Bagaimanapun juga para romo sepuh yang ada di Domus Pacis St. Petrus memiliki pengalaman menjadi sosok-sosok berposisi. Memang, Rm. Jaya (dulu Vikep, Paroki), Rm. Tri Hartono (dulu Ketua Yayasan Pendidikan), dan Rm. Tri Wahyono (Paroki, Misionaris Domestik) kini sudah selalu terbaring dalam kamarnya. Sementara itu Rm. Supriyanto yang masih bisa berjalan ke sana-sini sudah mengalami disorientasi sehingga harus selalu dijaga. Tetapi Mgr. Blasius, Rm. Harto, Rm. Ria, Rm. Yadi, Rm. Suntara, Rm. Joko Sistiyanto, dan saya sendiri masih memiliki pikiran yang hidup dan bisa menentukan kemauan sendiri.
Pengalaman Menjelang Malam Paskah
Sebagai Direktur Domus Rm. Hartanta menata Perayaan Pekan Suci 2022 dari Minggu Palma hingga Sabtu Malam Paskah. Tetapi beliau hanya tampil di Perayaan Palma yang diselenggarakan pada Sabtu sore 9 April 2022. Pada malam dan seharian Minggu berikutnya beliau berada di Paroki Kelor, Gunung Kidul, untuk asistensi. Beliau juga tidak ikut Trihari Suci di Domus. Tetapi upaya menatanya ditulis dalam buku panduan dan diberitahukan secara lisan pada waktu makan. Memang ada romo yang dilatih khusus untuk proses salah satu dari Trihari Suci. Untuk melaksanakan tatanan sesuai buku panduan yang beliau buat, Rm. Hartanta tampaknya lebih mempercayakan pada karyawan tertentu.
Untuk beberapa romo tata proses yang dibuat oleh Rm. Hartanta tampaknya diterima dengan diam. Tetapi untuk romo-romo tertentu ternyata muncul reaksi yang tidak nyaman. Ada yang menyampaikan kata-kata yang nadanya bertanya-tanya padahal saya menangkap sebagai mempermasalahkan. Ada yang berterus terang tidak suka dan menyampaikan kata-kata protes. Memang, di hadapan Rm. Hartanta semua diam. Reaksi itu saya dengar dan lihat langsung karena diungkapkan ketika Rm. Hartanta sudah pergi ke Kelor. Hal itu membuat saya was-was karena saya yang akan memimpin Malam Paskah pada Sabtu 16 April 2022. Tetapi, meskipun dengan rasa was-was, pada pagi Sabtu itu saya menyampaikan kembali apa yang sudah disampaikan oleh Rm. Hartanta. Memang, saya menambahkan bahwa posisi para romo di dalam Kapel akan berjajar di sebelah timur sebab akan ada banyak peserta pendaftar dari luar. Untuk mengurangi komentar yang tidak mengenakkan, saya menambahkan kata-kata "Nanging sadaya menika bebas mawon. Yen kirang sreg nggih mboten napa-napa yen mboten tumut upacara latu ing njawi. Langsung lenggah wonten Kapel saget mawon. Karyawan badhe mbantu ngurubaken lilin" (Tetapi semua bebas saja. Kalau merasa kurang nyaman ikut upacara pemberkatan api baru di luar, para romo bisa langsung duduk di Kapel. Karyawan akan membantu menyalakan lilin).
Yang Terjadi
Menjelang jam 17.30 Sabtu 16 April 2022 teras depan kamar-kamar para romo barat Kapel sudah banyak tamu yang akan ikut Perayaan Malam Paskah. Anggota kor dengan seragam khusus juga sudah siap. Para karyawan membagikan lilin ke semua peserta. Dan bagi saya ada yang sungguh menyentuh hati. Para romo dengan kursi roda dan karyawan pendamping juga ada di antara semua peserta Malam Paskah. Tidak ada satupun romo yang mendahului duduk di dalam Kapel. Semua bertindak sama seperti umat lain malam itu. Saya melihat wajah-wajah mereka tampak ceria hingga Perayaan Malam Paskah selesai.
Ketika merenungkan peristiwa itu, saya teringat akan kisah dalam Matius 21:28-32 :
28 "Tetapi apakah pendapatmu tentang ini: Seorang mempunyai dua anak laki-laki. Ia pergi kepada anak yang sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun anggur. 29 Jawab anak itu: Baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi. 30 Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata demikian juga. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu pergi juga. 31 Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan kehendak ayahnya?" Jawab mereka: "Yang terakhir." Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. 32 Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya. Dan meskipun kamu melihatnya, tetapi kemudian kamu tidak menyesal dan kamu tidak juga percaya kepadanya."
Saya menyadari bahwa orang, dan sering termasuk saya, bisa menilai baik buruk seseorang terutama berdasarkan ucapan-ucapan. Kalau terasa terdengar enak ucapan-ucapannya, orang bisa dianggap baik. Yang sebaliknya bisa dianggap tidak baik. Padahal di hadapan Tuhan yang penting adalah melakukan kehendak Bapa. Bahkan bisa saja orang sudah mengalami berbagai kekeliruan dalam tindakan. Tetapi kalau akhirnya menjalani bukan kehendak atau selera sendiri, orang sudah berada dalam aura Kerajaan Allah. Para romo sepuh di Domus barangkali sudah biasa menjadi pengatur di kala masih aktif berdinas. Semua, termasuk saya, masing-masing memiliki idealita kebijakan. Maka, kami mudah memiliki pandangan lain satu sama lain berhadapan dengan satu realita. Tetapi dengan kenyataan para romo sepuh Domus sama-sama menjalani Liturgi Malam Paskah bersama semua peserta pada 16 April 2022, saya menangkap adanya kesejatian penghayatan ketuaan atau kelansiaan dalam diri para romo. Hal ini saya dasarkan pada kata-kata Tuhan Yesus dalam Yohanes 21:18 : "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
Domus Pacis, 20 April 2022
No comments:
Post a Comment