Katanya,
diabetes termasuk penyakit yang biasa menjangkiti kaum lanjut usia. Bahkan itu
sering dijadikan salah satu kekhasan lansia. Hal ini juga tidak mengecualikan
para rama lansia yang tinggal di satu rumah tua. Dari semua rama penghuni
ternyata hanya satu orang yang bebas dari dari gerogotan penyakit gula darah.
Karena
adanya penyakit diabetes, pada umumnya para rama yang sudah harus cukup
berhati-hati dalam bersantap kuliner. Porsi nasi selalu amat terbatas. Lauk dan
makanan yang mengandung banyak kegulaan, sekalipun tersedia, tidak masuk dalam
kamus petunjuk masuk mulut. Tetapi ada satu rama yang amat santai dalam santap
menyantap. Dia termasuk sosok yang multi selera. Apapun tampak sangat enak.
Hidupnya penuh kebebasan dan ketenangan. Dia juga termasuk lahap dalam hal
makan. Apalagi kalau sajian termasuk lezat, piring bisa menggunung menampung
menu makan belum terhitung tambahan piring-piring kecil. Sekalipun di kamar
makan dia sering tampak membatasi diri, tetapi di kamarnya tersedia stok untuk
memenuhi seleranya. Minuman manis juga melekat dalam santapan. Kopi susu manis,
sekalipun tropikana, dapat dua bahkan tiga cangkir besar menyertainya saat makan.
Semua ini tentu mempengaruhi hasil periksa gula darah. Angka atas 300 sudah
menjadi kebiasaan.
Pada
suatu hari petugas yang selalu melayani ribut karena kaki rama santai itu
tampak membengkak. Di hari itupun diputuskan untuk memeriksakannya ke dokter di
rumah sakit. Hasilnya sungguh mengejutkan. Gula darah 582. Sejak itu, di
samping obat-obat yang biasa disantap, dia harus suntik dua macam insulin. Yang
semacam tiga kali, dan yang satunya sekali. Maka setiap hari dia harus disuntik
insulin empat kali.
“Kok tidak ada kopi? Yang manis, lho” rama itu minta kopi manis pada karyawan yang melayani saat makan malam. Mendengar itu rama yang jadi pengurus terkejut dan langsung berkata “He, gula darahmu 582”, yang langsung mendapatkan jawaban “Mau kaé alaté rusak” (Tadi alatnya rusak). Sang penguruspun hanya membunyikan mulut “Woooo”.
No comments:
Post a Comment