Wednesday, September 10, 2025

Juga Jadi Mainan Cucu

Dalam beberapa sharing lansia tertulis yang saya ketemukan di google, saya kerap menemukan rasa bahagia seorang lanjut usia karena bisa momong cucu. Bahkan, kerap diketemukan kaum pensiunan yang merasa bangga menemukan sebuah profesi baru yang bernama MC, singkatan dari "Momong Cucu". Sharing seperti ini juga bisa muncul dalam pertemuan-pertemuan saya dengan kelompok-kelompok lansia. Berkaitan dengan rasa kakek nenek seperti itu membuat saya memahami kalau dalam google ada tulisan : "Senang dan bangganya momong cucu" menggambarkan kebahagiaan mendalam dan kebanggaan yang dirasakan oleh kakek-nenek dalam merawat dan mengasuh cucu. Frasa ini sering diucapkan untuk menyatakan perasaan positif dan kepuasan karena dapat membantu anak dan mempererat hubungan keluarga. (https://www.google.com/search?q).

Jujur saja, cukup lama saya mendapatkan kesan bahwa kaum lansia yang senang dan bangga momong cucu karena mendapatkan hiburan karena cucu. Saya cukup lama menganggap sosok-sosok seperti itu sadar atau tidak sadar mengobyekkan cucu untuk kesenangannya. Barangkali kakek nenek rela berkorban, seperti misalnya dititipi cucu yang orangtuanya sibuk kerja atau bahkan kerja di luar daerah. Ada kakek nenek yang rela banting tulang cari uang untuk membeayai cucu. Kalau mereka ikhlas tanpa pamrih, saya sering berpikir mereka bodoh mau-maunya menjadi babysitter gratisan. Kalau mereka justru meminta, saya pernah menilai mereka hanya memperalat cucu untuk kesenangan diri.

Sebagai seorang imam Katolik saya memang tidak berkeluarga sehingga tak punya anak cucu biologis. Tetapi saya punya hubungan dekat dengan Mas Tian dan Mbak Rachel sejak mereka masih lajang. Mereka aktif jadi relawan Domus Pacis. Keduanya membangun keluarga dan tetap ada jalinan hubungan batin dengan saya. Mereka semacam menempatkan kedua anaknya, Chrissel dan Nel, di hadapan saya sebagai cucu-cucu. Keduanya memanggil saya dengan sebutan Yangmo, kependekan dari Eyang Rama yang berarti kakek rama. Saya memang senang sekali kalau kedua anak, yang berusia 5 tahun dan hampir 2 tahun, mengunjungi saya. Tetapi, tampaknya kedua anak kecil itu juga amat senang kalau jumpa Yangmo. Kalau berada dalam mobil, keduanya bisa berebut menggaruk-garuk rambut saya dengan tertawa-tawa. Bahkan ketika mengikuti Misa, Nel yang hampir 2 tahun, menunjuk-nunjuk saya yang menurut ayahnya bilang "Mooo .... Mooo ...." Ayahnya tahu Nel ingin menghampiri saya yang duduk dekat kelompok kor. Ketika terlepas dari pegangan ayahnya, Nel lari ke saya dan kemudian minta pangku. Nel dan Chrissel tampak senang saya pangku kiri kanan ketika ada yang mendorong saya dengan kursi roda. Bahkan keduanya sering berebut mendorong saya dengan kursi roda. Kalau Chrissel sudah kuat mendorong di lantai tegel, Nel sudah amat gembira kalau sudah nempel di bagian belakang sandaran saya. Bisa pula, Nel saya pangku dan kemudian kursi roda didorong oleh Chrissel. Dari pengalaman ini ternyata saya sebagai kakek juga bisa menjadi obyek mainan cucu-cucu. 

No comments:

Post a Comment

Rm. Yadi

Dulu ketika masih berada di Domus Pacis Puren, Pringwulung, Rm. Yadi menjadi rama paling tua di antara para rama lain penghuni Domus Pacis. ...