Tuhan Yesus pernah berkata “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15). Katanya istilah seluruh dunia berarti di manapun kaki berpijak. Tentu saja untuk menjadi pewarta kabar sukacita orang atau kelompok orang harus menghayati keceriaan. Bukankah Injil adalah hati ceria mengalami kasih ilahi lewat manapun. Tugas iman ini tentu juga menjadi amanat bagi para rama lansia dan difabel yang tinggal di rumah tua Domus Pacis. Dalam hal ini saya pun termasuk di dalamnya. Namun kondisi para rama tampaknya memberi kesan bahwa mereka sudah bebas “pergi mewartakan Injil”. Para rama itu kini sudah harus banyak mendapatkan hiburan dalam suasana tempat sepi jauh dari keramaian. Maka kelompok-kelompok yang berkunjung tidak jarang datang untuk menghibur para rama.
Tetapi yang terjadi adalah banyak kelompok mengatakan justru merasakan terhibur dan mendapatkan berbagai inspirasi dari kisah-kisah para rama di rumah tua. “Bagaimana bisa terjadi kami yang datang untuk menghibur malah mendapatkan hiburan? Bahkan kami bisa tertawa terpingkal-pingkal.” Kata-kata seperti ini sering muncul. Saya biasa menjawab “Karena kami juga kerap terpingkal-pingkal tertawa terbahak-bahak sekalipun dalam suasana sepi.” “Lho, terpingkal-pingkal dan terbahak-bahak kok sepi?” “Itulah kami” kata saya. Kemudian saya memberikan contoh ketika salah satu rama di kamar makan berkata pada saya “Punya firman?”. Yang dimaksud dengan firman adalah kata-kata yang membuat gembira. Sayapun bercerita tentang pemuda yang mau beli ayam Madura di sebuah pasar. Penjual menyerahkan satu ekor dan pemuda itu menusuk dubur ayam dengan pucuk kelingking. “Ini ayam Bandung” kata si pemuda dan si penjual memberikan ayam lain. Begitu berkali-kali dan setiap kali setelah menusuk dubur si pemuda menyebut nama-nama daerah bukan Madura. Akhirnya tinggal satu ayam dan setelah ditusuk duburnya si pemuda bilang “Nah, ini ayam Madura. Berapa harganya?” Penjualpun menaikkan harga berlipat dan sambil ngomel penuh kejengkelan berkata “Delapan juta!!” Si pemuda dengan santai bilang “Duapuluh jutapun akan saya bayar. Tetapi sebagai orang Jogja Anda kan harus tampil ramah penuh kelembutan.” Tetapi si penjual malah memendelikkan mata penuh kemarahan dan menyemburkan kata “Siapa bilang saya orang Jogja?” Pemudapun ganti pertanya “Lho. Dari mana?” Dan penjual itupun langsung memunggungi si pemuda dan menyorongkan pantat. Maka, terping-pingkallah para rama yang sedang makan dan ada yang kepalanya terangguk-angguk dengan kecepatan ekstra. Tetapi tak ada suara terdengar. Maklumlah kebanyakan sudah tak bisa bersuara keras. Omongpun ada yang seperti bisik-bisik tak jelas.
No comments:
Post a Comment