Tampaknya memupuk suasana gembira bagi bayi dan anak memang dapat menjadi keharusan. Dunia anak seharusnya memang menjadi dunia kesukacitaan. Bahkan kesukacitaan anak memiliki bobot ilahi. Barangkali hal inilah yang membuat Tuhan Yesus Kristus berkata "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 19:14) Bukankah Kerajaan Sorga adalah Injil yang diwartakan oleh Tuhan? Bukankah kata Injil berarti kabar suka cita. Karena anak merupakan model jiwani untuk beriman, kaum tua dan dewasa amat bertanggungjawab akan hadirnya suasana yang membuat anak bisa tumbuh dan berkembang dalam kegembiraan yang sungguh alami. Kaum tua dan dewasa yang menjadikan anak masuk dalam ketidakbenaran langkah hidup akan menjadi sosok jahat. Tuhan berkata "Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepada-Ku, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut" (Mat 18:6)
Barangkali karena kewajiban memupuk anak dalam menghayati kegembiraan jiwani, di kalangan masyarakat tradisional Jawa ada kebiasaan orang tua dan dewasa "ngudang" bayi dan anak kecil. "Ngudang memang hiburan buat bayi yang murah meriah. Sangking murahnya kadang dalam ngudang para orang tua atau manusia dewasa tidak masuk akal ...., tak jelas arah, tidak mengandung arti tak masalah. Sing penting ngudangnya bikin si bayi senang, ketawa ketiwi. Semakin si bayi kenceng ketawanya semakin tidak masuk akal bunyi-bunyian yang diucapkan oleh orang dewasa." (Ngudang Bayi Sebuah-tradisi Yang Kian Kikis dalam https://tulisanterkini.com/artikel). Dalam hal "ngudang" saya tertarik pada pengalaman keluarga muda Tian-Rachel, yang termasuk relawan Domus Pacis sejak masih pacaran. Keluarga ini punya anak bayi yang dipanggil Chrisel, yang pada Kamis 19 Agustus 2021 ini tepat berusia 1 tahun. Mama dan omanya biasa menghadirkan suasana gembira. Rachel biasa "ngudang" disertai tayangan video anak-anak bermusik ria. Omanya biasa mengumandangkan nada lagu disertai ucapan-ucapan tanpa arti. Dan Chrisel akan tertawa-tawa bahkan mulai menggerak-gerakkan tubuh seperti tarian. Saya sering mendapatkan video Chrisel ketika tertawa-tawa dan "menari-nari". Suatu ketika saya mengirimkan video saya sedang menyanyikan "Cicak-cicak di Dinding" dengan iringan keyboard. Ini adalah tayangan pertama Chrisel melihat sosok tua dalam video. Ternyata tak lama kemudian, katanya, dia amat senang ketika diulang-ulang. Maka saya kemudian mengirimkan video tayangan saya menyanyikan lagu rohani dari Kitab Suci dan ajaran Gereja. Dalam hal ini saya mencoba kemungkinan seorang lansia ikut "ngudang" dengan alat digital untuk menghadirkan suasana keagamaan. Siapa tahu dengan ini saya boleh belajar kemungkinan menanamkan rasa iman dalam diri anak dengan "ngudang imani dalam jaringan".
No comments:
Post a Comment