Friday, May 5, 2023

Kiat Meraih Surga?


Pada Jumat 5 Mei 2023 ada tamu ibu-ibu yang disertai oleh beberapa bapak berkunjung di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan. Sebenarnya tamu-tamu itu adalah kumpulan para janda Katolik yang menamakan diri Kelompok Wara Utami. Ketika datang ada yang dengan nada canda berkata “Kami adalah kelompok 678”. Ternyata umur para tamu ada yang berkepala 6, ada yang 7, dan ada yang 8. Dengan demikian mereka adalah sosok-sosok yang masuk golongan lansia atau lanjut usia. Selain Rm. Hartanta, yang berusia 42 tahun dan menjadi Direktur Domus, para romo sepuh Domus yang ikut menyambut adalah Rm. Yadi, Mgr. Blasius, Rm. Ria, Rm. Harto, dan Rm. Bambang.

Sebagaimana biasa kalau ada kunjungan di Domus, kepada para tamu selalu dibuka adanya kesempatan bertanya kepada para romo sekitar kehidupan di rumah para romo sepuh Domus Pacis. Pada kesempatan ini muncul sebuah pertanyaan yang belum pernah terjadi dalam pengalaman kunjungan-kunjungan. Pertanyaan itu adalah “Bagaimana cara romo-romo sepuh berusaha mendapatkan surga?” Barangkali di dalam diri penanya ada gambaran bahwa para romo adalah ahli hidup rohani. Kami para romo memang harus menyelesaikan studi teologi sebagai syarat pentahbisan menjadi imam. Tetapi ketika ditanya tentang cara meraih surga, ternyata jawaban para romo sepuh cukup tersendat. Jujur saja, di dalam keseharian saya sendiri juga tidak berpikir tentang surga. Surga menjadi omongan khusus saya ketika mendampingi pendalaman keagamaan bagi kelompok-kelompok lansia dengan pegangan Katekismus Gereja Katolik. Memang, di dalam renungan-renungan harian saya biasa menulis tentang keabadian. Tentu saja di sini hidup surgawi menjadi hal yang selalu tersangkut sekalipun tidak diomongkan secara eksplisit. Tetapi bagaimana cara atau kiat kongkret meraih surga, tampaknya belum pernah muncul dalam renungan diri saya. Meskipun demikian, para romo sepuh termasuk saya, dalam omong-omong itu memberikan jawaban satu per satu.

Dari jawaban para romo saya menemukan butir-butir pokok yang diketengahkan untuk menanggapi pertanyaan tentang cara masuk surga. Bagaimanapun juga butir-butir itu masuk dalam pikiran dan perasaan saya. Ketika merenungkannya sendiri di dalam kamar, saya menemukan hal-hal berikut yang barangkali bisa menjadi pertimbangan dalam meraih surga :

  • Berpegang pada Kristus. Sebagai umat Kristiani orang hidup ikut Tuhan Yesus Kristus. Yesus menjadi “jalan, kebenaran, dan hidup”. Kalau hidup seturut telandan-Nya, orang akan menemukan kebenaran yang menghadirkan kehidupan sejati. Dalam hal ini saya teringat akan ungkapan dari salah satu Arah Dasar Umat Allah Keuskupan Agung Semarang. Di situ dikatakan bahwa “beriman berarti semakin mengikuti Tuhan Yesus Kristus sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat”. Tentu saja kondisi kongkret sesuai dengan usia dan tubuh serta peran hidup juga membuat orang harus menemukan bagaimana saya harus ikut Tuhan secara kongkret.
  • Berdoa. Doa biasa dimengerti sebagai kontak dengan Tuhan. Bagi saya doa berbeda dengan ibadat. Peribadatan terjadi dalam kebersamaan. Ibadat akan hidup dan bermakna kalau dilandasi oleh doa, yaitu kontak personal individual dengan Tuhan dalam diri p;eserta ibadat. Dalam Katekismus Gereja Katolik saya menemukan adanya Doa Lisan, Doa Renung, dan Doa Batin. Saya sendiri membiasakan omong dengan Tuhan dalam hati seperti omong-omong dengan orang dekat. Ini juga terjadi di luar saat khusus berdoa. Sambil sibuk hal-hal biasa seperti nonton TV kalau muncul hal yang menyentuh pikiran atau perasaan, saya langsung omong dengan Dia dalam hati secara singkat seperti menulis WA. Omong-omong dalam hati ini mungkin merupakan salah satu pelaksanaan himbauan Tuhan Yesus agar ketika berdoa kita masuk dalam kamar tersembunyi agar tak terlihat oleh orang lain. Tetapi saya merasa bahwa dengan kebiasaan omong-omong dalam hati, baik Doa Lisan dan Doa Renung bisa masuk terpadu. Yang jelas baik atau buruk, mulia atau memalukan, apapun saja dapat saya omongkan secara blak-blakan dengan Tuhan. Mungkinkah dengan ini saya boleh mencicipi suasana hidup firdus? Bukankah dalam bab 2 Kitab Kejadian dikatakan bahwa dalam firdus manusia telanjang tetapi tidak merasa malu?
  • Tidak gelisah. Sebetulnya kalau saya menuliskan kata “Tidak gelisah”, hal ini saya kaitkan dengan komentar yang kerap muncul terhadap diri saya. Dari rombongan-rombongan atau kelompok-kelompok tamu yang datang kerap muncul kata-kata “Romo itu kok seperti dulu” dari orang yang pernah mengalami pelayanan saya. Yang dimaksudkan adalah bahwa saya masih segar dan ceria seperti dulu ketika mereka jumpai dalam tampilan-tampilan kegiatan saya. Komentar “seperti dulu” memang kerap saya terima di kesempatan-kesempatan lain. Berkaitan dengan pertanyaan tentang cara meraih surga, karena komentar itu juga muncul pada Jumat 5 Mei 2023, saya hubungkan dengan kemungkinan adanya pertanda ada bersama dengan Tuhan. Di dalam Injil, ketika memulai tampil publik, Tuhan Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat dan orang harus bertobat dan percaya kepada Injil. Ketika memberikan amanat terakhir Tuhan meminta para murid pergi mewartakan Injil. Injil menjadi kerangka dasar dalam penghayatan sebagai orang Kristiani. Ini adalah sukacita surgawi yang mengalir dari kemesraan hubungan dengan Tuhan dalam hati. Orang yang percaya kepada Tuhan akan tidak gelisah berhadapan dengan apapun. Tuhan Yesus ketika akan menderita sengsara dan wafat berpesan kepada para murid “Jangan gelisah”. Saya mengetengahkan pengalaman bahwa keceriaan batin adalah buah hubungan dengan Tuhan dalam hati. Keceriaan batin membuat saya tidak gelisah hidup bersama dengan keadaan dan atau orang-orang yang tidak saya cocoki bahkan dengan yang tidak suka pada saya. Saya dapat merasa tenang. Barangkali, seperti dikatakan oleh salah satu romo dalam pertemuan Jumat 5 Mei 2023, itulah sikap sumèlèh.

Kentungan, 6 Mei 2023

D Bambang Sutrisno

No comments:

Post a Comment

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-ci...