- TAAT itu Sulit? Saya harus memahami realita penghayatan ke-TAAT-an. Dengan taat seseorang harus menjalani hal yang bukan kehendak sendiri bahkan mungkin di luar minat dan kecocokannya. Menjalankan hal yang tidak dikehendaki tentu menimbulkan rasa tidak enak. Bagi Tuhan Yesus menjalani yang bukan kehendak-Nya juga merupakan penderitaan. Ketika berada di taman Getsemani semalam sebelum kesangsaraan-Nya Tuhan Yesus berkata kepada Bapa "”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku ...." (Mat 26:39).
- Ke-TAAT-an Iman. Sebenarnya sebagai orang beriman, ketaatan merupakan landasan kesejatian hidup. Dalam rangka menerima panggilan menjadi Bunda Tuhan, Bunda Maria berkata "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (:Luk 1:38). Ketika minta kepada Bapa agar kalau bisa derita itu dijauhkan, Tuhan Yesus seketika meneruskan dengan kata-kata "..... tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat 26:39)
- Hidup itu Pembelajaran TAAT. Kalau omong tentang ke-TAAT-an saya selalu teringat bacaan kedua dalam Misa Jumat Agung. "Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang diderita-Nya" (Ibr 5:8). Pembelajaran ini membuat Tuhan Yesus mencapai kesempurnaan sehingga bisa menjalani tugas menjadi pokok keselamatan bagi manusia. Bukankah setiap orang dipanggil untuk sempurna seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Mat 5:48). Bagi saya hal itu berarti mampu berada dalam suasana hati memuliakan Allah. Ini adalah rasa syukur yang dalam segala kekurangan, dosa, dan ketidaksempurnaan saya boleh berada dalam kasih hadirat ilahi. Inilah kebahagiaan sejati yang memancarkan keceriaan batin dalam kehidupan harian sehingga dapat seperti Bunda Maria yang mengucapkan kidung "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah" (Luk 1:46).
Friday, August 11, 2023
Dalam Hidup Ada Ke-TAAT-an
Ketika menerima rombongan tamu para romo biasa menerima pertanyaan-pertanyaan terutama berkaitan dengan kondisi kelansian dalam kehidupan sehari. Dari berbagai rombongan yang bertamu di Domus, ada pertanyaan yang bagi saya sebagai lansia amat menyentuh hati. Pertanyaan itu tak hanya sekali dua kali muncul. Memang tidak selalu muncul, namun tak hanya sekali. Ketika Paguyuban Ibu-ibu Wilayah Ignasius Antiokia, Paroki Ketandan, bertamu pada Minggu 6 Agustus 2023, pertanyaan itu juga muncul. Pertanyaannya adalah "Apakah ada syarat-syarat untuk seorang romo agar bisa menjadi warga Domus Pacis?" Saya yang pada waktu itu memandu pertemuan melempar ke Rm. Hartanta sebagai direktur. Secara singkat Rm. Hartanta menjawab "Yang paling pokok adalah TAAT kepada Uskup ketika mendapatkan SK untuk menjadi penghuni Domus". Dari para tamu muncul perkembangan pertanyaan tentang adanya SK dan kemungkinan adanya yang tidak mau datang ke Domus. Berbicara tentang ke-TAAT-an, bagi saya hal ini amat mendasar untuk menjalani kehidupan terutama sebagai orang Kristiani.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Peringatan Arwah Tiga Rama
Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...
-
Ini peristiwa Domus Pacis Santo Petrus Senin 4 Desember 2023. Ketika jam belum menunjuk angka 06.00, ada suara langkah-langkah kaki berlaria...
-
Pada Kamis sore 15 Agustus 2024 Rm. Bambang numpang mobil Bu Rini yang periksa dokter di RS Panti Rapih. Bu Katrin, adik bu Rini menjadi dri...
-
Orang biasa mendapatkan informasi bahwa di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan, ada 11 orang rama. Salah satu masih muda, berusia 43 tahun, ...
No comments:
Post a Comment