Ketika masih berada di paroki saya sungguh menjumpai jalan kekudusan dari banyak kaum awam. Saya memang seorang imam yang mengalami lama studi keagamaan bahkan masih ditambah kuliah sosiologi pastoral. Saya memang suka membaca riwayat santo santa. Tetapi di kalangan kaum awam, yang katanya hidupnya khas duniawi, saya banyak menjumpai jalan kekudusan secara langsung. Hal ini tidak berarti bahwa saya tidak menjumpai kekudusan di kalangan suster, bruder, dan rama. Tetapi pengalaman karya saya sungguh membuat saya mayoritas merapat ke kaum awam. Dua pengalaman yang kerap terbayang hingga usia lansia dan tinggal di rumah tua berasal dari seorang janda dan seorang duda. Pertama, seorang ibu tua menjada sudah lama karena ditinggal suami kawin dengan orang lain ketika masih muda. Ketika saya sembrono berkata "Kok mau tetap setia sampai tua? Kok tidak membalas?" Janda itu berkata "Lho, ngandikane dados Katolik niku le pegatan nek pun mati" (Lho, katanya untuk keluarga Katolik yang namanya cerai itu kalau sudah mati). Yang kedua, seorang bapak duda yang terkenal dengan sikap keras dan biasa memaksakan kehendak serta suka menang sendiri. Itu ketika belum menjadi duda yang sungguh sosok lemah lembut. Ketika saya tanya "Kok bisa mengalami perubahan drastis?", beliau menjawab "Niki wohe kula ngopeni bojo dhek dangu sakit ngantos ditimbali Gusti" (Ini adalah buah ketika harus lama mengurus dan mendampingi istri yang lama sakit hingga dipanggil Tuhan). Dua pengalaman itu menjadi cahaya khusus ketika saya mengalami kekecewaan bahkan kejengkelan berhadapan dengan orang lain. Yang paling terasa adalah ketika saya merasa tidak dinomorsatukan. Ini sering saya alami apalagi kalau ada janjian dan saya sudah siaga tetapi yang berjanji tidak menepati. Ternyata kerap terjadi ada hal lain yang membuat saya "dikalahkan". Barangkali sadar atau tidak sadar orang dapat berlaku demikian karena saya tidak akan marah. Apalagi kalau mendengar kata "Maaf, ya rama", saya malah tertawa. Bukankah di situ saya bisa selalu belajar untuk bergembira menjalani yang bukan kehendakku? Apakah hal-hal seperti ini bukan jalan mengembangkan diri sesuai kehendak-Nya? Bukankah dalam doa Bapa Kami ada "Jadilah kehendak-Mu"? Kalau rasanya terlampau kecewa dan jengkel, pengalaman janda dan duda itu mengingatkan saya akan kata-kata Tuhan Yesus di taman Getsemani "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat 26:39)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Peringatan Arwah Tiga Rama
Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...
-
Ini peristiwa Domus Pacis Santo Petrus Senin 4 Desember 2023. Ketika jam belum menunjuk angka 06.00, ada suara langkah-langkah kaki berlaria...
-
Pada Kamis sore 15 Agustus 2024 Rm. Bambang numpang mobil Bu Rini yang periksa dokter di RS Panti Rapih. Bu Katrin, adik bu Rini menjadi dri...
-
Orang biasa mendapatkan informasi bahwa di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan, ada 11 orang rama. Salah satu masih muda, berusia 43 tahun, ...
No comments:
Post a Comment