Beliau memang terkenal dengan eksentriknya. Darah seniman amat tampak dalam karya-karya seninya. Tampilan yang bertentangan dengan kehalusan model Jawa justru membuat beliau gembira dengan cap “rama gali”. Suaranya pun jauh dari nada lembut desertai volume bagaikan orang berteriak di sawah tanpa pengeras suara. Meskipun demikian banyak umat baik tua-muda maupun dewasa-anak menyayanginya. Kemurahhatian dan kepedulian pada yang membutuhkan amat besar. Kepekaan akan lingkungan juga dapat dibanggakan.
Itulah
sekelumit sosok salah satu rama yang akhirnya menjadi salah satu penghuni rumah
tua imam-imam praja. Secara bertahap ciri-ciri yang digambarkan di atas
menghilang. Kemampuan membuat karya seni terhenti karena kekuatan tangan
tinggal kenangan. Kesukaan bermotor juga menjadi masa lampau. Suara kerasnya
juga sudah tidak ada. Berbicara pun tidak lancar dan jadi terbata-bata. Pola
makan memang memperkuat diabetes dalam dirinya dan menjadikannya stroke dan
penglihatan memudar. Tetapi semangat kemurahhatian tetap eksis, sehingga setiap
mendapat uang selalu cepat lenyap karena selalu saja ada orang datang meminta
bantuan.
Ada
satu hal yang membuatnya bergairah. Dia memiliki banyak ayam. Kebetulan di
rumah tua ada kandang ayam yang letaknya di kebun luar berbatasan dengan ruang
makan. Posisi kebun itu di tanah rendah sehingga untuk masuk harus lewat
beberapa tangga.
Pada suatu pagi ketika sedang menikmati santapan di kamar makan, karyawan berkata bahwa rama yang dikisahkan itu terjatuh di kebun kandang ayam. Karyawan menemukan dia tergeletak pada sekitar jam 05.30 ketika akan membuka kandang ayam. “Lho, kowé mlaku tekan kandhang, ta?” (Apakah kau berjalan sampai kandang) tanya salah satu rama yang dijawabnya dengan kata terbata-bata “Iya. Kira-kira jam siji bengi. Aku terus tiba klékaran” (Betul. Kira-kira jam satu malam. Aku terjatuh terguling-guling). Ternyata dia lebih dari empat jam terbaring di tanah dekat kandang. “Aku wis bengok-bengok tulung-tulung. Ning ora ana sing teka” (Aku sudah berseru-seru dan berteriak-teriak minta tolong. Tetapi tidak ada yang datang) beliau memberi keterangan juga dengan terbata-bata. Mendengar penjelasan itu ada rama yang berbisik pada rama lain di dekatnya “Ndak isih isa bengok-bengok?” (Apakah dia masih dapat berteriak-teriak?)
No comments:
Post a Comment