Thursday, November 18, 2021

Tawa Tertahan (Kisah Lama di Puren)

 


Selain dari perorangan dan kelompok-kelompok kecil, rumah tua yang saya huni kerap mendapatkan kunjungan dari kelompok-kelompok yang beranggotakan cukup banyak. Sebelum pelaksanaan kunjungan, terutama dari kelompok besar, biasanya ada pembicaraan pendahuluan antara wakil kelompok dan saya sebagai pengurus rumah. Pembicaraan dapat lewat telepon atau WA atau SMS. Tetapi tidak jarang ada yang datang langsung.

 

Pada suatu hari ada beberapa orang datang untuk membicarakan acara kunjungan kelompoknya. Mereka juga bertanya tentang apa saja yang dibutuhkan. Hal ini penting agar barang benda yang akan jadi oleh-oleh sungguh relevan sesuai kondisi para penghuni. Mereka juga bertanya tentang pantangan-pantangan dalam hal makanan.

 

“Maaf, saya mau bertanya. Kalau sudah tidak menjalani dinas dan sudah tidak berada di tengah-tengah umat, bagaimana kehidupan para rama di sini?” salah seorang dari tamu-tamu ini bertanya. Para penghuni rumah tua ini memang terdiri dari para pastor yang sudah bebas dinas karena lansia dan kondisi tubuh memang sudah tidak memungkinkan memanggul tanggungjawab mengurus umat. Kedifabelan juga mewarnai semua penghuni sehingga dalam mobilitas menggunakan kursi roda. Terhadap pertanyaan itu saya memberi gambaran umum kehidupan kami sehari-hari. Dalam memberikan gambaran ini kemudian saya berkata dengan serius “Ada satu hal yang barangkali jadi kejutan untuk orang umum yang tahu tentang pastor”. Para tamu tampak jadi tertegun. Salah satu bertanya “Apa itu?” “Ini of the record, jangan bilang-bilang. Kalau sudah tinggal di rumah ini, seorang pastor boleh tidur 24 jam bersama perempuan” jawab saya membuat mereka amat terkejut. “Sungguhkah?” tanya salah satu yang langsung saya jawab “Sungguh. Tetapi ada syaratnya. Mari saya ajak ke orangnya”.

 

Para tamu mengikuti saya yang dengan kursi roda menuju salah satu kamar. Di dalam kamar itu ada perempuan yang di dekatnya duduk salah seorang penghuni di kursi rodanya. Perempuan di dalam kamar itu menjelaskan bahwa rama itu menderita beberapa kali stroke dan penglihatan jadi korban diabetes. Daya komunikasi tinggal 0,0000001%. Perempuan itu adalah perawat jaga yang aplusan dengan teman lain untuk jaga malam. Saya berbisik kepada para tamu “Asal seperti dia, boleh satu kamar dengan perempuan 24 jam”.  Dan wajah para tamu tampak tegang penuh kelucuan menahan tawa yang dihalang oleh katupan mulut.

No comments:

Post a Comment

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-ci...