Monday, February 14, 2022

Telinga Berdenging : Merohanikan Pendengaran

Pada suatu ketika saya mengalami gangguan karena telinga. Ada dengung yang rasa-rasanya ada dalam pendengaran saya. Biasanya kalau muncul dengung dalam telinga saya menutup kedua lobang hidung dengan memejet hidung menggunakan jari dan jempol. Kemudian saya meniupkan napa tetapi mulut dan hidup tertutup. Biasanya dengan upaya seperti ini rasa-rasanya muncul gelembung udara lewat lobang telinga dan kemudian hilanglah dengung dari telinga. Tetapi pada ketika itu, sesudah berkali-kali menghembuskan nafas dengan hidup dan mulut tertutup, dengung itu tetap ngendon. Sesudah 3 hari dengung itu tidak hilang, saya minta diantar ke dokter ahli THT. Di rumah sakit dokter melihat rekam medis, kebetulan saya beberapa kali jadi pasien rumah sakit itu, dan berkata “Oooo, rama ternyata mengidap hipertensi ya”. Saya memang sudah mulai kena hipertensi sejak usia 21 tahun. Ketika telinga kena dengung saya menuju 70 tahun.

Terang Medis

Sebagai lansia saya memang menghubungkan kondisi telinga dengan usia lanjut. Dalam hal ini saya menemukan artikel yang berjudul Penyebab Telinga Berdenging Kerap Ganggu Kesehatan Lansia. Itu saya lihat dalam https://www.sehatq.com/artikel. Dalam artikel itu saya mengutip penjelasan di bawah ini:

Seiring bertambahnya usia, berbagai masalah kesehatan menjadi lebih sering terjadi. Salah satunya gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran yang umum mengganggu kesehatan lansia adalah telinga berdenging, atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan tinnitus.

Telinga berdenging sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan sebuah gejala. Penyebab terjadinya telinga berdenging pada lansia dapat beragam. Mulai dari perubahan struktur telinga akibat usia, hingga sebagai efek samping konsumsi obat-obatan.Jika tidak segera diatasi, kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup lansia. Sebab, telinga berdenging dapat berdampak pada kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari hingga kesehatan psikologis. Karena itu, kenali lebih jauh kondisi telinga berdenging pada lansia dan cara mengatasinya.

Telinga berdenging menjadi gangguan pendengaran yang bisa mengiringi kaum lansia. Saya baru tahu kalau ada istilah untuk telingan berdenging, yaitu “tinnitus”. Ternyata saya termasuk lansia yang kena gangguan tinnitus. Dalam artikel itu ada tiga hal yang bisa menjadi penyebab:

  • Tekanan darah tinggi
  • Kerusakan akibat paparan suara terlalu keras, yang tidak diatasi sejak lama
  • Efek samping konsumsi obat-obatan

Sejauh saya alami telinga berdenging dalam diri saya jelas bukan karena suara terlalu keras. Dokter yang menerima saya berdasarkan rekam medis mengatakan adanya hipertensi yang mewarnai hidup saya. Setelah membaca artikel itu saya kemudia juga berpikir barangkali juga menjadi efek samping konsumsi obat-obatan. Saya sudah rutin minum obat hipertensi sejak tahun 1980an. Kemudian sejak tahun 1990an menyusul kerutinan obat trigliserid, kolesterol, dan asam urat. Bahkan sejak usia 61 tahun pada Januari 2012 bertambah obat diabetes untuk setiap hari. Katanya, obat-obat itu harus jadi sahabat saya hingga mati.

Terang Iman

Berbicara tentang telinga, saya langsung teringat pada ayat yang berbunyi “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” Di dalam Kitab Suci itu termuat 3 kali yaitu adalah dalam Injil Matius 11:15 dan 13:9.43. Semua ayat ini berkaitan dengan tanggapan orang terhadap Kerajaan Sorga. Mat 11:15 berkaitan dengan sikap Yohanes Pembaptis yang setia pada Allah dan menegakkan kehendak-Nya tanpa takut risiko bahkan sampai menjadi kurban kekuasaan Herodes. Bahkan Tuhan Yesus juga berkata tentang orang-orang yang menyerongkan Kerajaan Sorga. Orang dengan kerudung ayat-ayat suci dan dalil-dalil keagamaan memperjuangkan kepentingan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Dalam hal Mat 13:9, ini ada dalam pembicaraan tentang Penabur dalam Mat 13:1-23. Orang dihadapkan dengan firman dan akan membuat firman itu tumbuh dan berkembang kalau dia sungguh bersedia mendengarkan dan memahaminya. Sedang yang menjadi hambatan adalah acuh, keras kepala, dan mudah kuatir kalau ada tantangan dan ancaman. Sedang Mat 13:43 berkaitan dengan realita hidup sebaik apapun akan selalu berada bersama dengan yang buruk.

Ternyata realita telingan harus berkaitan dengan kesejatian mendengarkan Kerajaan Sorga. Bagi saya itu berarti hal-hal baik karena dalam kebaikan ada kuasa Allah. Bukankah Allah adalah satu-satunya yang mengalirkan berbagai macam kebaikan (bandingkan Mat 19:17 dan Luk 18:19). Berkaitan dengan 3 ayat yang meyatakan kata-kata Tuhan Yesus Kristus “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” saya menemukan 3 macam kesungguhan mendengarkan Kerajaan Sorga atau hadirat Tuhan dalam hidup harian.

Waspada terhadap pembelokan kebaikan

Kata-kata Tuhan “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” dalam Mat 11:15 bagi saya amat berkaitan dengan firman-Nya “Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya” (Mat 11:12). Tuhan memperingatkan bahwa realita pembelokan kebaikan itu ada. Orang dapat berkudung dengan dalil dan penjelasan tentang hal baik tetapi hanya untuk kepentingan egoisme dan atau nafsunya. Dalam diri saya itu mudah terjadi terutama dalam santap menyantap makanan. Saya sudah mengidap diabetes. Kalau berada dalam kendali diet, kadar gula hanya di sekitar 120-130, bahkan bisa dibawahnya. Tetapi kalau saya pada pagi hari makan sajian nasi goreng tau bubur, lebih 2 jam kemudian ketika diperiksa bisa 230 atau 240. Dan itu tidak hanya sekali atau dua kali terjadi. Dalam pikiran saya ada prinsip “Ah, hanya sekali-sekali saja kok”. Apalagi kalau itu adalah pemberian dan si pemberi ada di hadapan saya. Di situ saya bisa berdalih “Kalau tak saya makan, bisa mengecewakan dia”. Maka saya menemukan firman “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” sebagai dorongan untuk waspada terhadap yang membuat “tindakan dengan prinsip baik” untuk berbelok atau menyerong ke selera yang berbuah keburukan.

Bersedia Tidak Enak

Kata-kata Tuhan “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” juga ada dalam perumpamaan tentang penabur dalam Mat 13:1-23. Dulu saya pernah mengira bahwa perumpamaan itu mengetengahkan 4 macam watak orang berhadapan dengan firman kebaikan. Ternyata saya pernah membaca bahwa itu lebih mengungkap orang yang sungguh terbuka pada firman. Bagi yang sungguh terbuka akan mengalami buah-buah bahagia nikmatnya hidup karena menanggapi Kerajaan Sorga atau kesejatian kebaikan. Yang sungguh terbuka akan menjadi seperti tanah baik yang mau menerima kebaikan lewat mau mendengar dengan perhatian dan memahami. Ini bagaikan tanah baik yang mudah dicangkul dan diolah. Orang mau menerima yang baik menjadi olahan batin. Tentu saja butuh mengembangkan kepekaan hati agar tidak hanya seperti jalan yang jadi tempat lewat. Dengan pengembangan kepekaan orang tak akan mendengar dengan telinga kanan keluar lewat telinga kiri atau sebaliknya. Di sini orang harus menyimpan dalam hati seperti Bunda Maria yang biasa “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). Di sini orang harus tidak seperti tanah berbatu-batu yang penuh dengan kekerasan hati, hanya mau menerima yang cocok dengan seleranya.

Sebenarnya terasa tidak enak mau omong tentang pengalaman olah diri sebagai lansia yang berjuang untuk hidup dalam firman. Tetapi dalam hal ini barangkali ada maknanya kalau saya mensharingkan yang terjadi pada saya. Tidak sedikit orang yang bilang bahwa saya selalu tampak ceria dan gembira. Bahkan ada yang bertanya “Mengapa tidak pernah susah?” Saya tidak tahu bagaimana harus menjawab. Apakah saya tidak pernah susah? Jujur saja saya juga biasa mengalami ketidak enakan. Kalau rasa tak enak berkaitan dengan makan minum dan fasilitas berada di rumah tua, saya tidak kesulitan untuk menerima dengan santai. Tetapi saya harus hidup bersama dengan 11 rama lain dengan kondisi masing-masing. Ada perilaku dan sikap rama-rama tertentu yang saya merasa tidak cocok bahkan sering terasa muak. Terhadap 13 orang karyawan juga saya merasa ada yang tidak cocoki. Kerap saya sungguh terganggu oleh semua itu. Pikiran dan perasaan saya kerap menjadi risau karena mengalami hal-hal yang bertentangan dengan kehendak saya. Puji Tuhan, saya memikliki dua kebiasaan. Yang pertama adalah merenungkan kutipan Injil terutama yang dibacakan dalam Misa sehari-hari. Dalam renungan itu sering isinya membawa saya ke hal-hal yang tidak saya cocoki dalam hidup serumah. Secara spontan itu menjadikan omongan saya dengan Tuhan dalam hati. Yang kedua adalah doa rosario. Di dalam bagian peristiwa-peristiwa saya tidak memakai yang biasa tercantum dalam tradisi doa rosario di tengah umat. Dalam setiap peristiwa sebelum “Bapa Kami” saya biasa teringat peristiwa-peristiwa tertentu dan entah bagaimana menjadi seperti lamunan tetapi masuk dalam omongan dengan Tuhan. Hal ini tentu termasuk hal-hal yang tidak saya sukai bahkan saya muaki. Ternyata pengalaman batin seperti ini, sekalipun tidak menghilangkan rasa tak cocok, membuat saya tidak jatuh ke rasa anti bahkan benci. Saya bisa hidup di tengahnya dengan tenang dan hati tidak risau.

Tahan bersama yang bertentangan

Yang terakhir adalah sabda “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” dalam Mat 13:43. Ayat ini masuk dalam kutipan Mat 13:36-43 yang berisi tentang penjelasan tentang perumpamaan lalang di antara gandum. Bagi saya ini adalah realita adanya keburukan di tengah-tengah lingkungan yang dipandang baik. Hal ini mengingatkan saya pada suatu prinsip yang mengatakan “Sebaik apapun orang tentu ada buruknya, dan seburuk apapun orang ada baiknya”. Bagaimana hal itu akan berkembang, orang harus membiarkan saja karena ada saatnya untuk melakukan evaluasi. Pengalaman yang saya sharingkan di atas barangkali sudah dapat ikut menunjukkan bagaimana harus hidup bersama dengan yang tak cocok. Bagi saya tak ada gunanya untuk marah atau paling tidak jengkel bahkan membenci. Itu bisa merusak enerji batin. Apalagi setiap orang adalah gambaran Tuhan (bandingkan Kej 1:26). Apalagi kalau masuk dalam kesadaran diri, relung hati saya juga menyaksikan berbagai keburukan yang bisa membuat saya bisa menderita rasa malu.

Domus Pacis St. Petrus, 9 Februari 2022

1 comment:

  1. Maturnuwun rama Bambang, sy diingatkan&smg ini manjadi 'bumbu' andalan dlp pengolahan pribadi.

    ReplyDelete

Santo Bruno, Pengaku Iman

diambil dari https://www.imankatolik.or.id/kalender/6Okt.html Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-ci...