Tuesday, September 9, 2025

Di Domus Kekuranganpun Menceriakan

Ada yang bilang bahwa dalam kerutinan harian yang terjadi hanya gitu-gitu saja. Maka, ada yang menyimpulkan bahwa yang namanya rutin itu menjemukan atau membosankan. Gambaran seperti itu bisa membuat orang memandang betapa makin tidak menggairahkan hidup di rumah yang hanya terdiri dari kaum lansia yang sering disebut panti lansia. Bukankah dengan menjadi lansia orang sudah tidak dinamis dan enerjik seperti ketika masih muda dan produktif? Dari pengalaman menjadi lansia dan menyaksikan para lansia lain serumah, Rm. Bambang justru menemukan kerutinan menjadi energi kehidupan harian. Para rama sepuh Domus, yang pada umumnya 91% berada dalam kamar masing-masing, justru mendapatkan kekrasanan hidup karena masing-masing punya kegiatan rutin seperti :membaca, berdoa, olah raga ringan, nonton TV, bermedsos.

Kebersamaan para rama Domus memang hanya terjadi dalam Misa Harian dan makan sehari tiga kali sehari. Masing-masing temu bersama paling lama terjadi dalam 30 menit. Tetapi, kalau dicermati, dalam setiap saat bersama selalu ada yang menarik yang bisa paling tidak menghadirkan senyum. Memang yang terjadi bisa menjadi pengulangan rutin. Tetapi ternyata sekalipun hanya membuat senyum, itu juga senyum rutin. Kalau ada senyum, orang bisa menengarai akan adanya kegembiraan hati sekecil apapun. Beberapa hal bisa disharingkan di bawah ini :

  • "Iki tanggal pira?" (Tanggal berapa saat ini?). Sebuah pertanyaan kerap muncul dari salah seorang rama sepuh ketika ikut Misa Harian. Beliau selalu membawa buku yang berisi bacaan dan doa-doa Misa. Kalau sudah diberi tahu tanggalnya, dia akan membuka-buka bukunya. Pada suatu ketika Rm. Bambang membantu untuk membuka sesuai halamannya. Ternyata untuk halaman yang berisi tanggal hari itu sudah ada kertas tebal penanda. "Gene wis ditandhani" (Ternyata sudah ada tandanya) kata Rm. Bambang. Ternyata setelah menerima kembali buku itu, rama itu membuka-buka lagi.
  • "Satu .... dua .... tiga .... empat ...." Setiap makan, ketika mengambil atau diambilkan sayur dan kemudian menciduk kuah dimasukkan ke piringnya, seorang rama selalu menghitung bisa sampai delapan atau sepuluh kali. Teman-teman yang lain termasuk karyawan yang melayani tidak tahu mengapa pakai hitungan. Tetapi tak ada satupun yang bertanya takut menyinggung perasaan. Meskipun demikian hitungan itu membuat yang lain-lain bisa tersenyum.
  • "Nek akeh omong suwara isa nggembos" (Kalau banyak bicara, suara bisa gembos). Salah satu rama sepuh pernah menderita sakit yang membuatnya terganggu dalam bersuara. Sebenarnya setelah biasa kembali bisa omong, sejak masih di Domus Pacis Puren Pringwulung, beliau sudah dapat giliran memimpin Misa. Di Domus Pacis Santo Petrus beliau juga pernah mendapatkan giliran salah satu Misa Tri Hari Suci. Pada suatu ketika beliau mendapatkan giliran homili Misa Peringatan Kemerdekaan Domus. Isi homili selalu disiapkan dan disampaikan dengan bagus. Tetapi entah bagaimana lama-lama tidak bersedia mendapatkan giliran Misa dan homili. Beliau selalu bilang takut "Suara akan nggembos". Padahal kalau omong di kamar makan, volume suara keras. Memang, saturasi atau kadar oksigen dalam darah beliau berada di bawah normal. Saat habis mandi bagi beliau menjadi saat mengalami napas ngos-ngosan. Tetapi kalau omong di kamar makan amat bersemangat. Tetapi kalau disinggung mengapa gak mau giliran homili, kata "gembos" selalu muncul. Teman-teman rama lain selalu tertawa mendengar "Suaraku isa nggembos". Bukankah itu seperti ban motor yang harus dipompa untuk mendapatkan udara?
  • "Sliliten". Kata slilitan berasal dari bahasa Jawa ketika ada makanan atau lauk yang sebagian kecil tersangkut di antara gigi-gigi dalam mulut. Yang membuat tertawa adalah ketika salah satu rama sepuh "Wah kula sliliten daging" (Wah, saya kesliliten daging). Sebenarnya itu biasa terjadi pada teman-teman rama sepuh lain. Tetapi yang membuat rama lain adalah kata-kata rama yang menderita slilit "Kok isa sliliten, ya? Kamangka wis ora duwe untu" (Mengapa bisa kesliliten? Bukankah aku sudah ompong?).
  • "Doa selingan makan". Suasana makan bersama para rama Domus memang bisa terwarnai oleh macam-macam hal. Salah satu yang cukup membuat senyum adalah saat menunggu doa penutup makan bersama. Tak hanya sekali dua kali para rama yang sudah selesai harus menunggu rama yang belum selesai. Ada yang saat makan tiba-tiba tertidur. Karyawan harus membangunkan dan minta meneruskan santapannya. Ada yang kegiatan makan terhenti karena sibuk melipat dan seperti main-main dengan tisu. Tetapi pada waktu rama-rama lain sepakat menutup dengan doa makan, rama yang belum selesai bisa ikut doa penutup makan. Seusai doa beliau itu melanjutkan santapannya. Eeeee, makanpun pakai rehat .....

No comments:

Post a Comment

Rm. Yadi

Dulu ketika masih berada di Domus Pacis Puren, Pringwulung, Rm. Yadi menjadi rama paling tua di antara para rama lain penghuni Domus Pacis. ...