Sunday, May 5, 2024

Makan Pepaya

Kini setiap hari saya makan buah pepaya. Itu adalah kebiasaan baru untuk saya. Sebenarnya sejak masih di Domus Pacis Puren hingga masuk April 2024 apel adalah buah harian santapan saya. Di almari es selalu tersedia buah apel. Kalau tinggal sedikit, Bu Rini seorang relawan Domus, akan membelikan dan mengisikannya di almari es, 

Sebetulnya

Kalau orang mengenal saya sejak kecil, dia bisa heran karena kebiasaan makan apel. Saya bukanlah orang suka buah. Saya hanya bisa menikmati buah pisang. Bahwa saya setiap hari makan apel, itu adalah akibat omongan seorang perawat RS Panti Rapih. Karena saya mengidap hipertensi maka dinasehatkan agar setiap hari makan apel merah, satu saja cukup. Dalam perkembangan saya memakannya pada pagi bangun tidur. Itu hasil baca artikel di internet bahwa makan buah pagi bangun tidur akan membunuh racun-racun dalam tubuh.

Berkaitan dengan buah-buahan ada yang saya melihat saja sudah menimbulkan kemuakan dalam hati. Pepaya adalah salah satu yang bagi saya kalau sampai hati harus menyingkirkannya. Tetapi dalam dua minggu terakhir di bulan April 2024 saya harus makan. Entah bagaimana saya mengalami masalah buang air besar. Beberapa hari saya bisa melakukan setelah tak buang selama 3 hari. Tetapi tinja begitu besar dan keras sehingga harus bersabar cukup lama untuk membuatnya bisa menjadi penghuni relung toilet. Sebenarnya saya sudah minum obat pelancar buang air besar. Tetapi kemudian yang terjadi sungguh amat memprihatinkan. Ketika duduk di toilet tinja sungguh geras dan tak bisa melewati dubur. Terpaksalah saya harus mengeruk dengan jari-jari tangan kiri. Itu terjadi sampai dua kali.

Di Domus Pacis ada jadual kunjungan dokter dari RS Panti Rapih seminggu sekali. Ketika ada dokter mengunjungi di kamar, saya bercerita tentang masalah buang air besar. Ternyata dokter itu berkata “Makan saja pepaya, rama”. Inilah latarbelakang semingguan terakhir setiap hari saya makan pepaya. Setiap hari karyawan mengupaskan pepaya dan ditempatkan dalam mangkuk plastik. Saya menyantap seperti makan cemilan dan tentu juga pagi bangun tidur.

Mukjizat Otak

Ternyata soal makan pepaya masuk dalam permenungan. Saya sungguh heran mengapa bisa makan pepaya bahkan merasakan keenakannya dalam satu hari saja. Rasa jijik tempo dulu berubah total dengan rasa enak menggeluti lidah. Ketika saya menimbang-nimbang, saya mendapatkan keyakinan itu berasal dari pikiran yang membuat saya begitu ingin terbebaskan dari masalah pertinjaan. Saya tidak mau kalau harus opname, seperti terjadi pada teman rama sepuh lain, hanya karena tidak bisa buang air besar. Saya juga tidak mau setiap kali akan buang air besar jari-jari tangan kiri harus menggali tinja yang bagaikan tanah keras dengan kerikil-kerikil. Pikiran seperti itu telah mengubah dengan cepat perasaan saya berkaitan dengan buah pepaya.

Ketika mengingat kehidupan yang sudah lewat saya menemukan kekuatan pikiran untuk menguasai diri saya. Dulu yang namanya jarum suntik adalah hal yang amat sangat saya jauhi. Berbagai suntikan vaksinasi tempo dulu membuat saya harus bersembunyi menghindari kerumunan antri disuntik. Tetapi ketika diserahi ikut mengatur pelaksanaan sebuah peristiwa vaksinasi di Seminari Tinggi Kentungan tahun 1975, demi tidak menjadi batu sandungan bagi teman-teman yang takut suntik, saya ikut disuntik. Kebetulan saya memang mengalami berkali-kali opname di RS Panti Rapih. Suntikan tentu menjadi santapan biasa. Dulu saya malu kalau harus tampil di muka massa karena kaki pincang. Tetapi ketika diminta menjadi lektor semasa SMA saya mendapatkan kata-kata seorang Ketua Lingkungan “Kakimu memang pincang. Tetapi yang dibutuhkan adalah suaramu yang menggunakan mulut dan bukan kaki” Kata-kata itu masuk dalam pikiran saya. Pikiran saya membuat saya tidak malu atas kepincangan saya di hadapan banyak orang. Dulu saya amat tidak suka makan sayuran. Bakmi, nasi gudeg, dan nasi goreng biasa muncul dalam menu harian saya. Pada Januari 2012 mulailah penyakit diabetes yang membuat saya menghubungkannya dengan kengerian kalau terjadi cuci darah. Saya bisa meninggalkan nasi dan menggantinya dengan sayuran. Pikiran saya mengatakan “Makan itu bukan terutama menyantap nasi tetapi membuat rasa kenyang. Asal banyak sayuran juga bisa membuat kenyang”.

Dengan merenungkan pengalaman-pengalaman itu saya sungguh merasakan kekuatan pikiran yang terjadi lewat organ otak. Ketika membuka-buka internet, dalam salah satu artikel saya menemukan kesimpulan tentang otak : “Keajaiban otak adalah bukti kehebatan alam dalam menciptakan organ yang begitu kompleks dan serbaguna. Dengan terus berkembangnya penelitian dalam bidang neurosains, kita semakin memahami potensi dan batas otak manusia. Sementara otak tetap menjadi fokus penelitian ilmiah, keunikan dan kemampuannya yang luar biasa menjadikan otak sebagai pilar utama dalam kehidupan manusia dan kunci menuju masa depan yang lebih cerah.” (https://bpmid.uma.ac.id) Dalam artikel ini juga dinyatakan bahwa “Salah satu kemampuan paling mengagumkan otak adalah kemampuannya untuk belajar dan beradaptasi. Otak manusia memiliki kemampuan plastisitas yang memungkinkannya membangun dan merusak koneksi antar neuron. Inilah yang memungkinkan kita belajar hal baru, mengingat informasi, dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar.”

Termasuk Rahmat Ilahi

Ketika menyadari kekuatan pikiran sesaat saya ingat yang katanya diungkaplam oleh René Descartes seorang filsuf terkenal. Dia mengatakan yang dalam bahasa Latin berbunyi “Cogito, ergo sum” (Aku berpikir, maka aku ada). Keberadaan seseorang sungguh terjadi kalau dia menggunakan pikirannya. Tetapi dalam permenungan saya menemukan dalam ungkapan itu yang menjadi pusat dan pokok adalah manusia. Sebagai orang yang berusaha untuk beriman dalam Tuhan Yesus saya menyadari bahwa pusat, asal, tujuan kehidupan adalah Tuhan Allah. Dalam perjuangan iman saya berusaha untuk selalu berusaha semakin mengikuti Tuhan Yesus sesuai dengan perkembangan situasi hidup. Berkaitan dengan daya pikir saya harus berupaya untuk mengenal pikiran Tuhan. Dalam hal ini saya amat terkesan dengan paparan Santo Paulus dalam surat kepada umat Filipi :

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Fil 2:5-11) 

Santo Paulus mendorong kita untuk memiliki pikiran, bahkan juga perasaan, yang ada dalam Tuhan Yesus. Dengan merenungkan kutipan itu saya menemukan kerangka berpikir yang dihayati oleh Tuhan Yesus :

  1. Walau punya status ke-Allah-an, Dia tidak mempertahankannya. Tuhan Yesus hidup menjadikan diri sama dengan manusia.
  2. Tuhan merendahkan diri sehingga rela menderita sebagai ketaatan iman.
  3. Segala kenikmatan dan kemuliaan adalah anugrah Allah.

Ketika saya menimbang-nimbang saya menemukan ungkapan kesimpulan berdasarkan kata-kata Tuhan Yesus “Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Mat 23:12) Dari sini ada semacam peringatan ditanamkan dalam relung hati bahwa saya dilarang untuk menyombongkan kepemilikan daya pikir. Itu adalah rahmat atau pemberian cuma-cuma dari Allah. Saya bisa menjalani yang tidak saya kehendaki dan bisa mengalami kenikmatan mendalam seperti dengan makan pepaya, itu adalah daya pikiran anugrah Roh Ilahi.

Kentungan, 30 April 2024

No comments:

Post a Comment

Rm. Vikjen Menginap Domus

Pagi itu, ketika waktu makan Sabtu 14 September 2024, suasana makan sungguh terisi banyak tawa. "Alatnya benar atau salah?" tanya ...