Dulu, kuisi penantian empat setengah jam menuju angka "06.00" untuk mandi dengan doa. Tapi rosario dan doa lain tak kuat menghabiskan tempo 2 jam. Sering begitu bangun kuputar radio cari siaran wayang kulit. Rasa memang senang. Tapi lama-lama bosan. Kuisi dua jam sesudah doa dengan membaca. Kuisi juga menulis yang kupikir atau kurasakan atau kukehendaksi. Cukup menggairahkan tapi juga akhirnya jenuh.
Kemudian, datang hadiah ulang tahun ke 62 dari Rm. Agoeng. Bukan bungkusan. Bukan barang. Bukan makanan. Tapi ajakan masuk kamar melihat laptop. Dan keluarlah beban yang namanya BLOG. Keluarlah kata-kata lewat bibir Rm. Agoeng "Setiap hari menulis di sini, ya". Ada kolom Renungan Harian, ada kolom Historia Domus, ada kolom Pastoral Ketuaan. Ketika kukatakan "Tulisan saya tidak baik" ada tanggapan "Tak apa, pasti ada yang baca". Rm. Agoeng pengurus rumah, dan dalam hatiku itu jadi perintah.
Dengan terseok ketidakmampuan tidur sampai fajar menjadi saat-saat jalani ketaatan. Kuberjuang menulis dan menulis. Kalau dulu menulis 4 halaman seminggu udah ngos-ngosan, Tetapi karena ketaatan untuk kolom Historia Domus dari 2013-2019 tercatat 1.904 halaman. Kalau ditambah hanya dengan kolom Renungan Harian selama 2.555 hari lebih pasti paling tidak ada 4.459 halaman. Tulisan kolom Pastoral dan Agenda Pastoral pasti menambah angka ribuan.
Kemampuan menulis memang hanya talenta titipan Tuhan yang jumlahnya bukan 5 dan bukan 2. Aku tak dikenal sebagai penulis. Banyak orang bisa terpesona dengan omonganku di hadapan publik. Tapi kini ketika lansia dan difabel serta 92% lebih dalam kesendirian, sekitar 100 orang menghampiriku setiap hari. Karena tulisan yang ter-publish secara digital. Dan kesendirian yang kualami tak menghalangi keceriaan relung hati. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kata-kata Rm. Suntara, teman lansia serumah "Talenta itu kalau untuk mengabdi jadi rahmat, tetapi kalau hanya untuk diri sendiri jadi maksiat".
No comments:
Post a Comment