Tuesday, July 13, 2021

Bengok-bengok? (Pengalaman Lampau di Puren)

 

Beliau memang terkenal dengan eksentriknya. Darah seniman amat tampak dalam karya-karya seninya. Tampilan yang bertentangan dengan kehalusan model Jawa justru membuat beliau gembira dengan cap “rama gali”. Suaranya pun jauh dari nada lembut desertai volume bagaikan orang berteriak di sawah tanpa pengeras suara. Meskipun demikian banyak umat baik tua-muda maupun dewasa-anak menyayanginya. Kemurahhatian dan kepedulian pada yang membutuhkan amat besar. Kepekaan akan lingkungan juga dapat dibanggakan.

 

Itulah sekelumit sosok salah satu rama yang akhirnya menjadi salah satu penghuni rumah tua imam-imam praja. Secara bertahap ciri-ciri yang digambarkan di atas menghilang. Kemampuan membuat karya seni terhenti karena kekuatan tangan tinggal kenangan. Kesukaan bermotor juga menjadi masa lampau. Suara kerasnya juga sudah tidak ada. Berbicara pun tidak lancar dan jadi terbata-bata. Pola makan memang memperkuat diabetes dalam dirinya dan menjadikannya stroke dan penglihatan memudar. Tetapi semangat kemurahhatian tetap eksis, sehingga setiap mendapat uang selalu cepat lenyap karena selalu saja ada orang datang meminta bantuan.

 

Ada satu hal yang membuatnya bergairah. Dia memiliki banyak ayam. Kebetulan di rumah tua ada kandang ayam yang letaknya di kebun luar berbatasan dengan ruang makan. Posisi kebun itu di tanah rendah sehingga untuk masuk harus lewat beberapa tangga.

 

Pada suatu pagi ketika sedang menikmati santapan di kamar makan, karyawan berkata bahwa rama yang dikisahkan itu terjatuh di kebun kandang ayam. Karyawan menemukan dia tergeletak pada sekitar jam 05.30 ketika akan membuka kandang ayam. “Lho, kowé mlaku tekan kandhang, ta?” (Apakah kau berjalan sampai kandang) tanya salah satu rama yang dijawabnya dengan kata terbata-bata “Iya. Kira-kira jam siji bengi. Aku terus tiba klékaran” (Betul. Kira-kira jam satu malam. Aku terjatuh terguling-guling). Ternyata dia lebih dari empat jam terbaring di tanah dekat kandang. “Aku wis bengok-bengok tulung-tulung. Ning ora ana sing teka” (Aku sudah berseru-seru dan berteriak-teriak minta tolong. Tetapi tidak ada yang datang) beliau memberi keterangan juga dengan terbata-bata. Mendengar penjelasan itu ada rama yang berbisik pada rama lain di dekatnya “Ndak isih isa bengok-bengok?” (Apakah dia masih dapat berteriak-teriak?)

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...