Monday, August 23, 2021

Komunitas Jailangkung? (Pengalaman Lampau di Puren)

 

Di rumah tua para rama Keuskupan ada kesepakatan tentang ulang tahun. Ulang tahun yang berkaitan dengan tanggal lahir tidak akan dirayakan oleh komunitas. Maksudnya tidak ada anggaran uang dari komunitas untuk pesta hari lahir. Komunitas hanya merayakan ulang tahun tahbisan imamat. Tetapi ulang tahun usia memang tidak dilarang terjadi asal bukan tanggungjawab komunitas. Meskipun demikian ulang tahun pribadi tidak pernah terjadi sebesar dan semeriah ulang tahun imamat.

 

Di dalam perkembangan, karena kekuatan finansial, ulang tahun imamat yang dirayakan secara besar dengan mengundang ratusan orang adalah 40 dan 50 tahun. Di luar itu undangan hanya terdiri dari keluarga dan atau kenalan yang berulang tahun ditambah orang serumah dan para relawan inti yang biasa siaga menangani kebutuhan para rama. Jumlah yang hadir tak akan lebih dari 100 orang.

 

Terkisah salah satu rama akan memperingati ulang tahun imamat yang bukan 40 atau 50 tahun. Kebetulan rama itu sudah mudah lupa. Tanggal yang sudah disepakati harus diganti karena beliau bersikukuh bilang tanggal tertentu sekalipun sebelumnya minta tanggal lain. Agar tidak berubah saya membuat tulisan pengumuman dalam kertas kwarto di kamar makan. Pengumuman itu berisi tanggal, jam pelaksanaan, dan acara.

 

Di rumah tua itu ada rama yang mudah membuat pertanyaan. Beliau amat kreatif menemukan bahkan mengkreasi masalah. Itu menjadi jalan tol untuk mengungkap berbagai kata yang bagi orang lain terasa asing. Ketika membaca pengumuman yang saya buat, beliau mempertanyakan salah satu isi acara. Sebenarnya isi acara hanya ada dua, yaitu misa dan satu lain yang saya rumuskan “Pesta kecil-kecilan”. “Apa itu pesta kecil-kecilan?” sebuah pertanyaan muncul dari beliau yang bagi saya terkandung nada nuansa tidak enak. Saya berusaha mengalihkan keadaan agar tak ribut dengan soal rumusan. Tiba-tiba saya teringat akan sesuatu yang membuat saya spontan menjawab “Jan-jané niku nggé ngundang jalangkung” (Sebetulnya itu untuk mengundang jailangkung). Dia bertanya “Kok gitu?” dan saya jawab bahwa itu adalah mantra untuk mengundang jailangkung, yang bunyinya “Jalangkung jalangset, di sini ada pesta kecil-kecilan. Harap jalangkung datang, jalangkung yang tidak buta huruf”. “Yèn ngèten kabèh sing teka dadi jalangkung klebu kula?” (Kalau begitu semua yang akan datang termasuk saya adalah jalangkung) beliau berkata yang langsung saya tanggapi “Mboten namung njenengan, nanging saomah, komunitas jalangkung” (Tidak hanya Anda, tetapi orang serumah adalah komunitas jailangkung).

1 comment:

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-ci...