Wednesday, March 8, 2023

Kesepian itu Rasa Sendiri dan Bukan Karena Sendiri

Beberapa kali dari beberapa rombongan tamu ada yang bertanya kepada kami para romo sepuh “Apakah para romo di Domus tak pernah mengalami kebosanan?” Suasana yang sunyi bahkan sepi dibandingkan dengan keseharian para tamu dihubungkan dengan adanya rasa bosan. Bahkan dalam pembicaraan muncul pertanyaan “Bagaimana cara mengatasi rasa bosan bahkan rasa kesepian?” Biasanya para romo termasuk saya mensharingkan pengalaman kami sendiri-sendiri, karena semua di antara kami mayoritas menghayati hidup dalam kamar.

Sebuah artikel

Pada suatu hari saya mencari artikel tentang kesendirian. Dari yang saya ketemukan artikel-artikel memfokuskan pada pembicaraan tentang kesepian. Salah satu yang menarik perhatian saya adalah artikel yang berjudul Cara Agar Tak Kesepian di Usia Tua. Ini saya ketemukan dalam https://gaya.tempo.co/read/1294812. Uraian yang menarik perhatian saya adalah sebagai berikut :


TEMPO.COJakarta - Seiring bertambahnya usia, dinamika pribadi dan gaya hidup berubah, yang dapat mengakibatkan orang kesepian dan isolasi. Sejalan dengan semakin banyaknya orang dewasa menjadi anggota komunitas lansia atau pensiun, para peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas San Diego di Amerika Serikat berusaha mengidentifikasi karakteristik umum penghuni yang merasa kesepian di lingkungan ini.

 

"Risiko kesendirian menyaingi bahaya merokok dan obesitas dalam pengaruhnya memperpendek umur," kata penulis senior Dilip V. Jeste, profesor psikiatri dan neurosains, dilansir Science Daily.

 

Kesepian adalah masalah kesehatan masyarakat yang berkembang sehingga penting untuk mengidentifikasi penyebabnya dari sudut pandang lansia agar orang lain dapat membantu mengatasinya.

 

Studi baru yang dipublikasikan secara online dalam Aging and Mental Health edisi 10 Januari 2020 ini menemukan bahwa pengalaman orang yang hidup dengan kesepian dibentuk oleh sejumlah faktor pribadi dan lingkungan. Para peneliti melakukan wawancara individu selama 1,5 jam dari 30 orang dewasa berusia 67-92 tahun, bagian dari keseluruhan studi yang mengevaluasi fungsi fisik, mental, dan kognitif dari 100 orang dewasa yang tinggal di sektor kehidupan mandiri dari sebuah komunitas perumahan senior di San Diego.

 

Dalam suasana komunal ini, 85 persen penduduk melaporkan tingkat kesepian yang sedang hingga parah.

 

"Kesendirian itu subjektif," kata Jeste. "Orang yang berbeda merasa kesepian karena alasan yang berbeda meskipun memiliki peluang dan sumber daya untuk sosialisasi. Ini bukan satu ukuran yang cocok untuk semua topik."

 

Tiga tema utama muncul dari penelitian ini yakni, pertama, kehilangan terkait usia dan keterampilan sosial yang tidak memadai dianggap sebagai faktor risiko utama untuk kesepian.

"Beberapa orang berbicara tentang kehilangan pasangan, saudara kandung, dan teman-teman sebagai penyebab kesepian mereka. Yang lain menyebutkan bagaimana menjalin pertemanan di komunitas senior tidak dapat menggantikan teman-teman yang sudah meninggal bersama mereka," jelas Alejandra Paredes, salah satu penulis penelitian ini.

 

Kedua, perasaan kesepian sering dikaitkan dengan kurangnya tujuan hidup. “Kami mendengar komentar kuat seperti, ‘Agak abu-abu dan memenjarakan’,” kata Jeste.

 

“Yang lain mengungkapkan perasaan ‘tidak terikat, tidak memiliki banyak makna dan tidak merasa sangat berharap’ atau ‘hilang dan tidak memiliki kendali’,” lanjutnya.

 

Ketiga, tim peneliti juga menemukan bahwa kebijaksanaan, termasuk welas asih, tampaknya menjadi faktor yang mencegah kesepian.

 

“Seorang peserta berbicara tentang teknik yang telah ia gunakan selama bertahun-tahun, mengatakan 'jika Anda merasa kesepian, maka keluarlah dan lakukan sesuatu untuk orang lain.' Itu proaktif,” kata Jeste.

 

Faktor pelindung lain adalah penerimaan penuaan dan kenyamanan dengan menyendiri.

Risiko kesendirian?

Pada hemat saya artikel di atas lebih berbicara tentang kesepian. Di situ dikatakan bahwa kesepian berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Tentu saja itu juga berkaitan dengan masalah kejiwaan. Tetapi kalau kesepian disebut sebagai risiko kesendirian, bagi saya hal ini harus dicermati. Apalagi kalau itu tampaknya dikaitkan dengan golongan usia yang disebut senior atau lansia. Kita perlu mencermati tentang kesendirian kaum lansia. Artikel itu mengetengahkan sharing yang dialami responden penelitian yang berbicara tentang tekhnik menghadapi kesepian, yaitu dengan keluar dan melakukan sesuatu bagi orang lain. Bagi saya yang amat menarik dalam menghadapi kesendirian adalah kalimat “Faktor pelindung lain adalah penerimaan penuaan dan kenyamanan dengan menyendiri”.

Bagi saya yang namanya kesepian menyangkut soal rasa, yaitu rasa sendiri. Orang merasa sendiri tak punya teman untuk berelasi. Memang, dalam kesendiriannya, seorang lansia dapat merasa tak punya teman berelasi baik secara face to face maupun lewat media sosial. Di dalam artikel di atas seorang lansia dapat merasa kesepian “kehilangan pasangan, saudara kandung, dan teman-teman sebagai penyebab kesepian mereka”. Tetapi bagaimanapun juga kesepian adalah soal rasa. Ketika saya masih aktif berkarya, tidak hanya sekali dua kali kalau akan ada sosok yang akan ikut, ada yang bertanya “Nanti dengan siapa?” atau “Saya mengajak teman, ya?”. Sosok yang bertanya seperti itu ada yang seorang bapak atau ibu bahkan ada yang kaum muda dan remaja. Padahal dengan ikut saya mereka akan berjumpa dengan banyak orang baik itu pertemuan banyak orang maupun pertemuan kelompok. Kalau saya menolak permintaan yang ingin mengajak teman, tidak jarang muncul ungkapan “Wah, kalau begitu nanti saya sendirian”.

Jujur saja, saya sering merasa tidak enak melihat sosok-sosok seperti itu ketika acara pertemuan terjadi. Sosok-sosok seperti itu bisa diam atau menyendiri. Kalau tidak diam saja yang sibuk sendiri membaca buku yang dibawa atau ber-HP-an. Kalau ada yang menyapa atau mengajak salaman, dia menanggapi tetapi dengan sikap kaku lalu menyendiri. Bisa pula dalam durasi tertentu ada yang mendekati saya dan bertanya “Acara ini selesai sampai jam berapa?” Ternyata orang-orang seperti itu merasa sendirian sekalipun berada di tengah banyak orang dan tak jarang dalam suasana ramai menyenangkan. Bagi saya mereka itu menderita kesepian. Sekalipun berada di tengah banyak orang, mereka merasa sendiri karena tak berelasi dengan kiri kanannya.

Bagi saya, untuk sosok-sosok yang merasa tanpa teman di tengah pertemuan seperti itu, pendapat “'jika Anda merasa kesepian, maka keluarlah dan lakukan sesuatu untuk orang lain” juga harus dicermati. Kalau orang lain itu hanya yang dicocoki atau yang sesuai dengan selera dan minatnya, pergaulan seperti itu hanya menjadi “geng”. Meskipun ada yang mengumpul untuk tujuan positif, kalau model kumpulan bercorak eksklusif, kumpulan menjadi seperti geng yang mudah bernuansa negatif. Penjelasan berikut tentang geng dapat menjadi rujukan :

Geng adalah sebuah kelompok individu yang saling berkaitan baik teman dekat maupun kesamaan latar belakang seperti lingkungan, pekerjaan, hobi, atau sekolah. Biasanya geng merujuk kepada gerombolan orang yang melakukan hal negatif dan ilegal seperti kriminal, penyelundupan, atau narkoba tetapi juga ada yang bertujuan ke ranah positif.

Geng dibentuk dengan kepemimpinan dan organisasi internal yang jelas, mengklaim kontrol atas suatu wilayah di dalam sebuah permukiman atau perkotaan, dan terlibat baik secara individu maupun kelompok dalam berbagai bentuk tindakan ilegal atau kekerasan.Anggota-anggota geng biasanya "langsung masuk" atau harus membuktikan kesetiaan mereka dengan melakukan hal-hal seperti pencurian atau kekerasan.” (https://id.wikipedia.org/wiki/Geng)

Karena eksklusivitasnya, kumpulan model geng mudah memandang yang bukan kelompoknya sebagai berseberangan. Model geng memang membuat para anggotanya tertutup dengan yang bukan sesama anggota. Keberadaan sendiri terpisah dari kelompoknya bisa membuat rasa tidak nyaman bahkan rasa takut. Kesendirian “tak ada tempat” mudah menjadikan rasa sepi. Kalau rasa kesepian menjadi warna diri, orang mengalami penyakit jiwani. Tetapi kondisi seperti ini tidak boleh serta merta dikaitkan pada orang yang secara fisik berada dalam kesendirian. Lansia yang banyak berada dalam kesendirian bahkan yang memang hidup sendiri tidak boleh langsung dinilai berada dalam rasa sepi bahkan berada di ujung kesepian.

Rm. Bambang

No comments:

Post a Comment

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-ci...