Rasa-rasanya tinggal di rumah tua para romo Domus Pacis bisa seperti tinggal di kompleks perumahan yang berdekatan dan berhimpitan satu sama lain. Memang, para romo tinggal di kamar masing-masing dalam satu rumah Domus. Tetapi setiap romo memiliki kesibukan dan hidupnya masing-masing. Perjumpaan hanya terjadi dalam makan bersama 3 kali sehari dan misa sekali sehari. Dalam 4 pertemuan itu dalam keadaan biasa tak pernah memakan waktu sampai 30 menit untuk masing-masing. Sesudah itu mereka berada di kamar masing-masing tanpa saling tahu apa yang dilakukan. Tetapi, barangkali seperti terjadi di kompleks perumahan atau juga dalam suasana bertetanggaan, terjadi orang-orang kumpul ngrumpi. Mereka membicarakan kejadian yang dilihat dari tetangga. Di Domus yang biasa kumpul ngrumpi adalah karyawan yang membicaraan peristiwa yang terjadi pada romo-romo Domus.
Kunjungan Natalan
Rm. Bambang memang kadang ikut bergabung dengan karyawan yang berkumpul, yang biasanya terjadi saat makan. Dari berbagai omongan Rm. Bambang tertarik pada topik kunjungan untuk para romo Domus sesudah Malam Natal 2022 hingga akhir tahun 2022. Ternyata paling tidak para romo Domus yang kamar-kamarnya di lantai 1 mendapatkan kunjungan. Para adik Rm. Ria, Rm. Harta, dan Rm. Priyanto datang berkunjung. Katanya ketiga romo itu tampak gembira karena adik-adik dan keluarganya datang. Sementara itu Rm. Yadi, Rm. Tri Hartono, Mgr. Blasius, dan Rm. Suntara mendapatkan kunjungan dari kemenakan dan atau sanak-saudara. Bahkan Rm. Jaya, yang biasanya paling sepi pengunjung, kata karyawan juga beberapa kali mendapatkan kunjungan sanak-saudara. Kunjungan itu dapat terjadi lebih dari sekali untuk romo-romo tertentu. Tentu saja yang datang adalah sanak keluarga berbeda. Suasana meriah dan gelak tawa dari kamar 9 hingga 14 juga terdengar sampai kamar 13 tempat romo Bambang.
"Siapa Saudaraku?"
Pada suatu ketika saat berhening diri Rm. Bambang agak tergetar hatinya. Dia agak tersentak bahwa tidak ada sanak famili yang punya hubungan darah yang mengunjunginya seperti teman-teman romo tua serumah. Pikirannya melayang hingga terbayang ke masa kank-kanak, remaja, dan selanjutnya. Dia hidup bersama ayahnya dan ibu tiri. Hubungan dengan sanak keluarga pihak ayah memang tidak cukup dekat. Kedekatan justru dengan keluarga ibu tiri. Kakak dan adik tak ada di rumah ayahnya. Maklumlah, dia anak tunggal ayahnya yang tidak beranak lagi dengan ibu tirinya. Sejak tahun 1974 dia hanya bersama ayahnya yang bercerai dengan ibu tirinya. Kadang-kadang dia memang berkunjung ke sanak famili bahkan keluarga ibu kandung yang baru dilihat ketika sudah berumur 16 tahun. Dengan keluarga ayahnya juga tidak dekat. Tetapi Bambang remaja bukanlah sosok introvert dan sulit gaul. Dia punya banyak teman dan sahabat-sahabat dekat.
Rm. Bambang menerima baptis Katolik pada 25 Maret 1967 ketika berada di kelas 1 SMA. Dengan menjadi Katolik dia merasa mendapatkan keluarga dan sanak saudara seiman dari Lingkungan Ambarrukmo. Dengan masuk Seminari hingga menjadi imam Rm. Bambang sungguh hidup untuk, dari, dan dalam kebersamaan dengan umat. Dia memang makin dekat dengan sanak saudari sesama silsilah. Tetapi kedekatan mendalam adalah dengan umat Katolik yang mengalami pelayanan bersama atau juga dengan yang mengalaminya. Aura hubungan seperti ini ternyata mempengaruhi hubungan dengan umat baru yang kemudian sebagian menjadi sosok-sosok peduli Domus Pacis. Maka, sekalipun tak ada kunjungan sanak saudara sama silsilah sesudah Malam Paskah, dia juga mengalami kunjungan-kunjungan dari umat Katolik seperti keluarga Bu Yanti dari Paroki Jombor, Riri dan ibu serta anaknya dari Semarang, Bu Santi dan suaminya dari Kalinegoro Magelang. Terhadap realita seperti ini Rm. Bambang teringat kata-kata Tuhan Yesus "Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (Mat 12:50).
No comments:
Post a Comment