Friday, June 4, 2021

Rahasia? (Pengalaman Lama di Puren)

 


Ini terjadi ketika ada kunjungan kelompok umat di rumah tua tempat kami berada. Di dalam sambung rasa tanya-jawab, ada yang bertanya “Bagaimanakah sejarah rumah ini?”

 

Salah seorang dari kami, yang paling lama tinggal di rumah ini bahkan sejak berdiri, menceriterakan kondisi pada awal mula. Yang tinggal beberapa sosok yang sudah renta. Kepengurusan masih dipegang oleh orang-orang yang memiliki kesibukan tanggungjawab kerja sebagai rama. Secara praktis urusan rumah dipercayakan pada salah satu tenaga yang setiap hari bekerja di rumah ini. Makanan diantar ke kamar masing-masing. Nasi dan sayur berada di mangkuk kecil. Lauk juga terasa kurang. Hubungan satu sama lain antara rama-rama tidak ada. Tentu saja hal ini dapat dimaklumi karena kondisi fisik yang kalau belum renta tetapi berada dalam kuasa penyakit tertentu. Semua berada di kamar masing-masing. Usaha perubahan memang terjadi sesudah ada penghuni yang masih memiliki kesegaran fisik dan pikiran. Perubahan yang paling mencolok adalah terjadinya kamar makan untuk santap bersama. Perjumpaan makan dengan aneka omongan ternyata membuat hubungan satu sama lain terjalin. Apapun dapat dibicarakan sehingga tahap demi tahap terjadi perkembangan-perkembangan hingga saat ini. Kisah ini ditutup dengan omongan “Dulu, setiap tahun selalu ada paling tidak satu meninggal dunia. Kini, yang sejak awal memang menjadi penghuni rumah ini, belum ada yang meninggal selama sembilan tahun. Saya sudah berumur lebih dari delapan puluh tahun. Sebetulnya saya sudah siap mati. Tetapi sampai kini saya masih hidup. Saya sering bertanya-tanya mengapa saya belum menyusul rama-rama generasi pertama yang sudah menghadap Tuhan? Dalam hal ini yang tahu sebabnya adalah teman serumah yang jadi pengurus”.

 

Ketika banyak orang dari pengunjung menanyakan kepada saya, karena sayalah pengurusnya, saya terdiam. Kemudian dengan serius saya berkata “Dia memiliki hal yang membuatnya berumur panjang. Barangkali yang ingin berusia panjang dapat memohonnya pada Tuhan”. “Apa itu?” tanya para tamu hampir bersamaan. Sekali lagi saya terdiam. Kemudian dengan berbisik, walau tetap menempelkan mulut di mikrofon dari soudsystem, saya berkata dalam suasana penuh ketakziman “Wis ditimbali Gusti bola bali ora krungu,merga budheg” (Tuhan sudah berkali-kali memanggil, tetapi dia tak mendengar karena tuli). Para tamu pengunjungpun tertawa terbahak-bahak. Tiba-tiba rama yang sedang saya omongkan berseru “Aku cèn budheg kok” (Aku memang tuli). Maka makin meledaklah tawa kesemuanya.

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...