Salah satu rombongan tamu bertanya tentang kondisi para romo sepuh yang tinggal di Domus Pacis St. Petrus. Koordinator rombongan mengatakan bahwa ada temannya dari Jakarta yang minta informasi. Sebenarnya Rm. Hartanta, Direktur Domus, dalam kata pengantar bila menyambut tamu biasa menyampaikan kondisi umum masing-masing romo sepuh ketika memperkenalkan tentang Domus Pacis St. Petrus. Dalam tulisan ini Rm. Bambang mencoba untuk memperkenalkan 11 orang romo sepuh Domus Pacis beserta beberapa pokok kondisinya. Yang jelas kesemua romo sepuh ini sudah bersahabat dengan kursi roda dan obat-obatan.
Yang Masih Bisa Berjalan
Sekalipun sudah ditemani oleh kursi roda, beberapa romo masih masih bisa menggunakan kekuatan kaki untuk berjalan sekalipun hanya secara terbatas.
- Rm. Antonius Joko Sistiyanto. Dia tidak menggunakan kursi roda untuk mobilitas di dalam kamar dan berada di depan kamar. Tetapi dia akan mudah sesak napas kalau berjalan lebih dari itu. Banyak penyakit sudah diderita. Untuk ikut Misa ke kapel dan kembali ke kamarnya selalu ada karyawan yang mendorong dengan kursi roda. Seminggu tiga kali Rm. Joko harus ke RS Panti Rapih untuk cuci darah. Beliau banyak berada di dalam kamar sehingga tidak ikut makan bersama. Kalau ada tamu umum juga amat jarang ikut menyambut. Beliau juga bisa sesak napas kalau harus duduk bersama umum dalam tempo lama. Rm. Joko berasal dari Magelang lahir pada 19 Januari 1960 dan ditahbiskan menjadi imam pada 19 Agustus 1987.
- Mgr. Blasius Pujaraharjo. Mgr. Blasius masih berjalan di dalam rumah. Beliau masih ke kapel dan ruang makan dari dan ke kamar dengan berjalan dibatu tongkat berkaki tiga. Tetapi lebih dari itu, apalagi kalau keluar, beliau akan duduk di kursi roda dengan didorong oleh karyawan atau orang lain. Pernah berjalan cukup jauh dari makam para romo mau kembali ke Domus sejauh kira-kira 75 Meter. Tiba-tiba beliau terhenti dan sesaat kemudian jatuh tertelentang. Gangguan batuk juga mewarnai Mgr. Blasius. Beliau berasal dari Gamping lahir pada 12 Juni 1935 dan ditahbiskan menjadi imam pada 8 September 1961. Beliau adalah pensiunan Uskup dari Keuskupan Ketapang, Kalimantan.
- Rm. Fransiscus Assisi Suntara. Rm. Suntara kerap berjalan dari kamarnya menuju kapel atau ruang makan dengan mendorong kursi sendiri. Tetapi sesudah itu karyawan akan membantu mendorong Rm. Suntara dengan duduk di kursi roda. Beliau juga kerap berjalan ke luar kamar lalu duduk dengan kursi rodanya di depan kamarnya sambil merokok atau berdoa. Dulu Rm. Suntara pernah berbulan-bulan harus berbaring di tempat tidur dengan makan lewat sonde dan leher diventiliser. Kini bekas ventiliser masih membuat sulit bersuara tanpa gema dan serak-serak. Dalam hal mandi karyawan masih harus membantu. Ketajaman mata juga sudah tidak kuat sehingga untuk membaca panjang seperti memimpin Misa sudah dihindari. Gangguan batuk juga sering datang kalau ada gangguan dari bekas ventiliser. Rm. Suntara berasal dari Paroki Promasan lahir pada 20 Februari 1945 dan ditahbiskan sebagai imam pada 25 Januari 1982.
- Rm. Matheus Joseph Riawinarta. Rm. Ria masih dapat dimasukkan sebagai romo yang setiap hari menggunakan kaki untuk berjalan. Tetapi itu biasanya terutama terjadi di pagi hari ketika keluar dari kamar menuju ruang makan yang berjarak sekitar 25 Meter. Dalam berjalan Rm. Ria menggunakan topangan walker yang selalu dimajukan dengan kedua tangan sesudah ada empat kali menapakkan telapak kaki. Karyawan kadangkala membawa Rm. Ria ke depan gedung Domus atau sering hanya di ruang besar Domus untuk menambah latihan jalan. Tetapi lebih dari itu Rm. Ria dalam mobilitas selalu hanya dengan kursi roda didorong oleh karyawan. Dalam banyak hal termasuk toileting selalu ada bantuan dari karyawan. Rm. Ria juga sudah kerap mengalami disorientasi waktu sehingga kerap lupa hari dan tak ingat sudah berapa lama di Domus. Karena penyakit yang diderita, terutama gula darah yang biasa tinggi, dalam hal santap menyantap harus ada pengawasan khusus karena sudah tak dapat mengontrol diri dalam menata santapan. Rm. Ria berasal dari Paroki Kumetiran lahir pada 12 Februari 1946 dan tahbisan imam pada 5 Februari 1973.
- Rm. Antonius Tri Wahyono. Kondisi harus dilayani dalam segalanya sudah lama terjadi sejak masih tinggal di Domus Pacis Puren, Pringwulung. Beliau mengalami tiga kali stroke. Secara pelahan kekuatan menghisap rokok melemah sehingga berhenti sebagai perokok. Penyakit gula darah juga menyerang ketajaman mata sehingga beliau tak dapat lagi melihat. Kekuatan otak juga merosot. Kepikunan sudah disandang sejak lama. Ada tenaga khusus untuk mendampingi Rm. Tri Wahyono sehari semalam. Untuk makan selalu disuapi dan kadang juga menggunakan sonde. Memang, kadang-kadang Rm. Tri Wahyono juga didudukkan di kursi roda. Tetapi kini tampaknya beliau tidak bisa tahan lama untuk duduk dalam pertemuan. Pernah terjadi beliau mendapatkan kunjungan khusus dari umat selingkungan asal. Karena ada banyak yang ikut berkunjung, beliau diajak keluar untuk duduk. Tetapi ternyata dalam waktu sekitar 15 menit Rm. Tri Wahyono malah muntah-muntah. Rm. Tri Wahyono berasal dari Paroki Kumetiran lahir pada 29 November 1957 dan ditahbiskan bersama Rm. Joko pada 19 Agustus 1987.
- Rm. Ignatius Jayasewaya. Rm. Jaya sebenarnya merupakan penghuni asli Wisma Petrus yang kemudian dirombak dan berganti dengan gedung Domus Pacis St. Petrus. Ketika Wisma Petrus akan digempur, beliau dititipkan di Domus Pacis Puren, Pringwulung. Pada waktu itu beliau masih bisa berjalan walau dengan walker dan masih bisa omong-omong. Demikian juga pada waktu pindah atau kembali ke Domus Pacis St. Petrus. Selama beberapa bulan Rm. Jaya masih ikut makan bersama walau kondisi kepikunan makin memberat. Maklumlah, beliau adalah romo dengan usia tertua di Domus Pacis. Tetapi pada suatu ketika beliau terjatuh dan mengalami patah tulang kaki. Sebenarnya hasil oprasi bagus. Tetapi karena kepikunan Rm. Jaya sering membuat gerakan-kerakan yang membuat kaki tidak dapat pulih karena selalu keliru dalam posisi. Kini beliau sudah tak dapat jalan. Beliau harus banyak berada di tempat tidur dan dilayani oleh karyawan dalam segalanya. Sambung omong-omong juga jauh dari kemampuan. Rm. Jaya berasal dari Sala lahir pada 28 Juli 1934 dan ditahbiskan menjadi imam pada 9 September 1962.
- Rm. Petrus Supriyanto. Ketika masuk Domus Pacis Puren, Rm. Priyanto sudah menderita kepikunan berat. Beliau suka berjalan ke mana-mana tanpa arah dan tak tahu jalan kembali. Domus Pacis menyediakan tenaga pendamping khusus yang harus selalu mengikuti dan mengawasi selama 24 jam sehari semalam. Rm. Pri bisa bangun malam hari dan berusaha pergi. Lama-lama Rm. Pri juga banyak dibantu dalam segalanya bahkan misalnya untuk duduk harus diberi contoh. Barangkali kerentanan fisik juga makin berat sehingga lama-lama biasa hanya duduk dan duduk atau berbaring di tempat tidur. Kini untuk makan pun harus dilayani di kamar. Tentu saja untuk urusan toilet selalu ada karyawan yang siaga menangani. Kini kalau diajak keluar, beliau akan didudukkan di kursi roda dan didorong. Berkomunikasi dengan berbicara juga sudah tidak sambung. Rm. Pri berasal dari Paroki Salam lahir pada 29 Juni 1946 dan ditahbiskan sebagai imam pada 8 Desember 1978.
- Rm. Agustinus Tri Hartono. Rm. Tri Hartono pernah menderita parkinson. Ketika masuk Domus Pacis Puren beliau masih bisa jalan ke ruang makan dan kemudian kembali lagi ke kamarnya. Memang dalam berjalan beliau sudah tertatih-tatih dengan langkah pendek-pendek. Ketika masuk Domus Pacis St. Petrus Rm. Tri Hartono dalam mobilitas sudah memakai kursi roda dengan didorong oleh karyawan. Beliau termasuk penderita gula darah yang dalam perkembangan sulit rendah. Pada suatu ketika Rm. Tri Hartono terserang stroke. Separuh tubuh termasuk tangan kanan melumpuh. Lidah juga kena sehingga Rm. Tri menderita tak bisa berbicara. Ternyata beliau mengalami opname lagi sampai tiga kali karena stroke lagi sampai tiga kali. Kini sehari-hari praktis beliau berada di tempat tidur. Untuk santap Rm. Tri harus dibantu dengan alat sonde. Beliau berasal dari Paroki Salam lahir pada 19 Oktober 1951 dan bersama Rm. Priyanto ditahbiskan menjadi imam pada 8 Desember 1978.
- Rm. Fransiscus de Sales Suharto Widodo. Pada tahun 2010 hingga 2011 Rm. Harto masih bisa berjalan walau dengan langkah pendek-pendek. Tetapi pada waktu itu suara beliau sudah amat lirih sehingga tanpa memperhatikan gerak bibir orang bisa tak mendengar. Memang dengan orang-orang tertentu suara bisa cukup terdengar. Dia pernah dua kali oprasi berkaitan dengan otak untuk kondisi tremor. Tetapi sesudah oprasi yang kedua, Rm. Harto, yang dalam perkembangan sudah harus berkursi roda, jatuh tertelungkup. Ternyata beliau mengalami stroke ringan tetapi juga kena lidahnya. Maka, kini beliau amat sulit untuk berbicara. Memang untuk mandi, urusan toilet, dan mobilitas karyawan akan membantu. Bahkan untuk mengambil santapan waktu makan bersama, beliau juga amat lemah. Dalam hal santap tiga kali sehari menu yang akan disantap selalu diblender lebih dahulu. Meskipun demikian, walau membutuhkan waktu lama, Rm. Harto akan menyantap sendiri menu makan di meja makan. Kalau tidak ada tamu datang, beliau akan banyak menonton TV. Rm. Harto berasal dari Paroki Jetis lahir pada 29 Januari 1955 dan ditahbiskan menjadi imam pada 25 Januari 1984.
- Rm. Joachim Suyadi. Di antara semua romo sepuh Domus, Rm. Yadi adalah penghuni pertama dan paling lama apabila tinggal di Domus Pacis Puren di perhitungkan. Dulu beliau biasa pakai krug atau tongkat penopang untuk berjalan. Rm. Yadi banyak keluar Domus karena banyak melayani Misa. Motor roda 2 adalah kendaraan utama. Tetapi lama-lama beliau harus menggunakan motor roda 3. Barangkali karena makin tua, kondisi fisik makin melemah. Dan lama kelamaan kakinya melumpuh dan harus menjauhkan diri dari menjalankan motor. Meskipun demikian setiap malam Minggu pertama dan ketiga Rm. Yadi masih melayani Misa di Kapel Wilayah Kleben, Paroki Klepu. Beliau selalu dijemput dan diantar pulang dengan mobil. Rm. Yadi juga termasuk yang mendapatkan giliran jadual Misa Komunitas Domus Pacis. Tetapi kini beliau mengalami merosotnya ketajaman penglihatan. Untuk itu teks Misa termasuk bacaan dibesarkan secara ekstra lewat foto copy. Dan akhir-akhir ini, ternyata beliau mengalami penglihatan sudah kabur untuk melihat huruf sekalipun dengan ukuran ekstra besar. Rm. Yadi berasal dari Paroki Klepu lahir pada 29 Mei 1937 dan ditahbiskan bersama Rm. Priyanto dan Rm. Tri Hartono pada 8 Desember 1978.
- Rm. Dominicus Bambang Sutrisno. Kalau semua romo sepuh di Domus sudah termasuk difabel, Rm. Bambang sudah cacad sejak kanak-kanak. Dia pincang kaki kirinya. Ternyata masalah justru datang dari kaki kanan yang sehat. Ototnya menjadi kesakitan untuk menanggung ketidakseimbangan berjalan. Barangkali ketika usia menginjak ke 57 tahun, kelenturan otot kaki kanan sudah sulit terjadi. Tetapi Rm. Bambang masih aktif berdinas hingga 30 Juni 2010 dengan bantuan kedua tongkat untuk berjalan. Dengan persetujuan Keuskupan dia masuk rumah tua para romo Domus Pacis Puren. Karena mengalami dua kali terpeleset dengan kedua tongkat penopang dan dua kali patah tulang kaki kiri, sejak tahun 2012 Rm. Bambang hanya berkursi roda. Dia memang masih aktif mendampingi pastoral ketuaan dan permintaan Misa. Mobil matik sejak tahun 2013 menjadi kendaraan utama. Tetapi semenjak akhir tahun 2020, karena ketajaman mata dirasa tidak bisa diandalkan untuk menjalankan kendaraan di tengah lalu lintas, Rm. Bambang berhenti untuk menyetir motor dan mobil. Kalau harus bepergian pasti ada pengantar. Dalam hal ikut membantu Domus dan mewartakan iman, dia termasuk aktif menggunakan jejaring digital seperti FB, e-mail, WA, dan blogspot. Sampai saat ini dia masih bisa menerima permintaan Misa ujub dengan catatan kondisinya sudah berkursi roda dan selalu ada pengantar dengan mobil. Dalam hal kesehatan ada 5 macam penyakit sudah ngendon dan obat-obat jadi menu harian. Rm. Bambang berasal dari Ambarrukmo, kini Paroki Pringwulung, lahir pada 30 Januari 1951 dan ditahbiskan menjadi imam pada 22 Januari 1981.
No comments:
Post a Comment