Thursday, June 17, 2021

Ketika Mundur dan Dituntun

Rm. Hartanta mendapat SK dari Keuskupan Agung Semarang (KAS) menjadi direktur Domus Pacis Santo Petrus sejak Agustus 2020. Ini adalah SK yang menempatkan beliau menjadi pengurus harian kehidupan rumah tua para rama praja KAS. Bagi saya layaklah kalau beliau mulai memasukkan diri dalam hidup bersama di rumah yang didiami oleh para rama praja tua KAS. Dan itu terjadi mulai tanggal 1 September 2020 di Domus Pacis Puren. Saya menyaksian beliau sungguh beruaha membaur dengan para rama dan karyawan. Upaya memahami kehidupan rumah para rama tua sungguh dijalani dengan ikut apapun yang terjadi dalam kehidupan bersama para rama tua dan ikut terlibat dalam derap karyawan. Bahkan ketika ada rama baru masuk menjadi warga Domus Pacis Puren, Rm. Hartantalah yang ikut dihubungi oleh Mgr. Rubi, Uskup Agung KAS. Maka saya, yang di Domus Pacis Puren sebenarnya mendapatkan SK KAS menjadi minister, menyerahkan urusan keuangan dengan memberikan uang tunai dan buku tabungan pada pertengahan Oktober 2020. Dan Rm. Hartanta makin menampakkan komitmennya mengurus rumah tua dengan makin memperhatikan masing-masing rama dan menata kekaryawanan. Memang, beliau juga biasa datang pada saya atau langsung duduk bersama di kamar makan sesudah selesai makan untuk membicarakan hal-hal yang akan menjadi kebijakannya yang akan dijalankan. Saya sendiri biasa akan menahan diri untuk tidak memulai bicara urusan rumah kalau beliau tidak memulai.

Di Domus Pacis Santo Petrus

Peran Rm. Hartanta sungguh sangat tampak sesudah Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan, diresmikan dan diberkati pada tanggal 19 Mei 2021 dan secara resmi pula ada rama-rama yang dengan SK KAS tinggal di dalamnya pada tanggal 20 Mei 2021. Mulai dengan 21 Mei 2021 beliau mengatur segalanya untuk memindahkan barang-barang yang ada dalam kamar para rama Domus Pacis Puren ke jatah kamar masing-masing rama di Domus Pacis Santo Petrus. Kemudian barang benda Puren baik dengan truk dan mobil-mobil lain mendapat giliran pemindahan. Beliau bisa sehari tiga kali hingga malam hari pergi pulang Puren-Kentjungan. Sesudah tinggal di Domus Petrus mulai dengan 1 Juni 2021 sore, gerak kepemimpinan Rm. Hartanta sungguh berjalan dengan penuh semangat dan komitmen.

Saya ketika masih di Puren sampai dengan pertengahan Oktober 2020 selalu sibuk dengan urusan kehidupan para rama dan karyawan serta rumah Domus. Kemudian hingga bulan sekitar April 2021 saya masih sering membantu Rm. Hartanta. Tetapi sesudah tinggal di Kentungan saya sungguh sudah tidak memiliki tanggungjawab apapun untuk kehidupan rumah para tua Domus Pacis Santo Petrus. Saya termasuk dalam kehidupan para rama yang diurus oleh Rm. Hartanta. Bu Rini yang biasa disibukkan membatu saya juga bisa santai. Dia bilang “Sekarang aku merasa ringan sekali karena tidak harus mengurus belanjaan” kata Bu Rini yang sejak Januari hingga Mei 2021 menjadi petugas belanja masakan sehari-hari para penghuni Domus Pacis Puren. Kini Rm. Hartanta sungguh menjadikan tenaga-tenaga Domus menjadi tim kerja. Beberapa dari mereka menjadi teman khusus untuk menelaah keadaan, menemukan hal-hal yang harus dikerjakan, dan merancang serta menjalankannya. Rm. Hartanta juga punya banyak jaringan teman yang bisa dimintai bantuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan Domus.

Kata Kitab Suci

Menyaksikan semua yang terurai diatas, kini saya menemukan diri menjadi anggota biasa. Saya tidak hanya tidak menjadi pengurus, tetapi juga bebas dari urusan. Saya sudah tidak berada di depan. Dalam pembicaraan kehidupan rumahpun saya tidak terlibat. Memang, saya bisa ikut duduk bersama Rm. Hartanta ketika beliau membicarakan pekerjaan dan hal yang dibutuhkan. Tetapi saya hanya diam ikut mendengarkan Rm. Hartanta dengan beberapa karyawan yang diajak berembug. Kalau berbicara tentang suasana struktural dalam mengurus Domus, Rm. Hartanta dan beberapa karyawan kepercayaannya yang menjadi kelompok inti dan tenaga-tenaga lain menjadi anggota tim kerja, sedang saya menjadi bagian para rama tua serumah sebagai orang-orang yang diurus atau dilayani. Kehidupan bersama berada dalam tampuk kebijakan Rm. Hartanta dan kalau ada ketentuan kami mendapatkan ketentuannya. Misalnya dalam hal Misa bersama setiap hari. Sampai dengan 12 Juni 2021 sejak masih di Puren giliran misa kurang lebih sudah rutin: Hari Senin dan Kamis Rm. Yadi, Selasa dan Jumat Rm. Bambang, kemudian Rabu dan Sabtu Rm. Hartanta. Lektor biasa di sekitar Rm. Ria, Rm. Hartanta, dan saya. Tetapi mulai dengan 14 Juni 2021 Rm. Hartanta membagikan kertas berisi jadual untuk dua Minggu. Di situ ada ketentuan tanggal, petuga lektor, dan pemimpin misa. Hari rama memimpin misa berubah-ubah setiap ganti mingguan. Untuk lektor ada pelibatan bagi karyawan, bu Riwi, dan Bu Rini. Bu Riwi dan Bu Rini adalah relawati yang membantu mendampingi urusan rama sejak dari Puren hingga kini.

Berkaitan dengan kehidupan kini yang saya alami sebagai rama tua di rumah tua, saya menemukan cahaya iman dari kutipan Kitab Suci :


Yohanes 3:26-30

26 Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: "Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya." 27 Jawab Yohanes: "Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. 28 Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. 29 Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. 30 Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.

 

Lukas 2:28-32

25 Adalah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghiburan bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, 26 dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. 27 Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, 28 ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, 30 sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, 31 yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, 32 yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel."

 

Yohanes 21:15-19

15 Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." 16 Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." 17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." 19 Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku."

Mengagumi Pengganti

Ketika saya tunjukkan catatan harian laporan keuangan selama mengurus Domus Pacis Puren, Rm. Hartanta tertawa. “Niki mesthi digeguyu Keuskupan, nggih? Mboten memenuhi syarat kangge akuntansi jaman sakmenika” (Ini pasti ditertawakan oleh Keuskupan, ya? Tidak memenuhi tuntan akuntansi zaman kini) inilah kata-kata saya yang membuat Rm. Hartanta tertawa. Sesudah urusan keuangan saya serahkan ke beliau, ternyata Rm. Hartanta menghitung semua pengeluaran sejak Januari hingga Oktober 2020 dan dibuat laporan per bulan dalam format tertentu. Beliau memberikan satu eksemplar pada saya. Saya melihat dan mengagumi format itu tetapi sebenarnya bingung untuk membacanya. Rm. Hartanta memberikan penjalasan dan saya berkali-kali mengatakan “ya ….. ya…..” walaupun tetap tidak bisa menghapus ketidaktahuan. Penghitungan pengeluaran itu termasuk semua pemakaian barang benda seperti pempers, beras, gula, alat-alat mandi, penyediaan makan 3 kali sehari dengan rata-rata tambahan beaya dari para relawan masak. Rm. Hartanta meneliti semua pendapatan dan pengeluaran dengan menanyai saya dan para karyawan. Beliau menyimpulkan bahwa rata-rata per bulan beaya riil yang dikeluarkan jauh melebihi jatah uang yang saya terima secara rutin setiap bulan dari keuskupan. Hal ini selama sekian tahun tidak saya sadari karena saya hanya mencatat pendapatan dan penggunaan uang tunai yang berasal dari Keuskupan dan sumbangan serta usaha mandiri saya.

Bagi saya derap Rm. Hartanta sungguh mengagumkan. Apalagi sesudah berada di Domus Petrus, hal ini sungguh tampak sekali. Memang beliau sudah terlibat dalam urusan rumah rama tua di Domus Puren selama 9 bulan, maka sekalipun baru setengah bulan di Domus Petrus yang dibuat dalam mengurus rumah tua sudah tampak seperti sosok profesional hasil pendidikan dan latihan mengurus lansia. Banyak yang dilakukan berada di luar jangkauan pengertian saya. Kalau saya yang disuruh mengerjakan, untuk mencapai 5,00% saja dari hasil pekerjaan Rm. Hartanta saya harus mengalami susah payah sekalipun dibantu oleh teman-teman relawan.

Terhadap kenyataan seperti itu, saya hanya bisa merasakan gembira karena ikut mengalami dan menikmati hasil kerja Rm. Hartanta. Saya merasakan kegembiraan karena mendapatkan anugrah “pengganti” yang jauh melampaui apa yang saya capai selama sekitar 10 tahun ikut membantu rumah tua. Sekalipun sering ada yang bertanya “Bagaimana Rama Hartanta” dan saya menjawab “Bagus dan penuh komitmen. Jauh melebihi saya yang sudah lansia”, bagian Kitab Suci yang saya ingat adalah kisah para murid Yohanes Pembaptis ketika merasa tersaingi oleh Tuhan Yesus yang juga melakukan pembaptisan (lihay Yoh 3:26-28). Tentu saja saya tidak merasa tersaingi oleh datangnya Rm. Hartanta. Kehadirannya justru membuat saya seperti mendapatkan keentengan raga jiwa. Saya boleh menikmati bebas pekerjaan yang ternyata cukup tidak ringan sekalipun baru menyadari setelah ada yang menggantikan. SK KAS yang pernah saya terima saya gambarkan sebagai perutusan ilahi yang mendahului karya Rm. Hartanta. Beliaulah yang dengan SK-nya resmi beristrikan Domus Pacis Santo Petrus. Bahwa dalam kenyataan Rm. Hartanta dalam karyanya di rumah tua jauh lebih hebat dari saya karena memang “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (ay 30). Di sini saya secara alami dan spontan mengalami sukacita.

Kemampuan Rm. Hartanta memang sejalan dengan tuntutan zaman. Dia tahu dan mampu menjalani tuntutan kerja model zaman kini. Pengetahuan-pengetahuannya sungguh menunjukkan bahwa beliau memang termasuk generasi masa kini. Model hidupnya sungguh merupakan perpaduan model face to face dan digital. Beliau adalah sosok yang hidup ditengah dunia zaman kini yang tetap menjaga diri sebagai milik Allah (lihat Yoh 17:14b.18). Beliau amat mudah beradaptasi dalam situasi dan kondisi kongkret dalam penugasan. Maka saya boleh bersukacita karena mendapatkan pimpinan harian yang mampu mengikuti Tuhan Yesus Kristus dalam perkembangan situasi hidup perutusan yang diterima.

Mundur Dengan Gembira

Saya sungguh berbahagia dengan hadirnya Rm. Hartanta di rumah tua. Pada bulan Januari 2012 saya pernah memimpikan bahwa suatu ketika akan ada pemimpin purna waktu untuk rumah tua. Pikiran rumah tua pada waktu itu tentu Domus Pacis Puren. Saya menggambarkan bahwa rumah tua tidak hanya menjadi tempat tinggal para rama lansia. Rumah tua juga menjadi komunitas imami yang memiliki makna dalam kehidupan Gereja. Berkaitan dengan impian adanya kepemimpinan purna waktu, saya menyampaikan dalam buku saya Sejimpit Butir-butir Catatan dari Rumah Tua (Pohon Cahaya, 2019 hal. 159) :

Kalau besok Domus Pacis menjadi salah satu bentuk karya pastoral, kepemimpinannya tentu tidak hanya dilakukan sebagai tugas sampingan. Yang menjadi pengurus Domus Pacis tentu bukan orang yang sudah memiliki beban tugas pokok yang membutuhkan perhatian besar. Imam demikian tidak akan mengalami kehidupan sehari-hari Domus Pacis karena tinggal di tempat tugas pokoknya. Sebagai pengurus karya pastoral khusus yang bernama Domus Pacis Puren, dia harus memiliki jiwa kepemimpinan dengan cakrawala iman yang visioner. Dia adalah orang terbuka dan jeli terhadap daya-daya yang ada di antara para penghuni Domus Pacis Puren. Kemampuan memberdayakan dan mengkoordinasi para penghuni Domus menjadi ciri khas pelaksanaan kepemimpinannya.

Bagi saya penugasan Rm. Hartanta sebagai direktur purna waktu untuk rumah tua menjadi sosok pembawa cahaya bagi kehidupan para rama tua di Domus Pacis. Beliau sungguh memperhatikan kondisi masing-masing rama. Ada contoh yang bisa disampaikan di sini. Untuk rama yang masih dapat melihat teks dan membaca dengan suara jelas, beliau memberi giliran untuk memimpin misa. Memang, rama itu kalau sendiri memimpin misa bisa bingung dan membolak-balik buku Tata Perayaan Ekaristi sehingga urutan dapat kembali terulang atau terlompati. Untuk menangkal kekacauan, Rm. Hartanta mendampingi, membukakan buku, dan menunjuk teks yang harus dibaca dengan jarinya. Karyawan Katolik dan relawan yang biasa ikut misa juga dilibatkan sebagai lektor. Kadangkala saya juga diminta untuk mencarikan bantuan pengadaan kebutuhan rumah dari jaringan saya. Saya juga diperkenankan menerima kelompok yang menginginkan pendampingan iman bertempat di Domus. Frater dari Seminari Tinggi juga bisa berhubungan dengan rama Domus dan bahkan membuat program dengan saya berupa pembuatan youtube wawancara kehidupan imamat.

Semua ini membuat saya seperti Simeon yang mendapatkan tuntunan Roh Kudus untuk ikut menerima kehadiran Tuhan Yesus. Dan sayapun bisa mundur dari kepengurusan Domus Pacis dengan gembira. Dan saya bisa mengubah kata-kata Simeon pada Luk 2:28-32 menjadi :

“Sekarang, Tuhan, biarkan hamba-Mu ini mundur dalam hati tenang dan tentram, sesuai dengan SK dari Keuskupan Agung Semarang, sebab aku telah melihat karya kasih perlindungan dan pendampingan dari pada-MU, yang telah Engkau sediakan bagi para rama tua, yaitu Rama Florentius Hartanta yang menjadi karunia bagi rama-rama tua dan lansia, dan menjadi kemuliaan bagi Gereja Keuskupan Agung Semarang.”  

Siaga Dituntun

Barangkali karena kebetulan saja saya memiliki kebiasaan mengomongkan apapun yang terjadi walau hanya sekilas dengan Tuhan dalam hati. Saya omong intens cukup lama terjadi dalam saat khusus berdoa misalnya waktu doa rosario atau doa dini hari. Tetapi dalam kesibukan seperti menonton TV, mengetik, membaca buku, secara spontan saya juga kontak menyampaikan perasaan atau pikiran atau keinginan secara spontan dalam hati kepada Tuhan dengan kata-kata singkat seperti SMSan. Dari sini saya rasa-rasanya juga mengalami seperti kena pertanyaan dari relung hati atau nurani. Ketika membaca Yoh 21:15-19 rasa-rasanya, karena biasa omong akrab dalam hati, saya juga kerap harus menegaskan diri apakah saya sungguh mencintai-Nya dengan menjalani tugas perutusan baik secara resmi dari Uskup ataupun dari inisiatif sendiri menanggapi dorongan atau perintah relung batin. Dan dari kutipan itu sebagai orang lansia saya sungguh tersentuh oleh kata-kata Tuhan “Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” (ay 18).

Menghayati ketuaan ternyata seharusnya menjadi kesediaan untuk berada di bawah kepemimpinan orang lain, yang pasti generasi lebih muda, dan menjalani yang tidak saya kehendaki. Pertama, kesediaan untuk dituntun atau dipimpin. Dulu mulai tahun 2010 saya berada dibawah kewibawaan Rm. Agoeng yang menjadi anggota pengurus Domus Pacis Puren dan tinggal di Domus. Beliau mengajari saya menggunakan HP dan laptop untuk penggunaan beberapa media sosial seperti FB, e-mail, BB, WA, dan Blog. Kemudian beliau meminta saya untuk setiap hari menulis dan mengirimkan renungan termasuk peristiwa yang terjadi di Domus. Jujur saja, ketika memulai saya sungguh merasa menderita. Maklum saja saya tidak memiliki kebiasaan menulis dan untuk menulis 3 halaman saja selama sebulan biasa mengalami kesulitan. Saya bukan penulis dan bahasa saya tidak baik. Tetapi Rm. Agoeng bilang “Tidak apa jelek. Pasti ada yang membaca”. Kedua, berada dalam suasana yang tidak saya kehendaki. Tentu saja yang terjadi dengan menjalani “perintah” Rm. Agoeng bertentangan dengan selera dan kemauan saya. Tetapi semua saya jalani dengan selalu omong bahkan ngomel dengan Tuhan dalam hati. Dan di dalam perjalanan saya sungguh heran bahwa saya menjadi terbiasa menulis setiap hari. Bahkan dari tulisan-tulisan itu menjadi beberapa buku terbitan dan bisa ikut menyumbang keuangan Domus. Saya memiliki kebiasaan baru dalam menghayati Yesus. Dengan mau dituntun dan menjalani yang bukan saya kehendaki saya boleh ikut mengalami kabar gembira karena barang sedikit bisa seperti Bunda Maria yang berkata “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38).

Bekerja Memberi Buah?

Mengalami kehadiran Rm. Hartanta sebagai direktur Domus Pacis, yang ada dalam hati saya adalah rasa gembira bersyukur, secara alami mundur dengan ceria, dan siaga untuk dituntun sesuai dengan kebijakan beliau. Ketika hal ini saya renungan ada temuan bahwa yang saya alami bersama para rama tua serumah selama ini adalah ikut bekerja demi orang serumah. Hal ini sadar atau tidak sadar seperti ketika saya berada dalam Komisi Karya Misioner KAS, Karya Kepausan Indonesia KAS, dan Museum Misi Muntilan. Saya tidak begitu menikmati kedudukan atau jabatan yang saya terima dari Keuskupan. Itu menjadi semacam “beban kerja” yang selalu membuat saya mencari tambahan keuangan dan fasilitas dari yang tersedia dari Keuskupan. Barangkali ini menjadi alasan psikologis kalau saya mengalami kegembiraan karena ada yang menggantikan memegang tanggungjawab dan kerja.

Namun lebih dari itu sebenarnya saya menyadari bahwa dalam banyak hal saya sudah out of date, ketinggalan zaman. Saya harus berusaha mampu menilai zaman agar tidak menjadi orang munafik sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus “Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?” (Luk 12:56) Katanya zaman kini didominasi oleh orang-orang yang sering disebut sebagai generasi Z dan generasi milenial sebagai kaum produktif.  Menurut https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/23/163200065 “Generasi Z adalah mereka yang lahir pada 1997-2012 dan Generasi Milenial lahir pada tahun 1981-1996. Dengan demikian, Indonesia didominasi oleh usia produktif.Padahal saya lahir pada tahun 1951. Maka, sebagaimana dikatakan oleh Rm. Suntara yang menjadi salah satu penghuni Domus Pacis, yang memegang kebijakan dan tanggungjawab haruslah orang-orang yang fresh. Hadirnya Rm. Hartanta adalah hadirnya “yang fresh” di kalangan para rama tua dan lansia.  

Akhirnya kalau menyadari kenyataan sudah masuk golongan lansia, mau tidak mau saya sudah berada dalam tahapan terakhir dari perkembangan hidup manusia. Saya harus berusaha membangun kesadaran dan kesediaan menerima akhir peziarahan hidup di dunia. Dalam hal ini saya teringat akan kata-kata Santo Paulus “hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Flp 1:21-22). Maka, kalau ternyata saya masih diberi hidup, muncul pertanyaan dalam hati “pekerjaan memberi buah macam apa yang harus kulakukan sebagai lansia?”

Kentungan, 16 Juni 2021

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...