Sunday, April 17, 2022

Buah Menuliskan Renungan Harian?

Di antara kami, para romo sepuh Domus Pacis, Rm. Suntara adalah sosok yang paling kritis. Beliau mudah bersuara kalau ada hal-hal yang tidak pas dengan keadaan. Apalagi kalau terjadi kekeliruan, sikap blak-blakan tampak dalam kata-kata yang cenderung keras. Terhadap sikap yang demikian, saya ketika memimpin Perayaan Malam Paskah 16 April 2022 sedikit banyak diwarnai oleh kesiagaan menerima suara dari beliau.


Jujur saja, ketika melantunkan pujian exulted saya tidak memakai rumusan prefasi yang tertulis dalam buku panduan. Selain itu dalam pembacaan Injil saya mengikuti buku panduan, yaitu dari Injil Markus. Padahal  teks Injil untuk Liturgi Malam Paskah tahun 2022 seharusnya dari Lukas. Tetapi tampaknya Rm. Suntara tidak memasalahkan. Ketika makan pagi, Minggu 17 April 2022, Rm. Suntara bertanya "Kok wingi prefasi exultet-mu beda karo sing neng buku?" (Mengapa prefasi exultet yang kamu pakai berbeda dengan yang ada dalam buku panduan?). Saya menjawab bahwa saya sulit mencari exultet dengan not yang bisa saya copy. Semua yang dari internet selalu ada bedanya. Lalu saya hanya ambil saja salah satu. Tampaknya Rm. Suntara sudah merasa nyaman dengan Malam Paskah yang terjadi. Dia bilang "Mau bengi aku sungguh ngrasakke Paskahan tenanan" (Tadi malam aku sungguh merasakan Paskahan). Kemudian saya katakan bahwa sebenarnya persiapan homili saya berbeda dengan yang terjadi dalam Misa. Saya persiapan berdasarkan Lukas, ternyata ketika sudah lewat tengah hari saya baru tahu kalau Injil dalam panduan adalah dari Markus.

Pada waktu itu Rm. Suntara berkata "Ning kabeh rak omong 'Jangan takut' ta?" (Semua bicara 'Jangan takut', kan?). Saya katakan "Tidak". Lukas bicara tentang penilaian bohong terhadap berita kebangkitan yang dibawa oleh para wanita kepada para murid. Tetapi, karena mengikuti Markus, homili saya jadi terfokus pada tema "Jangan takut". Terhadap hal ini Rm. Suntara berkata "Ning kowe gampang berimprovisasi. Soale kowe saben dina renungan lan mesthi koktulis" (Kamu mudah membuat improvisasi. Sebab kamu biasa merenung setiap hari dan menuliskannya). Terhadap tanggapan ini sebenarnya saya tertegun dalam hati. Hingga malam pun saya masih memikirkan. Benarkan kebiasaan merenung setiap hari dan menuliskannya memudahkan orang menghadapi berbagai perubahan tak terduga? Saya memang biasa menulis renungan dan saya sebar lewat FB, WA, dan Blog. Renungan itu saya beri judul "Lamunan". Apakah kebiasaan olah hati, bagi saya dengan Injil harian, dan menuliskan walau singkat membatu hidup jadi dinamis?

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...