Monday, May 31, 2021

Selamat Berpisah


"Siang romo. Tgl 31 jam pinten nggih? Lali kulo jame" (Selamat siang, rama. Tanggal 31 Mei 2021 mulai jam berapa, ya? Saya lupa jamnya) kata Mas Bowo dari Paroki Mlati lewat WA pada tanggal 28 Mei 2021 jam 11.46. Terhadap pertanyaa itu Rm. Bambang menjawab juga lewat WA "Jam gangsal sonten maaaas 🤪🤪🤪🤪🤪" (Jam lima sore, maaaas ha ha ha). Berkaitan dengan tanggal 31 Mei itu pada ini jam jam 05.00 Rm. Agoeng mengirim pesan WA "Mangke jam 17 nggih?" (Nanti jam 5 sore ya?) yang dijawab oleh Rm. Bambang "Betuuuuul". Ternyata Rm. Bambang juga menerima telepon dari Bu Rini pada jam 08.09 yang bertanya tentang jam mulai misa yang dijawab oleh Rm. Bambang "Jam lima sore". Tiga orang dengan pertanyaan masing-masing memiliki kepentingan berbeda satu sama lain. Tetapi semua berkaitan dengan acara Misa di Domus Pacis Puren pada Senin 31 Mei 2021. Mas Bowo akan datang untuk membantu mengiringi dengan organnya. Rm. Agoeng akan hadir untuk memimpin bersama Rm. Hartanta. Sedang Bu Rini berkepentingan dengan penataan catering yang harus sudah selesai sebelum Misa dimulai agar tidak mengganggu.

Sesudah makan pagi hari itu, beberapa karyawan Domus sibuk di ruang serba guna yang sehari-hari lebih tampak sebagai tempat paskir mobil dan motor. Mereka menyiramkan air dengan selang ledeng di lantainya. Kemudian kursi-kursi plastik berwarna biru, yang tertumpuk karena tak terpakai mulai dengan 2 Maret 2019 selama masa pandemi, diturunkan digerujuk air satu per satu. Dengan bersihnya lantai yang terasa segar, kursi-kursi ditata dalam dua kelompok deretan kanan dan kiri menghadap ke barat. Tatanan kursi dereten terdiri dari empat-tiga-empat-tiga formasi. Jarak antara kursi satu dan lainnya dalam masing-masing deretan sekitar 1 meter. Kesemuanya adalah untuk menjaga jarak orang-orang yang akan duduk. Ini adalah salah satu pokok dalam protokol kesehatan selama masa pandemi covid-19. Setelah itu altar dari kapel Domus diambil dan diletakkan di bagian barat ruang serba guna. Segala pekerjaan ini menjadikan ruang serba guna siap dipakai untuk penyelenggaraan misa.

Sore hari itu Domus Pacis Puren mengadakan misa bersama orang-orang yang pernah menjadi relawan penyediaan masakan selama kehidupan penghuni Domus dari 1 September 2013 sampai dengan 31 Desember 2020. Dari 89 orang yang pernah menjadi relawan pada sore itu hadir 55 orang. Beberapa peserta datang bersama keluarganya. Mereka menduduki kursi-kursi menghadap ke barat. Sedang bagian barat duduk para rama Domus Pacis Puren menghadap ke timur disertai para karyawan yang duduk di belakangnya. Rm. Hartanta, direktur Domus, didampingi Rm. Agoeng, ketua para rama praja Keuskupan Agung Semarang, menjadi pemimpin misa. Bapak Bowo, warga Paroki Mlati, juga ada di bagian barat dengan organnya mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan.

Pada jam 17.00 Rm. Bambang membuka dengan doa rosario sebagai penutup bulan Mei masa devosi pada Bunda Maria. Setelah itu misapun dimulai. Dalam homilinya Rm. Hartanta menyampaikan proses penghadiran dan penerimaan kebaikan secara timbal balik antara para mantan relawan masak dan para penghuni Domus Pacis Puren. Para relawan masak menghadirkan kebaikan rejeki yang diterima sebagai kesejahteraan oleh penghuni Domus Pacis Puren. Para rama rumah tua didalam SK ditugasi menjadi pendoa Keuskupan Agung Semarang menghadirkan kebaikan lewat doanya kepada para relawan. Kemudian seusai doa sesudah Komuni Rm. Hartanta meminta Rm. Agoeng dan Rm. Bambang menyampaikan sambutan. Rm. Agoeng menyampaikan pengalaman pernah tinggal di Domus Pacis Puren dan pengalaman terjadinya proses perjalanan kelompok relawan masak. Rm. Agoeng ikut menikmati kebaikan para relawan dari 1 September 2013 hingga 12 September 2017. Kemudian Rm. Bambang dalam sambutan menekankan kesiagaan berpindah para rama yang sudah terbina sejak November 2019. Dalam kalimat penutup sambutan Rm. Bambang sambil melambaikan telapak tangan ke arah para mantan relawan mengatakan "Selamat berpisah yaaaa". Memang, itu adalah acara MISA PERPISAHAN yang ditutup dengan makan malam bersama. Semua yang meninggalkan ruang serba guna menerima dos isi beberapa macam snak sumbangan dari beberapa mantan relawan.

Lamunan Peringatan Wajib

Santo Yustinus Martir

Selasa, 1 Juni 2021

Markus 12:13-17

13 Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. 14 Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?" 15 Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!" 16 Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: "Gambar dan tulisan siapakah ini?" Jawab mereka: "Gambar dan tulisan Kaisar." 17 Lalu kata Yesus kepada mereka: "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!" Mereka sangat heran mendengar Dia.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, ada gambaran bahwa hidup beriman adalah sikap ikut Tuhan. Ini dijalani dengan memeluk dan menjalani agama.
  • Tampaknya, ada gambaran bahwa untuk sungguh beriman orang menjadikan agama landasan hidup hariannya. Segala-galanya harus diperjuangkan agar berdasarkan tatanan keagamaan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun amat taat menjalani agama, orang belum sungguh-sungguh ikut Tuhan kalau hidupnya tidak melandaskan diri pada nurani dalam menghayati realita hidup bernegara dengan segala tatanannya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menghayati hidup sebagai milik Tuhan lewat penyerahan diri pada nurani dan pengabdian pada masyarakat dan negara.

Ah, bagaimanapun juga untuk jadi baik agama harus melandasi semua tatanan duniawi.

Santa Kamilla Battista da Varano

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 16 Mei 2017 Diperbaharui: 16 Oktober 2019 Hits: 6552

  • Perayaan
    31 Mei
  •  
  • Lahir
    9 April 1458
  •  
  • Kota asal
    Camerino, Macerata, Italia
  •  
  • Wafat
  •  
  • 31 Mei 1524 di Camerino, Macerata, Italia
    Sebab alamiah
  •  
  • Beatifikasi
    7 April 1843 oleh Paus Gregorius XVI (cultus confirmed)
    19 Desember 2005 oleh Paus Benediktus XVI (decree of heroic virtues)
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • 17 Oktober 2010 oleh Paus Benediktus XVI

Santa Camilla Battista da Varano lahir pada tanggal 9 April 1458 di Camerino, Macerata, Italia, dalam keluarga aristokrat Italia yang kaya-raya. Ayahnya adalah pangeran Giulio Cesare da Varano, Duke of Camerino dan ibunya juga seorang wanita ningrat bernama Cecchina di Maestro Giacomo. Sebagai seorang puteri bangsawan, Camilla menerima pendidikan dari guru-guru terbaik di masa itu, dan sangat berbakat dalam Retorika dan Tata-bahasa.

Pada masa Prapaskah 1479 Camilla kembali mendengarkan khotbah yang menggetarkan hati dari seorang biarawan Fransiskan bernama Francesco di Urbino. Kata-kata biarawan yang dijuluki "sangkakala Roh Kudus" ini membuat hatinya bergetar hebat. Setelah rutin mendengarkan khotbah-khotbah dari don Francesco, Camilla mulai mendengar panggilan Tuhan didalam dirinya untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Keinginannya menjadi biarawati segera ditentang keras oleh sang ayah yang telah mempersiapkan perjodohannya. Namun Camilla teguh mempertahankan panggilannya dan tetap memutuskan untuk menjadi pengantin Kristus.

Saat berusia 21 tahun, Camilla masuk sebuah biara suster dan mengucapkan kaulnya pada tanggal 24 Maret 1479 bertepatan dengan hari raya Santa Maria menerima khabar gembira dari malaikat Tuhan. Dua tahun pertamanya sebagai seorang biarawati adalah perjuangan pahit melawan godaan dan cobaan yang berat. Selain sikap keluarganya yang tetap menentang pilihan hidupnya, Camilla juga harus menghadapi ejekan dan gosip dari sesama biarawati yang merasa aneh melihat seorang puteri bangsawan meninggalkan kastil yang megah untuk menjadi seorang biarawati miskin.

Pada tanggal 17 April 1479, Camilla pindah ke biara Klaris (OSC = Ordo Santa Clara) di Urbino Italia yang lebih kontemplatif dan memiliki regula (aturan hidup membiara) yang lebih ketat. Dalam biara inilah Camilla mengalami peningkatan kehidupan rohani yang luar biasa. Ia menjadi seorang suster yang sederhana dan penuh disiplin yang selalu hidup dalam doa dan meditasi. Ia akan berdoa sepanjang malam dan mengawali pagi harinya dengan menerima sakramen tobat. Camilla kemudian diberkati Tuhan dengan karunia penglihatan dan kerap menerima penampakkan dari para kudus dan para malaikat. Penampakkan-penampakkan Ilahi ini membuka pikirannya untuk memahami konsep-konsep teologi yang kelak dituangkan dalam tulisan-tulisannya. Camilla mengintensifkan meditasinya pada sengsara Kristus hingga dapat meresapi dan merasakan penderitaan sang Juru Selamat secara nyata, fisik maupun mental. Pada masa ini ia  menulis buku Ricordi di Gesu”, sebuah panduan meditasi dalam bentuk sebuah surat dari Yesus kepadanya.

Pada tanggal 4 Januari 1484 Camilla da Varano ditunjuk menjadi Abbess (kepala biara susteran) biara Santa Maria Nouva di kota kelahirannya, Camerino. Biara ini terletak dekat istana ayahnya dan baru selesai dipugar sang ayah untuk membuat putrinya berada dekat dengannya. Dengan kekuasaannya, pangeran Guilio Cesare da Varano menekan Vikaris Jenderal Ordo Fransiskan, yang memiliki otoritas atas Ordo Santa Clara, untuk menempatkan suster Camilla di biara yang telah ia pugar tersebut.  Camilla menolak keras pindah ke Camerino karena campur tangan ayahnya. Namun ia pindah juga setelah diingatkan akan kaul ketaatannya.

Di biara Camerino, Camilla da Varano menulis beberapa buku diantaranya : I dolori mentali di Gesu nella sua Passione (Kesedihan Hati Yesus Saat Menderita Sengsara), yang berisikan renungan panjang mengenai Sengsara Yesus. Antara tanggal 27 Februari dan 13 Maret 1491 Camilla menyusun Vita Spirituale (hidup Spiritual), buku autobiografinya yang adalah sebuah surat yang panjang untuk don Domenico di Leonessa, biarawan Fransiskan yang telah mengilhami tetesan air matanya saat ia berusia 9 tahun. Dalam Vita Spirituale Camilla mengucapkan terima kasih kepada don Domenico dan menceritakan bagaimana ia telah mengilhami perjalanan hidup spiritualnya.

Pada tahun 1505, Paus Julius II mengirim Suster Camilla ke kota Fermo untuk membangun biara Klaris di kota itu. Ia pergi dan tinggal disana selama dua tahun lalu kembali ke Camerino. Pada 1521 Camilla diutus ke San Severino Marche untuk membimbing sebuah komunitas biarawati yang baru saja mengadopsi Regula Santa Klara.  Disini ia menulis karyanya yang terakhir : Trattato della Purita di cuore yang ia dedikasikan kepada Vikaris Jendral Fransiskan, Giovanni di Fano.

Suster Camilla Battista da Varano tutup usia di biara Klaris di Camerino pada tanggal 31 Maret 1524. Ia dibeatifikasi pada tanggal 7 April 1843 oleh Paus Gregorius XVI dan dikanonisasi pada 17 Oktober 2010, oleh Paus Benediktus XVI.  Tubuhnya yang masih tetap utuh, saat ini disemayamkan di biara Santa Klara, Camerino, Macerata, Italia.

Sunday, May 30, 2021

Menata Jatah Kamar


Program pindahan para rama Domus Pacis Puren ke Kentungan memang membutuhkan kerja keras dari Rm. Hartanta, direktur Domus Pacis, dan para karyawan. Bahkan para karyawan bisa mengusung barang-barang ke Kentungan dua kali sehari siang dan malam. Sementara itu pelayanan untuk para rama tua tetap terlaksana seperti biasa. Memang, kerja pemindahan sudah dimulai pada Jumat 21 Mei 2021. Tetapi hari-hari sesudah itu irama kerja sungguh bagaikan lari maraton. Pada Jumat 28 Mei sebagian besar barang Puren, baik milik pribadi rama per kamar maupun milik bersama sebagai komunitas, sudah berada di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan. Dan pada Jumat hari itu penataan dalam kamar para rama dimulai. Untuk itu kamar Rm. Ria dan Rm. Harta ditata oleh adik-adik kedua rama itu. Bahkan adik Rm. Ria membawa teman untuk membantu. Kata Rm. Hartanta ada juga seorang warga Katolik dari Paroki Mlati ikut membantu. 

Untuk kamar Rm. Jaya, Rm. Suntara, Rm. Supriyanta, Rm. Tri Hartono, dan Rm. Tri Wayono, yang menata adalah para karyawan. Sementara itu, kalau kamar Rm. Yadi diurus oleh Bu Riwi, Bu Rini mengurus penataan kamar Rm. Bambang. Tentu saja kamar Rm. Hartanta sebagai direktur untuk penataannya juga dikerjakan oleh para karyawan dikoordinasi langsung oleh Rm. Hartanta. Dengan suasana kerja seperti itu semua karyawan diminta untuk tidak mengambil hari libur sehingga semua mengalami lembur. Bahkan Pak Tukiran yang karyawan Keuskupan pun ikut diminta lembur. Demikian juga Mbak Pipit, yang tugas utamanya jaga malam terutama untuk Rm. Tri Wahyono, ikut lembur masuk sampai siang membantu menata barang-barang di kamar pribadi rama. Memang, Rm. Hartanta membuat kelompok giliran siapa saja yang ke Kentungan dan siapa saja yang tinggal di Puren melayani para rama. Dalam masa penataan ini, selain Rm. Hartanta, ada 3 orang rama lain yang juga datang ke Kentungan pada Sabtu 29 Mei 2021: Rm. Bambang, Rm. Yadi, dan Rm. Ria. Rm. Bambang ada di Domus Petrus dari pagi hingga siang sekitar jam 13.00, sehingga ikut makan siang dengan kelompok yang bertugas di Kentungan bersama Rm. Hartanta. Bahkan, barangkali karena kelelahan Rm. Hartanta sampai menggeletak tiduran di bangku.Sementara itu, ketika Rm. Bambang sudah ada di mobil akan kembali ke Puren bersama Mbak Pipit dikendarai oleh Bu Rini, Rm. Yadi dan Rm. Ria datang bersama Mas Fallah dan Bu Riwi. Katanya, sebenarnya Rm. Harta juga ingin ikut tetapi mobil sudah penuh penumpang.

Lamunan Pesta

Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet

Senin, 31 Mei 2021

Lukas 1:39-56

39 Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. 40 Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. 41 Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus, 42 lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. 43 Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? 44 Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. 45 Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana."

46 Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, 47 dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 48 sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, 49 karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. 50 Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. 51 Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; 52 Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; 54 Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, 55 seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya." 56 Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, kunjungan adalah hubungan sosial yang lazim di tengah kehidupan masyarakat. Ini adalah realitas kemanusiaan yang menjadi keutamaan orang, yang selain sebagai makhluk individual juga berhakikat sosial.
  • Tampaknya, kunjungan dilakukan untuk menjaga kerekatan hubungan kekerabatan bagi yang memiliki hubungan darah. Terhadap orang-orang lain kunjungan dilakukan untuk membangun dan mengembangkan persaudaraan dan persahabatan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun orang rajin mengunjungi orang lain, dia belum tentu melakukan kesejatian kunjungan kalau kehadirannya tidak menyentuh hati yang dikunjungi sehingga muncul gejolak kegembiraan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan mengunjungi orang lain bukan melulu karena kewajiban sosial tetapi karena dorongan kepedulian kasih sehingga kehadirannya mengungkapkan sapaan aura surgawi.

Ah, kunjungan yang baik itu ya bawa oleh-oleh agar tak merepotkan yang dikunjungi untuk menjamu.

Santo Ferdinandus III dari Kastila

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 07 Mei 2014 Diperbaharui: 09 Mei 2017 Hits: 8485

  • Perayaan
    30 Mei
  •  
  • Lahir
    5 Agustus 1199 di sebuah Biara di Valparaíso (sekarang Provinsi Zamora - Spanyol)
  •  
  • Kota asal
    Castille
  •  
  • Wafat
  •  
  • 30 Mei 1252 di Seville Spanyol - Oleh sebab alamiah
  •  
  • Beatifikasi
    31 Mei 1655 oleh Paus Alexander VII
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Tahun 1671 oleh Paus Klemens X

Santo Ferdinandus III dari Kastila adalah seorang pahlawan Gereja dan juga pahlawan Nasional Spanyol. Ia adalah seorang kudus, yang menjalani panggilan hidupnya sebagai seorang Raja dan seorang Katolik dengan sangat luar biasa. Sebagai seorang Katolik;  ia hidup kudus sesuai regula  Ordo Ketiga Fransiskan, dan  ia berjuang keras mempertahankan tegaknya ajaran iman yang benar terhadap rongrongan bidaah Albigensia. Sebagai seorang Raja; Ia berhasil membebaskan rakyatnya dari penjajahan bangsa Moor yang telah belangsung selama lebih dari 700 tahun.  Di Spanyol, ia dikenal sebagai Fernando el Santo, San Fernando atau San Fernando Rey.  

Ferdinandus adalah putra Raja Alfonso IX dari kerajaan Leon, dan Ratu Berengaria dari Kerajaan Kastilia. Ia lahir di Biara Valparaíso (sekarang Provinsi Zamora - Spanyol) pada tanggal  5 Agustus 1199.  Ketika berumur 18 tahun, ia diangkat menjadi Raja Kastilia menggantikan ibunya; dan ketika ayahnya meninggal dunia pada tahun 1230, Ia juga diangkat menjadi raja Leon. Dengan demikian Ferdinandus menyatukan kedua kerajaan ini dan memerintah sampai hari kematiannya pada tanggal 30 Mei 1252.

Masa pemerintahannya mempunyai arti yang sangat penting bagi sejarah Spanyol dan sejarah Gereja Katolik di Eropa.  Ferdinandus berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan agama Kristen di seluruh kerajaannya dan mengusir pergi penjajah Moor dari seluruh wilayah Spanyol. Satu persatu wilayah yang diduduki para penjajah dibebaskannya. Kota Cazorla dibebaskan Ferdinandus  pada tahun 1231, Kota Úbeda direbut pada tahun 1233. Ibukota kerajaan bangsa Moor; Kordoba di kuasainya pada tahun 1236. Setelah menguasai ibukota Andalusia; Raja Ferdinandus dan pasukannya bagai tak terbendung terus bergerak ke arah Selatan untuk merebut kota – kota yang masih dikuasai para penjajah Moor.

Ferdinandus merebut Kota Niebla and Huelva pada tahun 1238. Menyusul Kota Écija dan Lucena pada tahun 1240. Kota Murcia dikuasai pada tahun 1243,  Kota Arjona, Mula dan Lorca pada tahun 1244.  Kota Jaén pada tahun 1246, Kota Alicante pada tahun 1248 dan akhirnya kota terbesar di Andalusia,  Sevilla, dikuasai Ferdinandus pada tahun 1248.  Dengan penaklukan ini, Ferdinandus berhasil membebaskan seluruh Spanyol dari kekuasaan bangsa Moor kecuali Wilayah Granada, yang Sultannya menyatakan takluk sebagai raja bawahan dari Ferdinandus (Granada baru dibebaskan pada tahun 1492  oleh para penerusnya, Raja Ferdinand II dan Ratu Isabella, pasangan Raja-Ratu Katolik yang digelari Los Reyes Católicos).

Ferdinandus berusaha keras memajukan perkembangan agama Kristen di seluruh wilayah kerajaannya. Ia mendirikan banyak biara, merubah mesjid-mesjid yang ditinggalkan para penjajah menjadi Katedral-katedral dan memberikan bantuan keuangan bagi banyak rumah sakit. Pada tahun 1242 Ferdinandus mendirikan sebuah Universitas yang sangat megah, yaitu Universitas Salamanca yang terkenal itu, sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Ketika ajaran bidaah sesat Albigensia merebak; Raja Ferdinandus dengan gigih melawan mereka.

Ferdinandus tutup usia pada tanggal 30 Mei 1252 dalam usia 52 tahun. Ia dimakamkan dengan mengenakan jubah ordo ketiga Fransiskan di dalam Katedral Santa Maria Sevila (Catedral de Santa María de la Sede de Sevilla). Katedral ini sebelumnya adalah sebuah Mesjid bernama Mesjid Almohad. Nisan dimakamnya ditulis dalam empat bahasa : Ibrani, Latin, Arab dan Kastilia. Banyak mujizat dilaporkan terjadi pada makamnya sehingga banyak orang menganggap dia sebagai orang Kudus. Tubuhnya pun secara ajaib tidak mengalami kerusakan (Incorrupt Corpse). Namun kekudusan raja Ferdinandus baru diakui Gereja hampir lima abad setelah kematiannya, saat ia di kanonisasi oleh Paus Klemens X pada tahun 1671. Saat ini makam dan tubuh Santo Ferdinandus masih dapat dilihat di Katedral Santa Maria Sevila. 

Saturday, May 29, 2021

Hari Raya Tritunggal Mahakudus – 30 Mei 2021 (Mat 28:16-20 & Rom 8:14-17)

diambil dari https://unio-indonesia.org/2021/05/27; ilustrasi dari koleksi Blog Domus


Rekan-rekan yang budiman!

Seperti diperintahkan Yesus, para murid kini berkumpul di Galilea. Ia sendiri telah mendahului mereka. Begitulah, seperti disampaikan Matius pada akhir Injil pada Hari Raya Tritunggal Mahakudus tahun ini (Mat 28:16-20), di Galilea, di sebuah bukit yang ditunjukkan, mereka melihat Yesus dan mengenali kebesarannya, dan mereka sujud kepadanya. Kepada mereka ia menegaskan bahwa semua kuasa di surga dan di bumi telah diberikan kepadanya (ay. 18); sehingga tak perlu lagi ada keraguan (terungkap pada akhir ay. 17). Para murid diminta memperlakukan semua bangsa sebagai muridnya dan membaptis mereka dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus (ay. 19-20a). Ia juga berjanji menyertai mereka hingga akhir zaman (ay. 20b).

Injil Matius menampilkan Yesus sebagai tokoh Musa yang membawakan hukum-hukum dari Allah sendiri kepada umat. Tetapi berbeda dengan Musa, Yesus mengajar di sebuah bukit yang dapat didekati orang banyak, tidak dari puncak gunung yang tak terjangkau, yang diliputi awan-awan tebal. Bukit tempat Yesus mengajar menampilkan suasana lega, tidak mencekam. Para murid dapat memandanginya, tidak seperti Musa dulu yang wajahnya sedemikian menyilaukan. Tempat pemberian hukum sudah bukan lagi di wilayah yang terpisah dari masyarakat luas dan kehidupan sehari-hari. Bukan lagi di padang gurun, bukan lagi di puncak Sinai, tak lagi terpusatkan di Yerusalem dan Bait Allah. Hukum baru ini tersedia bagi siapa saja. Injil mengutarakannya dengan “Galilea”, yakni wilayah persimpangan tempat macam-macam orang bisa bertemu. Yang disampaikan bukan lagi seperangkat aturan dan hukum, melainkan ajaran kehidupan, kesahajaan, serta keluguan batin, karena Kerajaan Allah berdiam dalam kesahajaan dan keluguan seperti itu. Kini pada akhir Injil Matius, para murid diminta agar membuat ajaran tadi lebih dikenal lebih banyak orang lagi. Akan kita dalami hal ini lebih lanjut nanti.

KUASA DI SURGA DAN DI BUMI

Gambaran ini bukan barang baru. Sudah dikenal dari kitab Daniel 7:14. Dalam penglihatan Daniel, tampillah sosok yang seperti manusia datang menghadap Yang Lanjut Usia untuk memperoleh kuasa daripada-Nya. Dan kekuasaan ini tak akan ada selesainya. Bagaimana menafsirkan gambaran ini? Sering sosok itu diterapkan kepada seorang Mesias yang akan datang. Pendapat ini tidak banyak berguna. Hanya membuai harapan. Juga sering dipandang sebagai kejayaan kaum beriman. Tetapi pemahaman ini juga tidak banyak membantu. Malah kurang cocok dengan kehidupan beragama yang sejati yang tidak mencari kejayaan, melainkan terarah pada sikap bersujud. Penglihatan Daniel tadi sebetulnya menggambarkan kemanusiaan yang baru. Yakni kemanusiaan yang selalu mengarah kepada Yang Ilahi. Kemanusiaan yang berkembang dalam hubungan dengan dia yang memberi kuasa atas jagat ini. Itulah yang telah diperoleh kembali oleh Yesus dengan salib dan kebangkitannya. Dan itulah yang kini dibagikan kepada umat manusia.

Yesus membuat kemanusiaan baru dalam penglihatan Daniel tadi menjadi kenyataan. Di dalam dirinya Yang Ilahi dapat tampil dengan leluasa, bukan hanya di surga, tapi juga di bumi. Juga tidak ada lagi tempat di surga atau di bumi yang menjadi terlarang bagi kemanusiaan karena semuanya diciptakan bagi kemanusiaan baru ini. Bukan berarti ruang leluasa itu dapat dipakai begitu saja. Keleluasaan membawa serta tanggung jawab menjaga kelestarian. Justru kemanusiaan yang terbuka ini ialah yang ikut mengembangkan jagat sehingga menjadi tempat Yang Ilahi dimuliakan.

SEMUA DIANGGAP SESAMA MURID

Kata-kata Yesus dalam ay. 19 itu tidak perlu ditafsirkan sebagai perintah untuk “mempertobatkan” semua bangsa menjadi muridnya. Dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, perintah itu dapat dirumuskan demikian: “Kalian akan pergi ke mana-mana dan menjumpai macam-macam orang; perlakukanlah mereka itu sebagai muridku!” Jadi tekanan bukan pada membuat bangsa-bangsa menjadi murid Yesus dengan menurunkan ilmu atau pengetahuan. Yang diminta Yesus ialah agar para murid tadi menganggap siapa saja yang akan mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Pernyataan ini amat berani. Di situ terungkap kepercayaan besar. Bagaimana penjelasannya? Wafat dan kebangkitan Yesus telah mengubah jagat ini secara menyeluruh sehingga siapa saja, pernah ketemu atau tidak dengannya, pernah mendengar atau belum tentangnya, pada dasarnya sudah menjadi ciptaan baru, menjadi kemanusiaan baru. Dalam bahasa Injil – mereka sudah menjadi murid Yesus sendiri. Dan murid-murid yang mengikutinya dari tempat ke tempat dulu diminta menganggap semua orang yang mereka jumpai nanti sebagai sesama murid. Tak ada ruang lagi bagi mereka untuk berbangga-bangga. Mereka tidak lebih dekat, tidak lebih baik, tidak lebih memiliki ajaran benar. Semua orang ialah muridnya dan para murid pertama justru diminta memperlakukan mereka seperti diri mereka sendiri. Dan yang memang merasa dekat hendaknya memperlakukan orang lain yang belum pernah mendengar tentang Yesus sebagai yang sama-sama telah mendapat pengajaran batin dari Yesus sendiri! Tentu saja janganlah kita mengerti hal ini sebagai gagasan sama rata sama rasa yang akan membuat pengajaran ini sebuah karikatur belaka.

Apakah tafsiran ini tidak berseberangan dengan ciri misioner Gereja? Samasekali tidak. Pemahaman ini justru menunjukkan betapa luhurnya pengutusan para murid. Mereka diminta memperlakukan semua orang sebagai sesama, bahkan sesama murid. Mereka dapat saling belajar tentang kekayaan masing-masing. Baru demikian komunitas para pengikut Yesus akan memenuhi keinginannya. Inilah yang membuat iman tidak berlawanan dengan kebudayaan. Bahkan iman berkembang dengan kebudayaan. Bila begitu kemanusiaan dapat menjadi juga kemanusiaan yang dapat didiami keilahian seperti dalam kehidupan Yesus sendiri.

Pengutusan tidak perlu diartikan sebagai penugasan membagi-bagikan kebenaran kepada mereka yang dianggap berada dalam ketidaktahuan. Sebaliknyalah, para murid itu baru boleh disebut menjadi utusan yang sungguh bila membiarkan diri diperkaya oleh “para bangsa” – oleh orang-orang yang mereka datangi. Para murid diutus ke mana-mana dan di semua tempat itulah mereka akan menemukan orang-orang lain yang memiliki pelbagai pengalaman mengenai Yang Ilahi.

Dalam Injil hari ini hal itu dikatakan dengan “Baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus!” Artinya, mengajak orang mengenal adanya pengasal hidup (Bapa), dan yang menjalankannya sebaik-baiknya (Putra), serta yang melangsungkan dan menjaganya (Roh Kudus). Menginisiasikan orang ke dalam hidup komunitas Gereja – membaptis – ialah sebuah cara untuk menandai niat untuk mendalami serta menghayati perintah tadi. Ada pelbagai cara lain dalam hidup bersama sebagai murid Yesus. Kehidupan Gereja pada abad-abad pertama justru menunjukkan kenyataan ini. Orang dari kalangan Yahudi diajak terbuka menerima orang dari kalangan Yunani. Inilah kekayaan pengutusan para murid.

Sekadar catatan mengenai paham Tritunggal. Dalam menjelaskan pokok iman ini, akan membantu bila diperlihatkan juga pendapat mana yang tidak cocok dengan penghayatan iman yang nyata dalam Gereja. Yang bukan ajaran iman ialah gagasan “tri-teisme”, adanya tiga sesembahan. Ada dua pendapat lain yang tidak amat kentara ketidaksesuaiannya dengan penghayatan iman. Yang pertama mengatakan bahwa Putra dan Roh Kudus itu diciptakan oleh Bapa, atau semacam perpanjangan dari Allah yang satu – pendapat ini biasanya disebut “subordinasionisme” karena membawahkan kedua pribadi pada salah satu. Ada pula penjelasan yang mengatakan bahwa Tritunggal hanyalah sekadar tiga bentuk atau cara Allah tampil bagi manusia dan bukan sungguh pribadi ilahi. Pendapat ini sering disebut “modalisme”. Termasuk di sini pendapat bahwa ketiganya hanya kiasan mengenai sifat-sifat ilahi belaka. Iman yang nyata tidak berdasarkan gagasan-gagasan tadi, melainkan menerima keilahian sebagai yang esa dan mengalaminya sebagai yang merahimi kehidupan, melaksanakannya, dan menjaganya. Inilah iman akan Tritunggal yang menghidupi Gereja sepanjang zaman.

RAGU-RAGU?

Dalam ay. 17b disebutkan ada beberapa orang yang ragu-ragu. Maksudnya, tidak begitu yakin bahwa yang mereka dapati dan mereka lihat di gunung di Galilea itu ialah Yesus yang sudah bangkit. Dalam hati kecil mereka bertanya, betulkah demikian? Kok sesederhana ini, kok tidak menggetarkan, kok tidak membuat orang takluk langsung. Dan juga, kok tidak memberi kemuliaan besar kepada mereka yang telah setia mengikutinya dari tempat ke tempat? Terhadap keraguan ini Yesus hanyalah memberi penegasan iman: yang dibawakannya ke dunia ini ialah kemanusiaan yang tertebus, kemanusiaan baru, yang terbuka bagi keilahian. Dan itulah kuasa atas surga dan bumi. Menjadi muridnya berarti ambil bagian dalam kemanusiaan yang tertebus ini. Bila demikian para murid boleh yakin akan tetap disertai guru mereka hingga akhir zaman, hingga saat kemanusiaan yang tertebus itu menjadi kenyataan di bumi dan di surga seutuhnya. Kata-kata ini menjadi bekal hidup bagi siapa saja yang mau mengikuti Yesus. Juga bagi kita sekarang.

DARI BACAAN KEDUA: PENGARAHAN PAULUS (Rom 8:14-17)

Paulus dalam petikan surat Roma yang dibacakan kali ini menegaskan bahwa siapa saja- semua orang – yang dipimpin Roh Allah ialah “anak Allah”, artinya, sudah amat dekat dengan-Nya. Inilah kekuatan Roh-Nya. Penegasan ini menggemakan iman akan karya ilahi dalam tiap orang seperti tertera dalam Mat 28:19 yang dikupas  di atas, yakni menganggap siapa saja sebagai sesama murid. Bukan untuk ditobatkan, melainkan untuk diajak berbagi keyakinan akan karya ilahi dalam diri masing-masing.

Pandangan seperti ini bisa terasa terlalu optimis dan bisa jadi rada naif dalam dunia yang terbagi-bagi dalam agama. Tetapi yang diarah Paulus bukan sekadar keagamaan melainkan kerohanian mempercayai kehadiran ilahi di dalam diri siapa saja.

Salam hangat,

A. Gianto



Lamunan Hari Raya

Tritunggal Mahakudus

Minggu, 30 Mei 2021

Matius 28:16-20

16 Dan kesebelas murid itu berangkat ke Galilea, ke bukit yang telah ditunjukkan Yesus kepada mereka. 17 Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu. 18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, setiap agama memiliki ajaran tentang Tuhan. Ada yang mengajarkan bahwa Tuhan itu satu secara matematis sehingga masuk dalam paham monoteisme.
  • Tampaknya, setiap agama membawa kepercayaan tentang jumlah Tuhan yang disembah. Ada yang menggambarkan setiap realita ciptaan memiliki kekuasaan ilahi sendiri sehingga masuk dalam paham politeisme.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun ada ajaran tentang jumlah Tuhan satu dan atau banyak, dalam penghayatan mendalam orang sadar bahwa realita Tuhan adalah misteri yang hanya dipahami dalam kebiasaan berbudaya kasih. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan sadar bahwa Tuhan itu adalah Sang Kasih yang merupakan sumber dan landasan segala persekutuan sejati.

Ah, di Indonesia ada prinsip Ketuhanan Yang Mahaesa, maka jelaslah Tuhan itu jumlahnya satu.

Santo Sirilus dari Kaisarea

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 10 Mei 2014 Diperbaharui: 11 Mei 2017 Hits: 3829

  • Perayaan
    29 Mei
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad ke-3
  •  
  • Kota asal
    Cappadocia - Turki
  •  
  • Wafat
  •  
  • Martir - Dipancung pada tahun 251 di Caesarea Cappadocia Turki
  •  
  • Venerasi
    -
  •  
  • Beatifikasi
    -
  •  
  • Kanonisasi
  •  
  • Pre-Congregation

Sirilus lahir di Kapadokia, Asia Kecil (sekarang wilayah Turki) pada pertengahan abad ke-3. Ia masih berusia remaja saat dibabtis menjadi seorang Kristen. Karena imannya ini; ia harus meninggalkan segala miliknya, meninggalkan keluarganya, dan mengorbankan nyawanya sebagai seorang saksi Kristus.  

Ayah Sirilus adalah seorang penyembah berhala. Ia menjadi sangat marah ketika mendengar bahwa anaknya telah dibabtis menjadi seorang kristen. Ia berusaha dengan berbagai cara agar Sirilus meninggalkan iman barunya. Ia menganiaya dan menyiksa putranya untuk memaksanya murtad. Karena Sirilus tetap teguh memeluk imannya; ia diusir dari rumah dan dijebloskannya kedalam penjara.  Sirilus sedih; namun bukan karena perlakuan kejam ayahnya; tapi karena ayah dan keluarganya tidak mau mengerti akan keputusannya. Satu-satunya yang menguatkan hatinya adalah kata-kata Kristus dalam kitab suci :

“Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; ....... ”  (Mat 10:37)

Ketika dihadapkan ke pengadilan, Sirilus sedikitpun tidak takut ketika diancam oleh hakim. Karena itu sang hakim mencoba untuk membujuknya. Ia mengatakan bahwa Sirlilus akan diberi pengampunan dan tidak akan dihukum jika ia membenci dan menghujat nama Yesus. Sirilus juga akan memperoleh bagian yang besar dari harta warisan ayahnya bila ia berbaikan dengan sang ayah.  

Tetapi dengan tegas remaja ini menjawab :  “Karena iman, aku telah diusir dari rumah. Namun aku pergi dengan dengan gembira, sebab aku mempunyai tempat tinggal lain yang lebih mulia yang sedang menantikanku.”  

Hakim lalu mencoba menakut-nakuti pikiran remaja ini. Ia memerintahkan agar Sirilus dibawa ke sebuah api unggun besar, seakan-akan hendak dibakar hidup-hidup. Ketika mereka kembali, sang hakim berkata membujuknya :  "Anakku, engkau telah melihat api yang akan membakarmu dan pedang yang akan memenggal kepalamu. Segera tinggalkan Yesus, dan kembalilah ke rumah ayahmu.  Engkau akan sangat beruntung dan akan memperoleh harta warisan dari ayahmu."

Namun dengan gagah martir belia ini menjawab, "Tuan hakim, anda telah berbuat kesalahan dengan membawa saya kembali kesini. Saya tidak takut pada api atau pedang sebab Yesus akan menerima saya.  Seharusnya anda tidak menunda waktu lagi. Segera jatuhkanlah hukumanmu, supaya saya cepat pergi kepada-NYA".

Mendengar kata-kata remaja ini, sang hakim menjadi sangat marah. Ia lalu menyuruh para serdadu untuk segera memenggal kepala Sirilus. 

Santo Sirilus dari Kaisarea menerima mahkota kemartirannya sekitar tahun 251.

Friday, May 28, 2021

Bantuan Truk dan Tenaga Usung


"wooo ora duwe dingkliiik" (Wooo, tidak punya tempat duduk) reaksi Bu Rini pada Jumat 28 Mei 2021 jam 09.49 di dalam WA Rm. Bambang ketika menerima gambar Kapel St. Barnabas Domus Pacis Puren. Di situ tergambar ruangan yang hanya ada altar dengan lilinnya dan di depannya meja kecil dengan patung Bunda Maria. Tentu saja tampak pula tabernakel dan patung Yesus. Tetapi selain itu semua hanya tampak lantai kosong dengan sebagian dinding kaca dan gordennya. Barangkali hal itu merupakan realisasi hasil pertemuan Kamis malam 27 Mei 2021 antara Rm. Hartanta, Mas Hari, dan Mas Tian yang datang bersama salah satu tenaga yang akan ikut menjadi pengusung barang-barang dari Domus Puren ke Domus St. Petrus Kentungan. Pada malam itu Mas Tian dan tenanganya juga dipandu oleh Rm. Hartanta melihat barang-barang yang akan diusung dengan truk. Sementara itu Mas Hari mendatangi kamar-kamar masing-masing rama Domus Puren untuk menulis daftar barang-barang yang akan dibawa ke Kentungan dengan menggunakan truk.

Pada Jumat pagi 28 Mei 2021 2 buah truk yang dijanjikan oleh Mas Tian datang. Selain 2 orang sopir, 4 orang tenaga dari Mas Tian juga ikut. Sesudah duduk sejenak untuk minum di ruang pertemuan Domus Puren, mereka langsung bekerja mengusung barang-barang dimasukkan ke bak truk untuk dibawa ke Kentungan. Ternyata yang pertama dimasukkan adalah bangku-bangku panjang dan tempat duduk kecil yang ada di kapel. Kursi dan meja yang ada di teras Domus Puren juga menjadi giliran masuk bak truk. Almari dan tempat tidur dari dalam kamar Rm. Hartanta termasuk yang dibawa dengan troli menuju truk. Maka Domus Puren hari itu sungguh sibuk. Bahkan sebagian besar karyawan Domus membawa dos-dos milik para rama yang belum terusung dengan 3 buah mobil. Sementara itu Rm. Bambang mengirim pesan WA ke Mas Tian "Tian, Rm. Hartanta bertanya piye yen tanggal 2 atau 3 Juni pinjam truk meneh sehari. Karena mesthi ana barang-barang sing isih dipakai sampai tanggal 1 Juni, misalnya tempat tidur. Tempat tidur rama-rama neng Puren akan dipakai untuk para karyawan. Neng Kentungan karyawan durung duwe tempat tidur lan almari" (Tian, Rm. Hartanta bertanya bagaimana kalau tanggal 2 atau 3 Juni pinjam truk lagi untuk sehari. Karena masih ada barang-barang yang dipakai hingga tanggal 1 Juni, misalnya tempat tidur. Tempat tidur rama-rama Domus Puren akan dipakai untuk para karyawan. Di Kentungan para karyawan belum punya tempat tidur dan almari). 

Lamunan Pekan Biasa VIII

Sabtu, 29 Mei 2021

Markus 11:27-33

27 Lalu Yesus dan murid-murid-Nya tiba pula di Yerusalem. Ketika Yesus berjalan di halaman Bait Allah, datanglah kepada-Nya imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua, 28 dan bertanya kepada-Nya: "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?" 29 Jawab Yesus kepada mereka: "Aku akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu. Berikanlah Aku jawabnya, maka Aku akan mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. 30 Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia? Berikanlah Aku jawabnya!" 31 Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: "Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? 32 Tetapi, masakan kita katakan: Dari manusia!" Sebab mereka takut kepada orang banyak, karena semua orang menganggap bahwa Yohanes betul-betul seorang nabi. 33 Lalu mereka menjawab Yesus: "Kami tidak tahu." Maka kata Yesus kepada mereka: "Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu."

Butir-butir Permenungan

  • Tampaknya, kehidupan masyarakat memang tersusun secara struktural. Di dalamnya ada jenjang-jenjang kekuasaan bagi seorang tokoh dan atau pejabat.
  • Tampaknya, dalam agama juga ada jenjang kedudukan yang menghadirkan kekuasaan. Tak sembarang orang dapat mengadakan gerakan-gerakan di dalamnya tanpa diakui kewenangannya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun dalam masyarakat dan agama ada jenjang kuasa dan kewenangan, terhadap tindakan seseorang demi kebaikan dan kemaslahatan umum, di situ tak ada tempat bicara tentang kekuasaan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan sadar bahwa kalau dalam hidup terlalu memikir kuasa dan kewenangan dia akan jauh dari hidup demi kebaikan umum.

Ah, kalau mau bertindak melibatkan banyak orang, seseorang harus memiliki posisi atau jabatan lebih dahulu.

Beata Margareta Pole

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 23 Agustus 2013 Diperbaharui: 22 Januari 2019 Hits: 4921

  • Perayaan
    28 Mei
  •  
  • Lahir
    14 Agustus 1473
  •  
  • Kota asal
    Somerset, Wilshire, Inggris
  •  
  • Wafat
  •  
  • 28 Mei 1541 | Martir; dipenggal kepalanya di Tower Hill, London, England
    Dimakamkan di Saint Peter ad Vincula, Tower of London
  •  
  • Beatifikasi
    29 Desember 1886 oleh Paus Leo XIII
  •  
  • Kanonisasi

Raja Inggris Henry VIII  mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja di Inggris dan melepaskan segala hubungan Gereja Inggris dengan Tahta Suci di Roma. Henry berbuat begitu hanya beberapa saat setelah Paus sebagai Kepala Gereja menolak keinginannya untuk menceraikan istri sahnya yaitu Ratu Katarina. Henry ingin menceraikan Katarina supaya ia dapat menikahi seorang gundiknya yang juga bekas pelayan isterinya yaitu Anne Boleyn; wanita yang telah membuatnya tergila-gila. 

Raja Henry kemudian menyatakan bahwa Gereja Khatolik adalah terlarang di seluruh Inggris. Ia kemudian menguasai Gereja, menghancurkan banyak biara dan mengeksekusi para biarawan serta semua orang yang menentang keinginannya. Beata Margaretha Pole adalah salah satu martir dalam Reformasi Anglikan ini.

Margareta Pole dilahirkan pada tahun 1471. Ia adalah kemenakan dua orang raja Inggris, Edward IV dan Richard III. Henry VII mengatur pernikahannya dengan Sir Reginald Pole. Sir Pole adalah seorang prajurit gagah, sahabat keluarga kerajaan.

Pada saat Raja Henry VIII naik tahta, Margareta telah menjadi janda dengan lima orang anak. Raja Henry VIII masih muda dan belum berpengalaman dalam hal mengendalikan kerajaan dan kekuasaan. Ia menyebut Margareta sebagai wanita paling kudus di seluruh Inggris. Ia begitu terkesan pada Margareta hingga ia mengembalikan sebagian harta keluarganya yang hilang di masa lampau. Raja juga memberinya gelar kerajaan.

Raja Henry VIII amat mempercayainya hingga Margareta diberi kepercayaan untuk mendidik Puteri Maria, putri raja dan Ratu Katarina. Tetapi kemudian, Henry VIII berusaha menikahi Anne Boleyn, meskipun ia sudah beristeri. Margareta tidak menyetujui perilaku raja. Karena itu, raja mengusirnya dari istana.

Raja menunjukkan bagaimana ia sangat tidak suka kepadanya. Raja bertambah murka ketika seorang putera Margareta, seorang imam, menulis sebuah artikel panjang menentang tuntutan Henry untuk menjadi kepala Gereja Inggris (Putera Margareta itu kelak menjadi Kardinal Reginald Pole yang terkenal). Henry VIII tidak dapat mengendalikan diri lagi. Ia menjadi seorang yang kejam serta penuh rasa dengki. Ia mengancam akan membinasakan seluruh keluarga Margareta.

Henry VIII mengutus orang-orangnya untuk menginterogasi Margareta. Mereka harus dapat membuktikan bahwa Margareta adalah seorang pengkhianat. Mereka menginterogasinya mulai pagi hingga petang. Tetapi, tidak pernah sekalipun Margareta berbuat kesalahan. Tidak ada yang disembunyikan olehnya.

Kemudian Margareta dikenai tahanan rumah di sebuah kastil seorang bangsawan. Lalu, ia dipindahkan ke sebuah menara besar di London. Ia bahkan tidak diadili sebelum dipenjarakan. Selama musim dingin yang panjang, Margareta menderita kedinginan yang hebat. Tidak ada api dan tidak cukup pakaian hangat baginya.

Akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1541, Beata Margereta dihantar keluar dari menara menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. Ia lelah dan sakit, tetapi ia berdiri tegak dan gagah untuk mati demi imannya. “Aku bukan seorang pengkhianat,” demikian katanya dengan berani. Margareta dipenggal kepalanya. Usianya saat itu tujuh puluh tahun.

Gereja Inggris kemudian disebut Gereja Khatolik Anglikan dan sampai hari ini tidak lagi mengakui Paus sebagai Kepala Gereja.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...