Tuesday, August 31, 2021

Sumbangan Agustus 2021

Ini tentang sumbangan dana uang untuk tambahan uang honorarium karyawan Domus Pacis St. Petrus, Kentungan. Tenaga untuk melayani para rama tua yang tinggal di Domus Pacis Petrus memang amat dibutuhkan. Sebenarnya sejak masih tinggal di Domus Pacis Puren, kekurangan dana sudah dialami oleh Rm. Bambang. Jatah dari Keuskupan masih membutuhkan upaya tambahan. Bagaimanapun juga jumlah karyawan harus memadahi dan memerlukan imbalan yang memadahi. Maklumlah, untuk yang mengalami kehidupan harian bersama para rama tua dengan kondisi yang lemah, pekerjaan karyawan membutuhkan energi ekstra baik fisik maupun kejiwaan. Mulai dengan Januari 2019 Rm. Bambang menaikkan penerimaan honorarium karyawan berlipat dibandingkan sebelumnya. Ternyata Rm. Hartanta, yang mulai menangani penuh Domus Pacis pada pertengahan Oktober 2020 sejak masih di Puren, mengalami hal yang sama. Apalagi beliau memiliki cara kerja yang sungguh jauh lebih baik dan bijak dalam mengembangkan kerja para karyawan demi para rama dan tempat tinggalnya. Apalagi sejak berada di Domus Pacis St. Petrus urusan makin berlipat besarnya.


Keadaan seperti itu mendorong Rm. Hartanta meminta Rm. Bambang untuk ikut mencari sumbangan dana untuk kesejahteraan karyawan. Rm. Bambang mulai melontarkan pencarian sumbangan sejak pertengahan Juni 2021. Hingga akhir Agustus 2021 tercatat ada 122 penyumbang. Dari jumlah itu ada 29 penyumbang yang mengirimkan uang berturut-turut. Lima penyumbang terdiri dari kelompok. Tiga kelompok memberikan informasi jumlah anggota yang total ada 91 orang. Dengan demikian 122 kiriman uang berasal dari 210 orang penyumbang. Jumlah sumbang sungguh beraneka dari 10.000an ribu, 20.00an, 25.00an, 50.00an hingga ratusan dan beberapa masuk nol enam. Tentu saja tidak semua 210 orang itu menyumbang setiap bulan. Kalau dihitung dengan jumlah orang, yang terhitung rutin jadi penyumbang hingga Agustus 2021 ada 29 orang. Pada Agustus terhitung 59 penyumbang termasuk 3 yang berkelompok. Kalau dihitung jumlah orang, pada Agustus 2021 ada 147 orang penyumbang. Adapun jumlah uang yang diterima, sejauh ada dalam catatan Rm. Bambang, terkumpul sebesar Rp. 29.607.000. 

Lamunan Pekan Biasa XXII

Rabu, 1 September 2021

Lukas 4:31-37

38 Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. 39 Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka. 40 Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakitnya, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka. 41 Dari banyak orang keluar juga setan-setan sambil berteriak: "Engkau adalah Anak Allah." Lalu Ia dengan keras melarang mereka dan tidak memperbolehkan mereka berbicara, karena mereka tahu bahwa Ia adalah Mesias.

42 Ketika hari siang, Yesus berangkat dan pergi ke suatu tempat yang sunyi. Tetapi orang banyak mencari Dia, lalu menemukan-Nya dan berusaha menahan Dia supaya jangan meninggalkan mereka. 43 Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus." 44 Dan Ia memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat di Yudea.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, orang dapat bangga kalau memiliki kedudukan tinggi mengatasi masyarakat umum. Apalagi kalau banyak orang mengetahuinya, ia akan memperoleh popularitas.
  • Tampaknya, karena terkenal orang dapat memperoleh penghormatan di banyak tempat dan di banyak orang. Dia mudah mendapatkan privilese atau hak-hak khusus.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun terkenal karena kedudukan tinggi dan perjuangannya, seorang pejuang kebaikan akan berusaha membuat banyak orang tak memperhatian suara-suara sebaik apapun yang berasal dari orang yang berjiwa jahat. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati pejuang kebaikan akan tetap diam bahkan menolak sanjungan yang berasal dari musuh.

Ah, orang akan lancar memperjuangkan kebaikan kalau kebaikannya juga disuarakan oleh musuh.

Santo Nikodemus

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 03 Agustus 2017 Diperbaharui: 03 Agustus 2017 Hits: 9168

  • Perayaan
    3 Agustus
    31 Agustus (pada beberapa kalender - dirayakan bersama Santo Yusuf dari Arimatea)
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad pertama
  •  
  • Kota asal
    -
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir | Menurut Tradisi Gereja Perdana
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Nikodemus hidup sejaman dengan Yesus. Ia adalah seorang  Yahudi Farisi yang menjadi anggota Sanhedrin (Dewan tertinggi Agama Yahudi pada Jaman Yesus) di Yerusalem. Nikodemus percaya kepada Yesus dan menjadi pengikut-Nya secara rahasia. Ia bertemu dengan Yesus pada malam hari untuk menghindari kemurkaan anggota Sanhedrin lainnya.

Saat Yesus berada di Yerusalem, Nikodemus menemuiNya di malam hari untuk berbicara secara pribadi. Dengan rendah hati, anggota Sanhedrin ini menyapa Yesus : 

Yesus menjawab semua pertanyaan Nikodemus dan menyingkapkan rahasia kehidupan kekal kepadanya. (Yoh 3 : 3 – 21).

Pada waktu perayaan Hari Raya Pondok Daun, Yesus kembali datang ke Yerusalem. Imam-imam kepala dan orang-orang Farisi mencoba untuk menangkap Yesus tetapi gagal karena para penjaga yang dikirim untuk menangkap Yesus malah terpesona mendengarkan ajaranNya. Saat para Farisi yang murka sedang berkumpul dan mengecam Yesus, Nikodemus dengan suara lantang berkata :

Kata-katanya untuk sementara dapat meredakan kemarahan para Farisi sehingga mereka membubarkan diri. Namun sebagian mereka masih mempertanyakan pengajaran Yesus dengan membantah Nikodemus :

Setelah Yesus Kristus mati disalibkan, Nikodemus bersama Yusuf dari Arimatea berupaya memberikan penguburan yang layak bagi Yesus. Kitab suci menulis :

Setelah pemakaman Yesus, nama Nikodemus tidak ditemukan lagi dalam kitab suci. Pada abad ke-16 muncul sebuah kitab apokrif yang disebut Injil Nikodemus (Nicodemi Evangelium). Tradisi Jemaat Kristen perdana menyebutkan bahwa Nikodemus tewas sebagai martir Kristus pada abad pertama. Gereja Katholik Roma dan Orthodoks Timur, menghormati Nikodemus sebagai seorang Kudus dan perayaannya diperingati pada setiap tanggal 3 Agustus.

Monday, August 30, 2021

Mgr. Blasius Retret

Sebagai rumah tua para rama praja Keuskupan Agung Semarang, Domus Pacis St. Petrus memang memiliki suasana yang bebas dari kesibukan melayani umat. Memang ada juga tamu datang. Tetapi kehadiran para tamu tidak pernah dapat mematikan suasana yang menghadirkan aura keheningan. Dulu ketika masih ada di Domus Pacis Puren, ketika ada rombongan banyak tamu, tak jarang muncul suara "suasanya sejuk dan kening ya". Gedung Domus Pacis St. Petrus jauh lebih besar dibandingkan dengan Puren. Kebun dan taman yang mengelilingi juga cukup luas. Pohon-pohon tinggi banyak berjajar baik di depan bangunan maupun di belakangnya. Angin biasa masuk sepoi-sepoi. Suasana hening jauh amat terasa di bagian kebun di belakang kamar-kamar Rm. Yadi, Rm. Ria, Rm. Tri Hartono, Rm. Harto, Rm. Bambang, dan Mgr. Blasius Puja Raharja. Ada kesan bahwa Domus St. Petrus seperti rumah retret.


Kalau dikatakan bahwa Domus Pacis St. Petrus seperti rumah retret, ternyata rumah tua ini memang dapat menjadi tempat retret. Apakah sudah ada yang memakainya? Barangkali ada yang membayangkan bahwa ada warga luar Domus pinjam tempat untuk retret. Memang, biasanya untuk menjalani retret orang Katolik termasuk rama dan biarawan-biarawati akan meninggalkan tempat tinggalnya dan memakai tempat lain yang biasanya adalah rumah retret. Tetapi yang terjadi di Domus Pacis adalah warga sendiri. Beliau adalah Mgr. Blasius pensiunan Uskup Keuskupan Ketapang. Mulai dengan Sabtu sesudah makan malam 28 Agustus 2021 Mgr. Blasius menjalani retret. Beliau tetap berada di kamarnya. Untuk makan dan snak dilayani di kamarnya. Beliau hanya minta disiapkan meja dan kursi di ruang seperti selasar pada bangunan yang sebenarnya tempat penampungan air. Tempat itu berada di kebun bagian belakang kamar beliau dan kamar Rm. Bambang. Di sinilah Mgr. Blasius melakukan renungan. Beliau akan melakukan retret selama 7 hari.

Lamunan Pekan Biasa XXII

Selasa, 31 Agustus 2021

Lukas 4:31-37

31 Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. 32 Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. 33 Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: 34 "Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." 35 Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" Dan setan itupun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. 36 Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan merekapun keluar." 37 Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, ada gambaran bahwa dengan banyak kenalan orang akan banyak teman. Dengan banyak teman orang mengalami kasih dari banyak orang.
  • Tampaknya, ada slogan “tak kenal, tak sayang” yang membuat orang bisa mengalami bahagianya hidup bersama. Dalam kebersamaan perjumpaan sungguh akan dapat menjadi kerinduan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun sungguh saling mengenal apa dan siapa seseorang, kalau hidupnya dikuasai oleh jiwa jahat, orang justru menjadi sosok berbahaya untuk mencelakakan yang dikenalnya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan sadar justru yang bisa amat mencelakakan adalah orang yang amat mengenal dan dikenal.

Ah, bagaimanapun juga kalau sungguh kenal orang akan baik karena mudah menerima apa adanya.

Santo Pammakius

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 26 Agustus 2013 Diperbaharui: 26 Agustus 2016 Hits: 4577

  • Perayaan
    30 Agustus
  •  
  • Lahir
    Hidup pada Abad ke-4
  •  
  • Kota asal
    Roma - Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • tahun 410
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Pammakius adalah seorang awam Kristiani terpandang yang hidup pada abad keempat. Sewaktu ia masih seorang pelajar, ia bersahabat dengan St. Hieronimus. Mereka tetap menjalin persahabatan sepanjang hidup mereka dan terus saling membina hubungan baik. Isteri Pammakius adalah Paulina, puteri kedua dari St. Paula, seorang sahabat dan juga murid dari St. Hieronimus.

Ketika Paulina wafat pada tahun 397, St. Hieronimus dan St. Paulinus dari Nola menulis surat yang amat menyentuh hati penuh simpati, dukungan dan janji doa. Pammakius patah semangat karena kematian isterinya. Ia melewatkan sepanjang sisa hidupnya dengan melayani di rumah singgah yang didirikannya bersama St. Fabiola. Di sana, para peziarah yang datang ke Roma disambut baik dan dibantu. Pammakius dan Fabiola dengan senang hati menerima dan bahkan mengutamakan mereka yang miskin, sakit dan cacat. Pammakius yakin bahwa isterinya yang telah meninggal dunia menyertainya sementara ia melakukan karya-karya belas kasih. Paulina dikenal karena kasihnya kepada mereka yang miskin papa dan menderita. Suaminya percaya bahwa melayani mereka merupakan cara terbaik untuk menyampaikan penghormatan dan kasih kepada isterinya.

St. Pammakius jauh terlebih lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan dibandingkan St. Hieronimus yang pemarah. Kerap kali ia menasehati St. Hieronimus agar memperhalus atau memilih kata-kata yang lebih lembut, tetapi St. Hieronimus biasa mengabaikannya. Sebagai contoh, seorang bernama Jovinian mengajarkan suatu kesalahan yang serius. Hieronimus menulis sebuah tulisan yang dengan keras membeberkan kesalahan-kesalahan Jovinian.

Pammakius membaca tulisan itu dan menyampaikan saran-saran baik untuk mengganti kata-kata yang terlalu keras. St. Hieronimus berterima kasih kepada sahabatnya atas perhatiannya, tetapi ia tidak melakukan koreksi. Pammakius juga berusaha menengahi suatu perselisihan antara sahabatnya St. Hieronimus dengan seorang uskup bernama Rufinus. Tetapi tampaknya Pammakius tak dapat menggerakkan Hieronimus untuk bersikap lebih lembut dalam menangani orang atau masalah ini.

St. Pammakius wafat pada tahun 410 ketika Raja kaum Visigoth, Alaric, menyerbu dan menguasai Kota Roma. Saat ini rumah Santo  Pammakius di Roma telah menjadi Gereja biara Passionis Santo Yohanes dan Paulus.

Sunday, August 29, 2021

Pelayanan Seorang Direktur

Pada Jumat 27 Agustus 2021 jam 15.12 Rm. Bambang mengirim WA ke Rm. Hartanta "Rama, Yen mangke ngresahi nyuwun tulung karyawan mendet paket ing Jl Magelang saget mboten?" (Rama, kalau nanti mau minta tolong karyawan untuk ambil paket di Jl. Magelang bisa tidak?). Empatpuluh satu menit kemudian datang jawaban "Bisa romo. Bisa" dan Rm. Bambang langsung kirim pertanyaan "Kinten-kinten sinten rama?" (Kira-kira siapa rama?). Kemudian Rm. Hartanta berkata lewat WA "Kalau masih buka, saya nanti jam 19 akan ke arah sana". Kebetulan paket untuk Rm. Bambang dikirim lewat travel dari Semarang pada jam 15.00 dan akan sampai Jogja pada jam 19.00. Maka Rm.  Bambang memberikan informasi kepada Rm. Hartanta tentang nama biro travel dan alamatnya. Pada jam 20.43 kemenakan Rm. Bambang, yang mengirim paket, kirim WA "Malam Om, apakah paket nya sdh smpi? Salam". Ketika Rm. Bambang menjawab "Sing ambilke Rama Pimpinan" segera ada jawaban "Walah aku ngrepoti, sampaikan trims ya Om, nyuwun sewu ngerepoti banget, salam".

Kemenakan Rm. Bambang tampaknya kagum akan sikap dan tindakan Rm. Hartanta yang berindak untuk Rm. Bambang. Bagi Rm. Bambang kehadiran Rm. Hartanta sebagai direktur para rama tua di rumah tua Domus Pacis memang mengagumkan. Rm. Bambang berada di rumah tua sejak 1 Juli 2010. Pengurus Domus memiliki tugas pokok yang membuatnya amat sibuk. Domus terasa hanya mendapatkan perhatian kecil. Untung saja kemudian muncul banyak pemerhati yang rela membantu kehidupan Domus. Tetapi kehadiran Rm. Hartanta sejak 1 September 2020 membuat suasana Domus berkembang terperhatikan. Beliau memperhatikan kondisi dan kebutuhan para rama satu persatu. Hal ini menjadi amat kentara sesudah Domus Pacis berada di Kentungan. Beliau amat mudah tersentuh dengan keadaan para rama. Apalagi berkaitan dengan kondisi penyakitnya, penjagaan dilakukan dengan amat ekstra. Jumlah karyawan diupayakan memadahi demi pelayanan bagi para rama. Kesejahteraan karyawanpun termasuk amat diperhatikan. Memang, untuk menghadapi permintaan para rama, Rm. Hartanta memiliki prinsip "Kalau itu menjadi kebutuhan, akan saya upayakan terpenuhi. Kalau itu muncul dari kemanjaan, urus sendiri". Maklumlah, setiap bulan para rama mendapatkan uang saku.

Sebagai direktur Domus Pacis St. Petrus, Rm. Hartanta amat memperhatikan kebutuhan masing-masing rama. Rama-rama Domus yang sudah tua dan pada umumnya difabel sungguh tidak merasa kuatir akan keadaan dirinya. Rm. Hartanta bersama tim karyawan sigap melayani para rama. Memang, Rm. Hartanta menghadirkan prinsip "Kalau itu menjadi kebutuhan, akan diupayakan terpenuhi. Kalau itu muncul dari kemanjaan, urus sendiri".

Lamunan Pekan Biasa XXII

Senin, 30 Agustus 2021

Lukas 4:16-30

16 Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. 17 Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: 18 "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku 19 untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." 20 Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. 21 Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." 22 Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" 23 Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" 24 Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. 25 Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. 26 Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. 27 Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu." 28 Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. 29 Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. 30 Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, tidak sedikit orang beragama beranggapan bahwa rumah ibadat adalah tempat orang berjemaat menghadap Tuhan. Dalam rumah ibadat orang berharap mengalami kedamaian batin.
  • Tampaknya, tidak sedikit orang beragama juga beranggapan bahwa dengan berjemaat orang membangun hubungan kebersamaan sebagai umat Allah. Jiwa persaudaraan akan berkembang dengan bersama melakukan ibadat.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun menjalani ibadat bersama dengan tatacara bersama, kalau di dalamnya ada orang-orang yang berjiwa feodalistik memandang orang dari latarbelakang status sosial dan juga dengan nafsu kepentingan diri, ibadat berjemaat dapat menjadi alat mobilisasi kebencian. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang sadar kalau sungguh hidup dalam Tuhan orang akan terbuka pada peran siapapun dan dari strata sosial apapun.

Ah, asal beragama orang akan dibebaskan dari sikap benci pada orang lain.

Santo Yohanes Pembaptis

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 13 Maret 2017 Diperbaharui: 22 Maret 2021 Hits: 14323

  • Perayaan
    24 Juni (Kelahiran)
    29 Agustus (Wafat)
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad pertama
  •  
  • Kota asal
    Yerusalem
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir - Dipenggal oleh Raja Herodes Antipas disekitar tahun 31M - 36 M
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Bunda Maria mempunyai saudara sepupu bernama Elisabeth yang bersuamikan Zakaria, seorang imam di Bait Allah Yerusalem. Pasangan ini belum memiliki keturunan karena Elisabet adalah seorang wanita mandul. Suatu hari Zakaria tengah bertugas membakar kemenyan di Bait Allah. Tiba-tiba Malaikat Gabriel menampakkan diri padanya dan membawa kabar bahwa Tuhan akan mengaruniakan seorang anak laki-laki baginya. Anak tersebut kelak akan menyiapkan umat Israel menyambut kedatangan Sang Mesias.  

Tetapi Zakaria masih kurang percaya karena Elisabeth sudah tua dan mandul. Atas ketidak-percayaannya, Zakaria mendapat hukuman Tuhan dan menjadi bisu sampai kelahiran anaknya yang diberi nama Yohanes, sesuai pesan Malaikat Gabriel.

Yohanes adalah utusan Allah yang mendahului Yesus. Yesus sendiri mengatakan :

Masa kecil Yohanes tidak banyak diceritakan, kecuali ketika masih dalam kandungan ia melonjak kegirangan sewaktu Bunda Maria berkunjung ke rumah ibunya (Luk 1:41), dan kelahirannya (Luk 1:57-66).

Setelah dewasa, Yohanes muncul sebagai seorang pengkotbah di tepi sungai Yordan dengan pesan yang mendesak  :  “Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat!” (Mat 3:2)

Orang-orang kemudian datang dan dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan. Ketika orang menanyakan dirinya, Yohanes menjawab :

Pengikut Yohanes banyak sekali, termasuk orang-orang yang kemudian dipilih Yesus menjadi RasulNya. Yesus sendiri datang minta dibaptis olehnya. Yohanes mulanya menolak dengan berkata :

Namun Yesus meyakinkankannya :

Tak lama kemudian Yohanes dipenjarakan, karena mengecam pernikahan raja Herodes Antipas dengan Herodias, istri saudara sepupunya. Dari dalam penjara Yohanes mengikuti gerakan Yesus melalui murid-muridnya yang dengan setia mengunjunginya. Yohanes akhirnya dipenggal Herodes Antipas akibat akal busuk dari Herodias dan puterinya Salome. Pelopor Yesus ini gugur demi membela kesusilaan.

Kemartiran Yohanes Pembaptis dapat dibaca dalam kitab suci (Matius 14 :1 – 12).

Saturday, August 28, 2021

Lamunan Pekan Biasa XXII

Minggu, 29 Agustus 2021

Markus 7:1-8.14-15.21-23

1 Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. 2 Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. 3 Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; 4 dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. 5 Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: "Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?" 6 Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. 7 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. 8 Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." 14 Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: "Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. 15 Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya." 21 sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, 22 perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23 Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, setiap agama memiliki warisan hidup keagamaan dari pendiri dan generasi sebelumnya. Warisan berupa ajaran dan bentuk-betuk praktek kebiasaan bisa diyakini memiliki bobot ilahi.
  • Tampaknya, untuk menjaga kesetiaan kepada Tuhan ada kebiasaan-kebiasaan yang harus dijalani. Kalau abai terhadap praktek itu orang bisa dianggap tidak memiliki sikap taat kepada Tuhan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun amat taat menjalani berbagai kebiasaan dalam agama, kalau terlalu terfokus pada bentuk-bentuk prakteknya, orang bisa jatuh pada warisan lahiriah yang menjadi ajaran dan adat manusia dan mengabaikan sikap batin hubungan dengan Tuhan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menghayati hidup rohani dengan ungkapan dan wujud bentuk perilaku manusia yang dihayati secara dinamis sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya setempat.

Ah, asal taat menjalani yang diwajibkan oleh agama orang pasti sudah setia pada Tuhan.

Sudah Boleh Menerima Tamu

"Wau kula nolak tamune Rm. Yadi lan Rm. Ria. Dha saget dumugi ngajeng Domus" (Tadi saya menolak tamu Rm. Yadi dan Rm. Ria. Mereka bisa sampai di depan Domus) kata Rm. Hartanta Jumat 27 Agustus 2021 ketika sedang makan malam. Rm. Hartanta juga mengatakan bahwa tamu Rm. Yadi bisa masuk dengan mobilnya. Peristiwa itu tentu membuat heran bagi Rm. Hartanta karena ada larangan ketat dari Staf Seminari Tinggi untuk menerima tamu termasuk di Domus Pacis St. Petrus rumah para rama sepuh. Para rama Domus hanya bisa taat dan menjalankan. Apalagi ada yang mengatakan bahwa khusus untuk Domus larangan itu datang dari Bapak Uskup. Sebenarnya paling tidak Rm. Hartanta dan Rm. Bambang sejak tanggal 23 Juli 2021 sudah banyak kali menolak mereka yang akan berkunjung. Memang, kalau sudah terlanjur datang dan bawa oleh-oleh, mereka akan terhadang di pintu gerbang Seminari yang dijaga Satpam. Kalau membawa oleh-oleh Satpam akan menerima dan disimpan di Pos kemudian diberitakan dengan telepon di Domus. Karyawan Domus akan mengambil. Begitu juga dengan berbagai macam kiriman paket, semua akan diterima oleh Satpam.


Peristiwa mobil dan motor tamu Rm. Yadi dan Rm. Ria bisa sampai halaman Domus memang membuat heran Rm. Hartanta sebagai Direktur Domus. Sebenarnya hal seperti itu juga terjadi di hari sebelumnya, yaitu Kamis 26 Agustus 2021. Ada tamu membawa oleh-oleh untuk Rm. Hartanta bisa masuk dengan kendaraannya dan sampai kantor Domus Pacis. Memang, sebenarnya pihak Domus sudah mendengar bahwa beberapa rama Staf Seminari sudah sering menerima tamu. Hal-hal seperti ini membuat Rm. Hartanta mengirim WA ke Pejabat Rektor Seminari. Pada makan malam Jumat 27 Agustus 2021 Rm. Hartanta berkata di meja makan "Kula wau WA ke Seminari. Taken wis entuk nampa tamu durung. Nanging ngantos sepriki dereng wonten wangsulan" (Saya tadi mengirim WA ke Seminari. Tanya sudah boleh menerima tamu atau belum. Tetapi hingga kini belum ada jawaban). Dan barulah pada makan pagi Sabtu 28 Agustus 2021 Rm. Hartanta menyampaikan jawaban dari Seminari "Pun angsal nampa tamu" (Sudah boleh menerima tamu).

Minggu Biasa XXII/B – 29 Agt 2021 (Mrk 7:1-8.14-15.21-23)

 diambil dari https://unio-indonesia.org; ilustrasi dari kileksi Blog Domus


SIKAP BERAGAMA YANG SEJATI ?

Rekan-rekan yang baik!

Dalam tiap agama ditumbuhkan dan dikembangkan hidup rohani lewat lembaga hukum, aturan, tatacara, upacara, dan pemahaman kisah-kisah sakral (Kitab Suci). Jadi ada tujuan, yakni kerohanian, dan ada pula sarananya, yaitu kelembagaan tadi. Dalam kenyataan kerap tujuan dan sarana saling bertukar. Misalnya, tata upacara atau hukum-hukum agama menjadi makin dipentingkan dan menyingkirkan semua yang dirasa tidak sejalan. Akibatnya, kelembagaan lambat laun menjadi tujuan beragama, bukan lagi sarana. Orang bisa mulai merasa sesak, kurang leluasa. Sering dalam keadaan ini ada pembaruan untuk menjernihkan tujuan semula. Hidup beragama biasanya berada di antara dua kutub itu. Bisa lebih dekat dengan yang satu, bisa menjauh dari yang lain. Ada kecenderungan untuk hanya melihat tujuan sehingga sarana kelembagaan disepelekan. Tapi ada juga tarikan untuk mementingkan sarana dengan akibat tujuan menjadi kabur.

Permasalahan ini tercermin pula dalam petikan Injil Minggu Biasa XXII B ini (Mrk 7:1-8.14-15.21-23). Yesus ditanyai orang Farisi dan ahli Taurat, mengapa murid-muridnya tidak menaati adat turun temurun membasuh tangan sebelum makan. Orang-orang itu curiga Yesus dan murid-muridnya ini kaum yang tidak peduli lagi akan lembaga agama. Dari jawaban yang diberikannya, dapat disimpulkan bahwa Yesus bukannya hendak mengurangi wibawa kelembagaan agama. Ia malah ingin memurnikannya sehingga dapat membawa ke tujuan yang sesungguhnya. Ia memakai bahasa yang amat nyata seperti pernyataan bahwa yang perlu dibasuh bukannya tangan atau piring mangkuk, melainkan batin manusia. Maklum, tindakan-tindakan buruk timbul dari itikad buruk yang ada dalam batin, bukan karena tindakannya sendiri.

LATAR BELAKANGNYA

Di kalangan orang Yahudi pada zaman Yesus, pembasuhan tangan sebelum makan termasuk kesalehan yang dijalankan oleh para imam dan mereka yang berurusan dengan ibadat. Adat seperti itu dirincikan di dalam Talmud, yakni kumpulan penjelasan aturan dan hukum agama yang terangkum dalam Misyna. Misyna sendiri merupakan penjabaran dari hukum-hukum Taurat. Bagaimanapun juga, tidak ada kewajiban seperti itu bagi yang bukan imam. Orang Farisi dan para ahli Taurat tidak termasuk golongan imam. Memang ada kewajiban membasuh diri sebelum masuk dalam Bait sebelum beribadat, tetapi yang dibicarakan dalam Injil hari ini ialah pembasuhan tangan secara ritual sebelum makan. Sebenarnya Yesus tidak akan terlalu ditanya-tanya mengenai hal serupa karena permasalahannya hanya menyangkut para imam Yahudi. Yesus dan para muridnya bukan imam dan tidak bertugas sebagai imam dalam masyarakat Yahudi ketika itu.

Masalah yang terungkap dalam petikan hari ini mencerminkan keadaan pada zaman generasi kedua pengikut Yesus. Pada masa itu, praktek membasuh tangan juga dijalankan oleh orang Yahudi yang bukan imam sebelum makan sebagai ungkapan kesalehan. Para pengikut Yesus generasi kedua dari kalangan Yahudi banyak yang tidak menjalankannya. Mereka sebenarnya mengikuti adat yang lebih tua dan tidak menambah-nambah dengan pelbagai praktek kesalehan. Mengapa? Mereka belajar dari generasi pertama yang mengikuti sikap Yesus terhadap hukum agama, yakni menghayati semangatnya, bukan huruf atau bentuk luarnya. Patut diingat, para pengikut Yesus waktu itu belum menganggap diri dan belum dianggap memeluk “agama” baru. Mereka tidak mengikuti ritualisme dan legalisme yang semakin terasa di beberapa kalangan Yahudi pada zaman setelah Yesus. Baru kemudian mereka makin menjadi agama baru karena makin berbeda dengan tatacara dalam agama Yahudi. Markus menyusun Injilnya dengan latar belakang seperti ini.

Kaum Farisi itu orang-orang yang sebetulnya dengan sungguh-sungguh mau hidup menjalankan perintah agama secara radikal. Bahkan harfiah. Mereka mau menunjukkan begini inilah hidup mengikuti ajaran agama turun-temurun. Mereka berpengaruh besar dalam Sanhedrin, yakni lembaga peradilan agama dan pemerintahan di kalangan orang Yahudi. Mereka punya keyakinan, hidup seperti yang mereka jalani itu nanti akan berlangsung juga di akhirat. Jadi mereka mau menyucikan hidup duniawi sehingga menjadi semacam antisipasi hidup nanti. Di kalangan seperti inilah mulai tumbuh upaya-upaya kesalehan yang lebih besar dari yang biasa diatur dalam adat dan hukum agama.

Kisah pembicaraan antara Yesus dan orang Farisi serta ahli Taurat di sini tersusun atas dasar keyakinan para pengikut Yesus mengenai pemikiran dan sikap sang Guru sendiri. Bukan berarti pembicaraan dalam petikan ini tak pernah terjadi. Bisa saja pada zaman Yesus sudah ada beberapa kelompok orang saleh yang mempraktekkan pembasuhan ritual meski bukan imam. Orang yang menanyai Yesus itu mengira kelompok Yesus ini bisa jadi berasal kaum saleh baru tadi, seperti mereka sendiri.

PEGANGAN

Dalam menanggapi kecenderungan ritualisme dan upaya menjamin keselamatan lewat sarana kesalehan itu para pengikut Yesus dari generasi kedua dan selanjutnya mencoba mengingat-ingat apa yang kiranya bakal diajarkan Yesus sendiri. Ada dua garis yang mereka temukan, dan kedua-duanya termaktub dalam Injil hari ini.

Pertama, mereka yakin bahwa sang Guru mengajarkan ibadat yang tulus, bukan sekadar puji-pujian dangkal yang tidak disertai keyakinan rohani. Ini termaktub dalam Mrk 7:6-7. Di situ ditampilkan kembali Yes 29:13 yang berisi amatan tajam terhadap kurangnya integritas dalam kehidupan agama orang-orang di Yerusalem, pusat keyahudian waktu itu. Agama dijadikan dalih kepentingan manusiawi, kepentingan pihak yang berkuasa waktu itu. Akibatnya macam-macam ketidakadilan terjadi dan dibenarkan oleh cara beragama. Ibadat di Bait memang dikelola baik, tetapi korupsi, kemelaratan didiamkan saja. Dengan demikian hidup rohani makin terpisah dari kehidupan yang nyata. Inilah yang dikecam oleh orang seperti Nabi Yesaya. Gemanya terdengar dalam petikan hari ini.

Kedua, para murid dari generasi kedua itu juga tahu bahwa hidup rohani yang tulus, jadi hidup beragama yang sejati, bertujuan memurnikan batin manusia. Bila sungguh-sungguh, maka tak perlu lagi khawatir apa ada yang mengotori atau yang perlu disucikan dulu. Orang sudah hidup dalam kesucian batin yang mengangkat yang ada di luar. Bahkan mereka yakin Guru mereka menganggap yang ada dalam hidup sehari-hari itu bersih, tidak mengotori. Yang bisa mengotori itu tentunya batin yang tak bersih. Inilah yang digemakan dalam Mrk 7:14-15. Dengan kata lain, bila orang beranggapan yang di luar itu hanya mengotori belaka, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan batin yang bersangkutan sendirilah yang tidak beres.

Dua pokok jawaban itu tetap berarti bagi zaman kita. Sekarang ada kecenderungan menjalankan sikap agamaist secara berlebihan. Yang ada di luar lingkup keagamaan dianggap kotor dan busuk. Tetapi perlu diingat, manakah tujuan hidup beragama yang sebenarnya: melawan dunia dengan asal melawan atau mengembangkan hidup rohani yang mantap sehingga dapat berdialog dengan pihak lain. Mungkin kita akan merasa kita sudah jauh lebih maju dari pelbagai kelompok “lain”. Kita merasa toleran, terbuka, berpijak pada kenyataan di masyarakat. Sungguh sudah bersihkah yang ada di dalam batin? Apakah kita memiliki cara pandang yang memadai mengenai keadaan di sekitar. Atau asal giat belaka, asal mengubah, asal memasyarakat? Arah jawaban kedua di atas tadi masih banyak artinya. Hanya bila kita juga bersih dari dalam maka yang keluar akan bersih, bila tidak maka kita hanya mengeruhkan suasana.

DAFTAR KEBUSUKAN

Pada akhir bacaan Injil hari ini (Mrk 7:21-22) terdapat daftar panjang pelbagai macam kebobrokan moral. Jumlahnya 13. Baiklah dibaca kembali satu persatu dengan perhatian pada artinya: 1. pikiran jahat (=itikad busuk), 2. percabulan (=kelakuan birahi yang tak bisa dibenarkan), 3 pencurian, 4. pembunuhan, 5. perzinahan (=ketaksetiaan di antara suami istri), 6. keserakahan (=bibit korupsi dan kolusi), 7. kejahatan (=tindak kekerasan), 8. kelicikan (=tipu daya untuk mencelakan), 9. perbuatan tak senonoh (=tak menghargai perasaan orang lain), 10. iri hati (dulu terutama tenung dan santet karena iri akan keberhasilan orang lain), 11. hujat (=fitnah menjatuhkan nama orang), 12. kesombongan (sikap takabur, termasuk sikap kurang menghormati yang keramat), 13. kebebalan (tak bisa membeda-bedakan apa yang boleh dan tak boleh dikerjakan).

Yang pertama dan yang terakhir sebetulnya erat berhubungan. Bila orang tak punya sikap batin bijak (kebusukan no. 13), maka yang ada dalam pikirannya ialah rencana yang akhirnya buruk belaka (kebusukan no. 1). Tiadanya kebijaksanaan batin tadi akan menelurkan 11 kebusukan yang didaftar di antaranya. Bagi pembaca zaman itu, cukup jelas bahwa Yesus tidaklah mendaftar kebusukan begitu saja, melainkan mengajar mereka di mana benih kebusukan sendiri merajalela, yakni dalam batin manusia yang tak peduli lagi akan sisi-sisi rohani. Batin yang demikian itu memupuk kebusukan. Bagaimana keluar dari sana? Tumbuhkan kepekaan rohani sehingga kebusukan tak subur lagi.

Salam hangat,

A. Gianto


Santo Agustinus

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 26 Agustus 2013 Diperbaharui: 14 Jun 2020 Hits: 46988

  • Perayaan
    28 Agustus
  •  
  • Lahir
    13 November 354
  •  
  • Kota asal
    Tagaste, Numidia, Afrika Utara (Sekarang Aljazair)
  •  
  • Wafat
  •  
  • tanggal 28 Agustus 430 di Hippo Afrika utara |
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Pujangga Besar Gereja ini  lahir pada tanggal 13 November 354 di Tagaste, Algeria, Afrika Utara dan diberi nama  Aurelius Augustinus.  Ia dibesarkan dan dididik di Karthago, dan dibaptis di Italia. Ibunya, St. Monika, adalah seorang Katolik yang saleh, sementara ayahnya, Patrisius seorang kafir. (Kelak ibunda St. Agustinus juga dinyatakan  sebagai orang kudus dan menjadi pelindung bagi para ibu rumah tangga). Agustinus sendiri memilih menganut aliran Manikeanisme, yaitu aliran yang menolak Allah dan sangat mengagungkan rasionalisme.

Agustinus adalah seorang yang sangat cerdas. Pendidikan dan karier awalnya ditempuhnya dalam bidang filsafat dan retorika, seni persuasi dan bicara di depan publik. Awalnya Ia mengajar di Tagaste dan Karthago, namun ia ingin pergi ke Roma karena ia yakin bahwa di sanalah para ahli retorika yang terbaik dan paling cerdas berlatih.  Karena itu pada usia 29 tahun Agustinus dan Alypius, sahabatnya, pergi ke Roma Italia.  Setelah Beberapa saat tinggal di ibukota kerajaan itu; Agustinus kembali merasa kecewa dengan sekolah-sekolah di Roma, yang dikatakan sangat menyedihkan dan kurang bermutu.  Sahabat-sahabatnya yang mengetahui kecerdasannya segera memperkenalkannya kepada kepala kota Roma, Simakhus, yang saat itu sedang mencari  seorang dosen retorika untuk istana kerajaan di Milano.

Agustinuslah yang kemudian mendapatkan pekerjaan itu dan pindah ke Milan untuk menerima jabatan itu pada akhir tahun 384.  Pada usia 30 tahun karier Agustinus semakin bersinar. Ia dikenal sebagai seorang Professor yang sangat disegani di Milano. Namun demikian, Agustinus merasakan ketegangan dalam kehidupan di istana kerajaan.

Suatu hari ketika ia sedang duduk di keretanya untuk menyampaikan sebuah pidato penting di hadapan kaisar, ia melihat seorang pengemis mabuk yang dilewatinya di jalan ternyata hidupnya begitu bebas dan tidak diliputi kecemasan dibandingkan dirinya. Hal ini membuat ia semakin hari  merasa semakin gelisah. Sama seperti kebanyakan dari kita di jaman sekarang, ia mencari-cari sesuatu dalam berbagai aliran kepercayaan untuk mengisi kekosongan jiwanya. Tanpa kehadiran Tuhan dalam hidupnya, jiwanya itu tetap kosong. Semua buku-buku ilmu pengetahuan dibacanya, tapi ia tidak menemukan kebenaran dan ketentraman jiwa.

Sejak awal tak bosan-bosannya ibunya menyarankan kepada Agustinus untuk membaca Kitab Suci di mana dapat ditemukan lebih banyak kebijaksanaan dan kebenaran daripada dalam ilmu pengetahuan. Tetapi, Agustinus meremehkan nasehat ibunya. Kitab Suci dianggapnya terlalu sederhana dan tidak akan menambah pengetahuannya sedikit pun.

Pada usia 31 tahun Agustinus mulai tergerak hatinya untuk kembali kepada Tuhan berkat doa-doa ibunya serta berkat ajaran St. AmbrosiusUskup kota Milan.  Namun demikian ia belum bersedia dibaptis karena belum siap untuk mengubah sikap hidupnya yang bergelimang kemewahan. Suatu hari, ia mendengar tentang dua orang yang serta-merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St. Antonius Pertapa.  Agustinus merasa malu.

“Apa ini yang kita lakukan?” teriaknya kepada Alypius. “Orang-orang yang tak terpelajar memilih surga dengan berani. Tetapi kita, dengan segala ilmu pengetahuan kita, demikian pengecut sehingga terus hidup bergelimang dosa!”  Dengan hati yang sedih, Agustinus pergi ke taman dan berdoa, “Berapa lama lagi, ya Tuhan? Mengapa aku tidak mengakhiri perbuatan dosaku sekarang?”  Sekonyong-konyong ia mendengar seorang anak menyanyi berulang-ulang, “Ambillah dan bacalah!” Agustinus mengambil Kitab Suci dan membukanya tepat pada ayat, “Marilah kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari… kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:13-14). Ini dia! teriak professor Agustinus  dalam hatinya. Inilah yang kucari.  Sejak saat itu, Agustinus memulai hidup baru.

Pada tanggal 24 April 387 Agustinus dipermandikan oleh Uskup St. Ambrosius. Ia memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan dan dengan beberapa teman dan saudara hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada tahun 388, setelah ibunya wafat, Agustinus tiba kembali di Afrika. Ia menjual segala harta miliknya dan membagi-bagikannya kepada mereka yang miskin papa. Ia sendiri mendirikan sebuah komunitas religius. Atas desakan Uskup Valerius dan umat, maka Agustinus bersedia menjadi imam. Empat tahun kemudian Agutinus diangkat menjadi Uskup kota Hippo.

Semasa hidupnya Agustinus adalah seorang pengkhotbah yang ulung (lebih dari 350 khotbahnya yang terlestarikan diyakini otentik), dan dikenang akan perjuangannya melawan ajaran sesat Manikeanisme yang pernah dianutnya. Ia juga merupakan pahlawan iman Gereja melawan bidaah Donatis yang telah banyak meyesatkan umat beriman. Agustinus berusaha sekuat tenaga untuk membendung aliran sesat itu. Dalam sebuah debat terbuka dengan para Donatis, Agustinus mematahkan semua argumen mereka sehingga membuat banyak orang telah disesatkan berbalik  kembali ke pangkuan Gereja Katolik.

Agustinus menulis surat-surat, khotbah-khotbah serta buku-buku dan mendirikan biara di Hippo untuk mendidik biarawan-biarawan agar dapat mewartakan injil ke daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri. Gereja Katolik di Afrika mulai tumbuh dan berkembang pesat.

Di dinding kamarnya, terdapat kalimat berikut yang ditulis dengan huruf-huruf yang besar : “Di sini kami tidak membicarakan yang buruk tentang siapa pun.”  dan “Terlambat aku mencintai-Mu, Tuhan”. Agustinus menghabiskan sisa hidupnya untuk mencintai Tuhan dan membawa orang-orang lain untuk juga mencintai-Nya.

Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya kini terletak di Basilika Santo Petrus di Roma. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah   “Pengakuan-Pengakuan” dan “Kota Tuhan”.

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...