebahagiaan sejati karena orang tak pernah sungguh
puas sehingga selalu mengejarnya karena tiada kepuasan yang menyentuh
lubuk hati. Lain halnya dengan seksualitas yang selalu menjadi pertanda kasih
Tuhan. Daya berahi bisa mereda, pudar, dan menghilang. Tetapi yang ditandakan,
yaitu kasih Tuhan, tak akan padam karena “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8). Dalam
Allah seksualitas tidak menjadi hal sempit soal hubungan perkelaminan. Di dalam
hidup berkeluarga Gereja Katolik menyatakan “Oleh karena
Allah telah menciptakannya sebagai pria dan wanita, maka cinta di antara mereka
menjadi gambar dari cinta yang tak tergoyangkan dan absolut, yang dengannya
Allah mencintai manusia.” (Katekismus Gereja Katolik 1604). Dengan
demikian tantangan bagi lansia dalam penghayatan seksual adalah menghayati
keabsolutan cinta sebagai pengalaman dicintai Allah.
Mendalami kesejatian cinta
Karena untuk
menghayati kehidupan seksual sebagai kebijaksanaan iman, orang harus memiliki
kemesraan dengan Tuhan. Hatinya harus terbangun dan terkembangkan biasa
berhubungan dengan Tuhan secara personal. Hal ini menuntut adanya penghayatan
hati.
Kesempatan luas lansia
Untuk mendapatkan
keheningan hati orang harus mampu menyendiri. Bagi orang Jawa
kegiatan menyendiri kerap disebut bertapa atau samadi. Di dalam kegiatan Gereja
ini menjadi yang disebut retret atau rekoleksi. Di dalam retret atau rekoleksi
ada penekanan diri untuk sendiri merenung. Umat Kristiani banyak melakukan
retret atau rekoleksi dengan pergi ke tempat khusus yang kerap disebut rumah
retret. Di rumah retret orang bisa melepas kesibukan harian untuk mengalami
kesempatan ada dalam kesendirian. Di dalam seminari dan biara ada jam-jam
tertentu yang menuntut silentium atau
suasana diam. Dalam jam-jam itu ada larangan untuk omong dengan orang lain.
Dalam suasana seperti ini seorang calon imam, suster, bruder dalam kediaman
membangun dan mengembangkan relasi personal dengan Tuhan.
Suasana ada dalam
kesendirian bagi lansia tidak perlu harus mengikuti kegiatan retret dengan
beaya khusus. Lansia juga tidak perlu harus meminta jadual jam tertentu untuk
mengalami diam merenung. Pada umumnya kaum lansia mengalami kesendirian sebagai
kenyataan harian. Tidak sedikit lansia yang kehilangan teman-teman dekat
sebaya. Sekalipun berada serumah dengan anak-cucu, lansia bisa tidak mudah
untuk duduk bersama dengan mereka. Anak-cucu banyak disibukkan oleh pekerjaan dan
atau dunianya serta jaringan pergaulannya sendiri. Sekalipun barangkali
ikut banyak kumpulan, seorang lansia akan mengalami mayoritas hidup dalam
kesendirian di rumah. Pada zaman kini kesendirian akan menjadi hal yang harus
dihadapi oleh kebanyakan lansia. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana kaum
lansia menghadapi kesendirian sebagai kesempatan emas atau anugerah besar
ilahi.
Mengolah cinta bersama Allah
Hubungan personal
dengan Tuhan justru menjadi kesejatian doa. Tuhan Yesus bersabda “Tetapi jika
engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada
Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” (Mat 6:6) Sendiri bersama Tuhan menjadi
doa yang sungguh personal. Bagi saya masuk tempat tersembunyi berarti berada
dalam hati bersama Allah Bapa. Berkaitan dengan perkembangan seksualitas,
seorang lansia dapat membawa pengalaman segala peristiwa dalam hubungannya atau
pergaulannya dengan lawan jenis. Ini adalah peristiwa omong-omong dengan Tuhan
dalam hati. Omong-omong dengan Tuhan dalam hati ini memang dapat dengan sikap
tertentu dan di tempat tertentu. Tetapi yang pokok adalah terjadi omong-omong dalam
hati dalam keadaan apapun misalnya pada saat duduk dan nonton TV. Bahkan ketika
kita sedang berhadapan dengan orang serumah ataupun tamu. Kita dapat omong
singkat dengan Tuhan seperti kirim SMS dalam hati. Bagi saya ada dua macam
peristiwa seksual yang menjadi bahan omong-omong dengan Tuhan dalam hati :
· Peristiwa-peristiwa masa kini. Apapun yang menyentuh hal seksual
masa kini sebagai lansia dapat kita bayangkan. Pikiran, perasaan, kehendak apa
saja yang muncul? Siapa-siapa saja yang tersangkut di situ? Itu semua dapat
kita omongkan dengan Tuhan dalam hati.
· Peristiwa-peristiwa yang sudah lewat. Bisa jadi kita teringat akan
kejadian-kejadian yang telah lewat kapanpun. Kita juga menjadikannya bahan
omong-omong dengan Tuhan dalam hati.
Kalau omong-omong dalam hati itu menjadi kebiasaan, kita sungguh akan memiliki pengalaman nyata berkaitan dengan kehidupan seksualitas. Segalanya masuk dalam hati dan sadar atau tidak sadar akan menjadi permenungan dengan terang Roh Kudus. Secara alamiah kita akan mengingat berbagai peristiwa manusiawi itu bersama Allah Tritunggal. Kita menjalani olah hati itu sebagai ketaatan menjalani petujuk Tuhan Yesus untuk masuk di tempat tersembunyi. Di situ kita berjuma dengan Bapa atas daya Roh Kudus, karena setiap orang adalah bait Roh (1Kor 6:19).
Pembiasaan diri
olah hati seperti itu bagi lansia sungguh membuat dan menjaga kematangan diri.
Lansia sungguh menjadi golongan tua yang berpengalaman, karena selalu belajar
dan belajar serta berguru dan berguru dalam kehidupannya. Bukankah pengalaman
adalah guru yang paling baik dan bermutu? Dan dengan menjumpakan
peristiwa-peristiwa dalam hati kepada Allah, kita tidak hanya mendapatkan
mengalami manusiawi. Kita juga menghayati pengalaman rohani dalam kehidupan
seksual. Kita akan boleh mengenyam usia lanjut sebagai adiyuswa. “Hidup yang panjang diyakini sebagai tanda
kemurahan hati Ilahi (bdk. Kej
11:10-32). Selain itu, masa lanjut usia juga menjadi masa yang sungguh
menguntungkan bagi usaha mengantarkan hidup hingga kepenuhannya sesuai dengan
rencana Allah bagi setiap orang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kematangan
manusiawi dan tanda berkat Allah.” (Rm. Yohanes Gunawan
pada “Kata Pengantar” dalam DOMUS PACIS PUREN DI MATA HATIKU, Pohon
Cahaya 2020).
No comments:
Post a Comment