Seperti biasa, sesudah ada pengantar resmi dari para tamu, Rm. Hartanta juga memberikan pengantar tentang Domus termasuk para penghuninya. Kemudian pertemuan diserahkan kepada Rm. Bambang untuk memandu. Suasana pertemuan memang menjadi meriah penuh tawa ketika muncul pertanyaan-pertanyaan dari para tamu yang kemudian dijawab oleh para tamu. Dua pertanyaan mendapatkan keunggulan dalam mencipta kisah-kisah humor Domus Pacis. Pertanyaan pertama adalah tentang "Domus Pacis". Seorang ibu berbicara bahwa di Semarang ada Domus Pacis Albertus. Ibu itu mempersoalkan mengapa Domus yang "di Keuskupan" tampaknya hanya memiliki fasilitas yang kalah jauh dibandingkan dengan Domus Pacis St. Petrus. Di Domus Albertus tenaga yang melayani amat sedikit dan suasananya tidak sesemarak Domus Petrus. Terhadap pertanyaan ini Rm. Bambang melempar ke Rm. Hartanta yang menjadi direktur Domus Petrus. Rm. Hartanta menjelaskan bahwa Domus Albertus sebenarnya disediakan untuk transit para romo projo yang memeriksakan diri di RS Elisabet, Semarang. Sedang Domus Petrus memang dibangun untuk melayani para romo sepuh. "Tetapi yang tinggal di Albertus juga romo sepuh" sergah seorang ibu. Daro somno pembicaraan beralih ke realitas tak sedikit romo sepuh yang tak bersedia tinggal di Domus Petrus. Bahkan ada juga yang sudah dapat SK tetapi trak pernah datang di Domus Petrus.
Pertanyaan kedua yang juga jadi unggulan adalah tentang Misa. Pertanyaan yang diajukan adalah "Apakah para romo Domus juga masih mengadakan Misa?" Para romo menjawab masih ada disertai penjelasan versi masing-masing. Tetapi ketika Rm. Bambang omong berbagai ketidaktepatan bahkan kesalahan, gelak tawa sungguh tak terbendung. Misalnya dalam Misa ada yang dari "Tuhan Kasihanilah Kami" langsung tidur, Maklumlah sesudah itu yang bersangkutan masuk alam mimpi. Ada yang sering marah di tengah Misa, misalnya karena ada yang terbatuk-batuk lalu dimarahi dengan kata-kata "Kuwi nek kakehan dosa" (Itulah kalau orang terlalu banyak dosa). Tetapi beberapa saat kemudian si pemarah juga terbatuk-batuk. Pertemuan ditutup dengan doa dan berkat oleh Rm. Ria. Ketika akan berfoto bersama, Mgr. Blasius bertanya "Mengapa tidak ada bapaknya?". Semua tertawa dan kemudian salah satu ibu menjawab "Punika ibu-ibu Wanita Katolik RI Anak Ranting Pakualaman, Monsinyur" (Kami adalah ibu-ibu Wanita Katolik RI Anak Ranting Pakualaman, Monsinyur).
No comments:
Post a Comment