Tuesday, March 21, 2023

Jumpa Kecintaanku : Sebuah Sharing

Dalam pertemuan dengan lansia Paroki Gamping dalam rekoleksi di Domus Pacis Sabtu 18 Maret 2023, kegiatan rutin harian amat penting dalam menjaga kesendirian. Tetapi bagi saya semuanya harus dilandasi kebiasaan menjalani doa batin.

Pembiasaan Doa Batin

 

Di dalam Gereja Katolik kita bisa menemukan macam-macam doa. Saya pernah menulis demikian :

 

Dari Kateksimus Gereja Katolik 2700-2719 saya menemukan bentuk-bentuk doa menurut Gereja Katolik. Ada tiga macam bentuk :

 

1.      Doa lisan. Ini adalah doa rakyat dalam arti yang sudah berjalan di antara umat. Bentuknya adalah terjadinya hati hadir di depan kata-kata yang diucapkan. Dalam hal ini yang terpenting adalah hati yang hadir di hadapan Allah. “Doa lisan merupakan unsur hakiki dalam kehidupan Kristen” (2701). Doa lisan membantu kita berdoa dengan seluruh hati agar memberikan kekuatan pada segala yang kita sampaikan.

2.      Doa renung. Ini juga kerap disebut meditasi. Dengan merenung kita berupaya menemukan makna dari sarana-sarana kehidupan beriman. “Biasanya kita mencari bantuan pada sebuah buku. Tradisi Kristen memberi satu pilihan yang sangat luas: Kitab Suci, terutama Injil, ikon, teks-teks liturgis untuk hari bersangkutan, tulisan-tulisan dari bapa-bapa rohani, …..” (2705). Selain itu juga disebut kepustakaan rohani, buku besar yakni ciptaan dan sejarah, terutama halaman yang dibuka pada "hari ini".” (idem). Ternyata segala ciptaan dan sejarah pengalaman, baik pribadi maupun kebersamaan termasuk Gereja dan bangsa, termasuk peristiwa kini dinyatakan sebagai kepustakaan rohani. Satu hal yang harus dicatat adalah adanya aneka ragam metode meditasi. Tetapi yang pokok dari sebuah metode adalah sarana yang menuntun untuk bersama Roh Kudus menuju Kristus sebagai satu-satunya pengantara doa.

3.      Doa batin. Dalam doa batin kita juga masih bisa merenung tetapi pandangan sudah terarah pada Allah. Ini adalah relasi pribadi yang membuat suasana perjumpaan dalam suasana sederhana. Dalam doa batin ada hubungan seperti glenikan (omong-omong intim dengan Tuhan) dalam nuansa kasih. Ada keterbukaan blak-blakan apapun yang dirasakan, dipikirkan dan dikehendaki. Tetapi juga ada perasaan diterima dengan kasih. “Doa batin ialah persekutuan kasih.” (2719)

 

Pada hemat saya doa lisan lebih menekankan kata dan kalimat. Ini paling tampak dalam doa-doa tradisi baik yang harian seperti Bapa kami dan Salam Maria, yang devosional seperti novena dan jalan salib, dan liturgi sakramen. Doa-doa lisan memang berperan membantu hati menghadap Tuhan. Dalam pertemuan-pertemuan umat doa-doa lisan bisa amat mewarnai. Dalam hal doa renung, dalam pengalaman saya ini lebih banyak sebagai kegiatan individual. Memang, dalam pertemuan pemimpin doa bisa mengajak “Marilah kita renungkan”. Tetapi bagaimanapun juga lain halnya kalau dilakukan secara pribadi. Dalam kegiatan pribadi doa renung bisa dijalani secara leluasa dengan durasi sesuai dengan ketentuan pelaku sendiri. Dalam doa renung materi bisa bermacam-macam termasuk bahan dari doa lisan dan peristiwa-peristiwa hidup. Di dalam doa renung kita memfungsikan daya cipta, rasa, dan karsa untuk menimbang-nimbang materi yang kita pilih.

 

Berkaitan dengan doa batin, bagi saya di sini orang akan mendapatkan landasan hidup beriman yang sungguh kokoh dan menceriakan serta menghadirkan produktivitas uangkapan dan wujud hiup ikut Tuhan sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat. Dalam doa batin kedua macam doa lain, doa lisan dan doa renung, akan menyatu terpadu dalam hubungan pribadi dengan Tuhan. Satu hal yang sering muncul dalam pembicaraan di antara mereka yang memiliki minat berat dalam meditasi dan doa adalah ungkapan bahwa doa batin itu tidak mudah. Doa batin membuat orang mengalami suasana sederhana dalam perjumpaan dengan Allah. Tetapi untuk menjadi sederhana itulah yang secara kongkret dianggap menjadi perjuang. Saya menduga kesulitan menjalani doa bernuansa sederhana bisa menimbulkan kesan kurang berbobot karena tiadanya proses tahapan procedural dengan berbagai pertanggungjawaban ilmu hidup rohani. Orang bisa merasa mantap menjalani hal-hal yang dilandasi kerangka kosep teoritis ilmu keagamaan. Atau secara kutural, omongan dengan Tuhan seperti glenikan dengan sahabat karib atau kekasih dipandang tidak sopan. Sebagai manusia seseorang amat tak sebanding di hadapan Allah yang serba “Maha” dalam segalanya. Orang harus amat menaruh hormat bahkan takut terhadap Tuhan Allah.

 

Pengalaman Doa Batin

 

Berhubungan dengan doa batin dulu mungkin saya terpengaruh oleh seorang guru agama desa Ketika saya ikut pelajaran agama. Pada waktu itu saya masih calon baptis dan duduk di SMP kelas III pada tahun 1966. Barangkali saya cukup bersemangat ikut pelajaran agama di beberapa tempat termasuk di paroki yang diajar langsung oleh Romo Paroki. Guru agama des aitu berkata bahwa agar dekat Tuhan kami anak-anak harus membicarakan apapun dengan Tuhan. Misalnya ketika sedang menyapu lalu dalam hati berkata “Gusti, kula nyapu” (Tuhan, saya sedang menyapu). Entah bagaimana omongan batin dengan Tuhan itu berkembang menjadi kebiasaan. Memang itu terjadi sambal lalu di tengah kegiatan begitu ingat Tuhan.

 


Model sambung pribadi dalam doa batin sesudah menjadi imam saya sadari karena Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8). Hal ini membuat saya mengembangkan diri berjumpa dengan Allah secara pribadi seperti berjumpa dengan orang-orang yang dekat dengan saya dan mempunyai hubungan kasih saling peduli. Apalagi Tuhan Yesus mengatakan bahwa kasih sejati adalah kasih yang tak tertandingi besarnya yang digambarkan sebagai hubungan dengan sahabat (Yoh 15:13). Jujur saja dalam hal ini saya teringat sosok perempuan yang dulu sebelum masuk Seminari pacar saya. Tetapi saya juga sahabat yang amat dekat dan yang selalu muncul pertama kali adalah almarhum Untung Sudarmono. Dengan sosok-sosok seperti itu saya bisa kerasan omong-omong atau hanya duduk berdua. Saya membiasakan diri berhubungan dengan Allah dalam suasana hati seperti mereka. Jujur saja, karena saya selalu omong dengan orang-orang dekat dengan Bahasa Jawa harian, dengan Tuhan pun Bahasa saya juga Jawa harian.

 

Hubungan saya dengan Tuhan sebagai doa batin bisa terjadi secara khusus dan bisa pula sambil menjalani kegiatan harian duniawi. Hubungan khusus terutama terjadi pada sekitar jam 03.00-04.00. Di situ isi yang terjadi dalam doa lisan dan doa renung dapat masuk. Tetapi itu menjadi omong-omong batin. Suasana seperti sedang melamun dan seperti omong sendiri tetapi tak jarang setiap kalai dalam hati menjadi seperti berkata kepada Gusti. Satu hal yang kadang terjadi adalah terjadi seperti kejutan entah kecil entah khusus. Saya seperti mendapatkan hal-hal yang memberi wawasan baru atau rencana Tindakan tertentu berhadapan kegiatan rutin harian. Itulah doa batin yang saya alami Ketika menjalani secara khusus. Sedang yang terjadi sambal menjalani kegiatan harian terjadi seperti mengirimkan info lewat WA ke Tuhan. Misalnya pada waktu makan atau nonton TV atau membaca koran atau omong-omong lewat telepon, kalau ada yang mengusik hati dan ingat Tuhan saya langsung bilang dalam hati seperti “Gusti wong iki jan njelehi” (Tuhan orang ini sungguh memuakkan).

 

Landasnya Adalah Gambaran Tentang Allah

 

Bahwa Allah itu kasih bahkan Mahakasih, itu banyak diketahui oleh pada umumnya kaum beragama. Tetapi bagaimana “kasih Ilahi” itu digambarkan, inilah yang perlu menjadi pertimbang. Kata “kasih” bisa saja dimengerti sebagai “memberi”. Allah yang Mahapengasih dapat digambarkan sebagai yang maha punya segalanya sehingga menjadi sumber yang bisa memenuhi permintaan umat. Kasih juga bisa menjadi sikap peduli. Ini juga dapat menjadi uluran hati seperti orangtua tak tega pada anaknya. Tetapi kesejatian kasih Allah bagi umat Kristani tampak dalam diri sabda dan karya Tuhan Yesus. Kasih telah menjadi peristiwa bagi para murid Kristus untuk dijalani seperti Dia mengasihi para murid-Nya (Yoh 15:12). Dalam Kristus, karena kasih itu umat tidak diperlakukan seperti hamba-hamba. Dalam Kristus umat menjadi sahabat-sahabat Ilahi (Yoh 15:15).

 

Gambaran hakikat kasih dalam diri Allah itu dalam praktek doa bisa menjadi asing karena banyak umat beragama menggambarkan-Nya sebagai pemegang kekuasaan mutlak terhadap segala yang ada. Barangkali, kalau hubungan dengan Tuhan bagaikan hubungan dengan sahabat atau teman dekat, itu dapat menimbulkan sikap kurang ajar menghalalkan ketidaksopansantunan. Bagi saya hubungan kasih dengan Allah, kalau memakai ungkapan Bahasa Jawa, memerlukan sikap ajrih asih (menjunjung atau menghargai tinggi-tinggi karena mencintai). Kalau hubungan seperti ini terjadi, suasananya akan menjadi sederhana dan menghadirkan rasa bahagia mendalam. Tetapi justru yang sederhana inilah yang membutuhkan pelatihan tidak sebentar untuk menjadi kebiasaan relasi batin dengan Tuhan.

 

Untuk mendampingi kaum dewasa berdoa batin, dulu saya menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

 

1.     Memilih model orang dekat. Dalam keheningan saya meminta para peserta damping untuk mengingat siapa saja orang-orang yang dianggap memiliki hubungan dekat sehingga dapat omong-omong cukup akrab. Kemudian mereka saya minta memilih salah satu. Mereka saya minta untuk membayangkan kembali bagaimana suasana kalau ketemu dan omong-omong dengannya.

 

2.     Masuk kedalaman batin. Tetap berada dalam keheningan tetapi pejam mata. Para peserta damping saya ajak membuka panca indra satu persatu. Mendengarkan suara-suara dari yang jelas karena volumenya sampai yang lirih hamper tak terdengar. Aroma yang masuk hidung juga disadari. Demikian pula udara yang mengelus pori-pori kulit. Selain itu mereka juga saya ajak menyadari apa saja yang terbayang dalam benaknya. Kemudian para peserta saya minta menyadari apakah yang muncul dalam pikiran, dalam perasaan, dan juga mungkin ada keinginan tertentu.

 

3.      Bicara dengan Tuhan. Akhirnya saya meminta mereka mengomongkan itu pada Tuhan dalam hati seperti kalau omong dengan dekatnya. Untuk menyebut Tuhan mereka dapat menggunakan kata yang biasa dipakai dalam doa, misalnya “Bapa” atau “Yesus”atau “Tuhan” atau “Sahabatku” atau lainnya. Saya menekankan untuk mencoba omong dengan Tuhan seperti dengan orang dekatnya. Bisa pula terdiam dan mungkin muncul kata-kata dari dalam lubuk hati. Kalau terjadi omong-omong teruskan. Kalau terdiam lalukan seperti ketemu orang dekat dan hanya duduk-duduk.

Tentu saja yang saya lalukan hanya setitik pengalaman dari berjuta pengalaman amat banyak orang yang mengalami kebiasaan doa batin. Yang paling pokok saya meminta para peserta damping saya untuk berusaha membiasakan omongan dengan Tuhan dalam hati seperti dengan orang dekat. Kalau dilakukan menjadi kerutinan, sekitar 3-6 bulan mudah-mudahan orang sudah gampang terbuka pada tuntunan Roh ilahi. 

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...