Berbicara
tentang tenaga dalam membuat saya juga teringat pada kisah-kisah pengobatan
alternatif. Ada model pengobatan alternatif yang tidak mengharuskan si sakit
berjumpa langsung dengan si penyembuh. Si penyembuh cukup diberi tahu tentang
pasien dan penyakitnya. Si penyembuh melakukan meditasi. Sekalipun tinggal jauh
dengan jarak berpuluh bahkan beratus KM, si penyembuh dapat menerawang dan kemudian
melakukan tindakan jarak jauh yang katanya dapat menghadirkan penyembuhan. Itu
semua karena kekuatan yang tidak bercorak lahiriah.
Kisah-kisah tenaga dalam dan kekuatan yang tak harus menyentuh raga itu juga mengingatkan saya pada kejadian setiap kali makan bersama para rama tua di kamar makan. Baik dalam doa pembuka maupun doa penutup makan selalu dibuka dan ditutup dengan tanda salib. Kata pelajaran agama tanda salib itu terjadi dengan menyentuhkan jari-jari tangan di dahi, dada, bahu kiri, dan bahu kanan. Gerakan penyentuhan jari-jari itu dilakukan bersama ucapan “Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin”. Tetapi ketika itu terjadi di kamar makan, sebenarnya saya mau tertawa terhadap gerakan yang dilakukan oleh salah satu rama. Pada suatu ketika, sesudah doa penutup makan, saya berseru “E, rama .... (saya sebut nama) ternyata memiliki tenaga dalam kuat”. “Kok tahu?” salah satu rama bertanya yang langsung saya jawab “Dia tak pernah menyentuh langsung dahi, dada, dan bahu kiri kanan. Telapak tangan dengan jari-jari merapat cukup bergerak-gerak di depan dadanya. Mungkin itu sudah mengenai dahi, dada, dan bahu-bahunya” tanpa harus menyentuh. Maklumlah, kondisi penyakitnya membuat dia kesulitan mengangkat tangan.
No comments:
Post a Comment