Sebenarnya biasa saja kalau ada romo atau frater ikut Misa Komunitas Domus diajak makan malam bareng para romo sepuh. Sebenarnya peristiwa seperti itu biasa terjadi pada setiap hari Senin sore. Pada Senin sore Misa Komunitas Domus biasa dipimpin oleh salah satu romo dari Seminari Tinggi Santo Paulus. Tetapi pada Kamis sore 26 Oktober 2023 Frater Bene ikut Misa Domus. Bahkan dia mengerjakan persiapan alat-alat Misa dan kemudian menjadi lektor serta membantu membagikan Komuni dua rupa. “Mangké tumut dhahar nggih” (Nanti ikut bergabung makan malam ya) saya berkata kepada Frater seusai Misa yang sore itu saya pimpin.
Sudah Amat Tuakah?
Dari omong-omong selama makan saya menangkap bahwa Frater Bene sudah melewati masa TOP (Tahun Orientasi Pastoral). Itu berarti studinya sudah lewat S1 dan kini sedang menyelesaikan S2 sebagai syarat untuk Sakramen Tahbisan Imamat. Ternyata seusai makan masih terjadi omong-omong di antara Frater Bene, Rm. Jarot, dan saya. Ketika Frater bertanya siapa angkatan tahbisan saya, tentu saja saya jawab “Bersama Rm. Kartasudarma dan Rm. Heru”. Selain itu saya masih menambahkan bahwa saya pernah keluar 2 tahun dari Seminari Tinggi. Ketika masuk Seminari Mertoyudan saya bersama cukup banyak romo, yang dua di antaranya adalah Rm. Supriyanto dan Rm. Tri Hartono. Keduanya kini juga menjadi penghuni Domus Pacis Santo Petrus tetapi sudah di kamar terus.
Ketika saya menyebut nama Rm. Supriyanto dan Rm. Tri Hartono, dari mimik yang saya tangkap ternyata Frater tidak tahu atau belum pernah tahu. Tetapi ketika saya sebut nama “Romo Heru”, dia langsung menyahut “Oh, Romo Heru Purnomo, ya?” Ternyata Frater menyebut Rm. Heru yang kini berada di Paroki BSB Semarang tempat dimana dulu Frater Bene menjalani TOP. Rm. Jarot kemudian mengatakan bahwa Rm. Heru masih lebih bawah dibandingkan dengan beliau. Rm. Jarot kemudian berceritera bahwa saya sebagai Frater TOP menjadi salah satu pamong ketika beliau masuk tahun pertama di Seminari. Tentu saja Rm. Wardi, yang termasuk staf senior Seminari Tinggi, dikisahkan ada di tahun keempat atau tahun terakhir sebagai siswa Seminari Mertoyudan.
Dari omong-omong itu saya merasa bahwa bagi para calon imam baru saya termasuk angkatan yang jauh di luar cakrawala pemahaman angkatan imamat. Padahal umur saya baru 72 menuju 73 tahun. Jauh lebih muda dibandingkan dengan Rm. Jaya, Mgr. Blasius, dan Rm. Yadi para sesama penghuni Domus. Bahkan Rm. Suntara, Rm. Ria, dan Rm. Supriyanto masih lebih tua dari pada saya sekalipun sesama “kepala 7”. Sementara itu dalam hal usia Frater Bene masih di bawah 30 tahun. Kalau ikut tabisan pada tahun 2024, usia imamatnya berada 43 tahun di bawah saya. Apakah kalau sudah masuk 40 tahun imamat seseorang sudah masuk amat tua di kalangan kaum imamat balita?
Masuk Golongan Legend?
Ketika Frater bertanya tentang karya di paroki mana saja, saya mengatakan “Dua tahun di Klaten dan kemudian di Salam. Tetapi 27 tahun menjadi tenaga lembaga misioner”. Dalam omong-omong Rm. Jarot menambahkan bahwa saya ikut berperan dalam berdirinya Museum Misi Muntilan. Tiba-tiba Frater berkata bahwa saya “legend”. Istilah itu pernah saya dengar dari seorang anak muda ketika mengomentari saya. Sebenarnya mendengar kata legend saya menghubungkan dengan kata legenda yang dalam tangkapan saya menunjuk pada kisah mitologis. Legenda menjadi kisah yeng menghadirkan latar belakang atau asal mula terjadinya hal-hal yang menjadi kepercayaan rakyat.
Sehari kemudian entah bagaimana saya teringat kata legend yang diucapkan oleh Frater Bene. Saya merasa ada nuansa lain yang mengandung pengertian khusus. Karena sering saya tangkap muncul dalam omongan anak muda, saya yakin itu telah menjadi kosa kata dalam bahasa gaul. Itulah sebabnya saya mencari tulisan dalam google. Dari salah satu tulisan saya menemukan penjelasan tentang kata legend :
Istilah ini bertujuan untuk mengenang kembali objek atau hal
yang pernah membuat berkesan bagi setiap orang.
Dalam bahasa gaul legend merupakan istilah untuk menyebut seseorang yang telah berjasa memberikan hiburan kepada orang lain dalam hal apapun. (https://madura.tribunnews.com/2023/02/05/arti-kata-legend-dan-gaje-dalam-bahasa-gaul-istilah-kekinian-populer-di-media-sosial-ada-contohnya?page=all)
Dengan pengertian itu saya terdorong untuk mengenang apa yang dalam diri saya menghadirkan kesan bagi banyak orang. Sebagai imam barangkali dulu banyak orang senang merasa terhibur terhadap khotbah saya. Tetapi ada juga yang tak suka karena lama. Barangkali untuk kaum lansia ada yang ingat akan Novena Ekaristi Seminar, yaitu temu lansia yang biasa diikuti 300-400 orang lansia di Domus Pacis Puren, Pringwulung. Di situ selalu ada pembicaraan tentang dunia kehidupan lansia dengan menghadirkan para ahli. Saya dipandang sebagai pemrakarsa. Program ini terhenti dengan adanya pandemi Covid-19 dan sesudah itu tak ada lagi. Tetapi istilah legend telah mendorong saya mengingat masa lalu. Apa saja yang tampaknya masih membuat kenangan tetapi kenangan yang bermakna untuk pengembangan iman? Jangan-jangan saya malah hanya mengagumi diri saya. Atau, jangan-jangan jadi kenanganpun hanya amat tipis.
Jadi Bagian Masa Lalu
Bagaimanapun juga saya memang sudah lansia. Kegiatan rutin ke Paroki Pringgolayan juga bersama kelompok lansia. Saya sering berkata bahwa meskipun lansia harus jadi lansia milenial yang terbuka pada perkembangan situasi hidup dan buadaya. Meskipun lansia saya harus mampu sambung dengan yang muda. Akan tetapi, dengan peristiwa berjumpa dengan Frater Bene, saya menyadari bahwa bagaimanapun juga saya adalah bagian masa lalu. Di hadapan generasi 40 tahun di bawah saya, saya harus rela kalau banyak yang tidak kenal. Barangkali ada yang masih ingat atau mendengar tentang saya. Tetapi saya harus rela kalau tidak masuk ke dalam perhantian kaum usia 30 tahun ke bawah. Bagi saya ini bukanlah sikap pesimis atau berwarna negatif. Itu adalah kemungkinan yang menjadi realita hidup. Sementara itu bagi saya di dalam realita terungkap kehendak ilahi. Padahal menerima dan menjalani kehendak Tuhan adalah kabar sukacita akar segala kebahagiaan. Di sini saya boleh berkata seperti Bunda Maria “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
Kentungan, 28 Oktober 2023
No comments:
Post a Comment