diambil dari https://unio-indonesia.org; ilustrasi dari koleksi Blog Domus
AJARAN KEBIJAKSANAAN
Rekan-rekan yang baik,
Petikan dari Luk 6:39-45 yang dibacakan pada hari Minggu VIII tahun liturgi C kali ini berupa serangkai pepatah yang semuanya berkisar pada watak orang dan pengaruhnya pada orang lain. Tentunya pembicaraannya dimaksud memberi arahan bagi para murid dalam hubungan mereka dengan orang banyak. Boleh jadi akan lebih mengena bila kita tangkap serangkai pepatah itu sebagai rekaman warisan batin orang-orang yang masih mengenal Yesus kepada para pengikut mereka. Waktu itu kelompok komunitas pengikut Yesus sudah meluas dan banyak yang tidak pernah bertemu dengan dia sendiri. Namun ajaran serta kebajikannya dituruntemurunkan ke generasi-generasi berikutnya. Juga kepada kita sekarang.
Di komunitas mana saja biasanya ada orang atau tokoh yang menjadi panutan, tempat bertanya, dan pemimpin. Apalagi di kalangan para pemeluk keyakinan agama. Ada orang yang memiliki wibawa seperti itu. Mereka ini bertugas membimbing dan menunjukkan jalan hidup yang melegakan, yang memberi kekuatan…dan membahagiakan. Inilah latar pepatah-pepatah yang dibacakan kali ini.
Ada baiknya pembicaraan kali ini menampilkan perumpamaan dan pepatah tadi seperti ada dalam Injil dan mengulasnya satu demi satu.
Luk 6:39
Yesus mengatakan pula suatu perumpamaan kepada mereka: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lubang?
Jelas maknanya. Orang yang tidak bisa melihat tentu tidak memiliki kemampuan menunjukkan jalan. Bila terjadi maka risiko kedua-duanya terjerumus menjadi nyata. Apa maksud Yesus dan tentunya para murid yang meneruskan perkataan ini ke generasi selanjutnya? Tentu saja bukan untuk mengutarakan perkara orang buta menuntun orang buta belaka, tetapi untuk mengajak orang berpikir. Apakah “aku” betul-betul jeli melihat arah yang benar dan mewaspadai bahaya? Ada ajakan mawas diri. Juga ajaran untuk tidak merasa tahu segala. Bahkan tersirat sindiran, “aku” ini boleh jadi buta, tidak melihat dengan jelas. Maka berupayalah agar memiliki wawasan yang sehat terlebih dahulu sebelum mulai menuntun dan menasihati orang lain.
Bila dipahami seperti di atas, maka kaitannya dengan pepatah berikutnya cukup terlihat:
Luk 6:40
Seorang murid tidak lebih dari pada gurunya, tetapi barang siapa yang telah tamat pelajarannya akan sama dengan gurunya.
Mereka yang merasa bertugas mengajarkan jalan yang benar kepada orang banyak mesti pernah belajar dari awal sampai akhir, sampai tuntas memiliki kebajikan seperti gurunya. Diisyaratkan di sini kerja keras untuk maju dan mendapatkan kemahiran yang bisa benar-benar memberi tuntunan bagi orang lain. Apakah mungkin orang bisa sama dengan Yesus sang Guru sendiri? Pertanyaan sulit dijawab. Hanya bisa didekati dengan batin yang tulus dan berani. Meski amat dekat dengan Tuhan Allah sendiri sehingga dapat membawakan wajah ilahi ke orang banyak, Yesus menurut warta Perjanjian Baru menjadi sama seperti “kita-kita” ini. Ini warta terdalam iman kristiani pula. Nah, bila begitu, maka masuk akallah bila kita memang dapat sama dengan dia, asal kita membiarkan diri ke sana dengan segala kelemahan serta kerapuhan kita. Bahkan ini jalan untuk mengatasi keterbatasan manusiawi sendiri. Pepatah yang kedengarannya biasa-biasa saja sebetulnya memuat ajaran batin yang amat dalam meski tetap sederhana.
Kedua perkataan berikutnya mengajak pembaca bersikap toleran dalam hidup di masyarakat luas.
Luk 6:41
Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?
Luk 6:42
Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Biasanya lebih mudah melihat kekurangan orang lain dari pada kelemahan sendiri. Kedua pepatah ini mengajak orang berkaca. Apa penglihatanku terhalangi oleh “balok” pikiran serta keyakinan kita sendiri yang membuat kita tak mampu melihat yang baik dalam diri orang lain. Malah kita merasa perlu “menolong” orang dengan mengeluarkan serpih kecil di mata orang lain, tapi serpih itu sebetulnya hanya proyeksi balok yang membutakan mata batin sendiri?
Setelah ini ada dua pepatah yang memberi hiburan dan kekuatan.
Luk 6:43
“Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.
Luk 6:44
Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.
Bila orang memang menghidupi kebaikan, maka perbuatannya akan membuahkan yang baik. Sulit bagi mereka yang beritikad buruk untuk menghasilkan hal-hal yang lurus. Namun demikian, pepatah-pepatah ini sebaiknya tidak dipahami sebagai patokan untuk menilai orang lain. Yang hendak dikemukakan ialah agar orang pandai-pandai memeriksa diri apa betul-betul mampu menghasilkan buah yang baik. Menghasilkan hal-hal yang dapat dinikmati orang lain. Dan bila jujur merasa begitu, syukurlah, ini kepuasan batin yang akan membawa maju lebih jauh. Juga akan membuat orang peka akan hal-hal yang patut dihindari.
Pada akhir petikan ini ada ungkapan yang menjelaskan bagaimana semua yang hingga kini diperkatakan.
Luk 6:45
Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.”
Orang baik bukannya orang yang berusaha mati-matian berbuat kebaikan. Ini bukan cara berbuat baik. Ditandaskan di sini bahwa berbuat baik itu dimungkinkan oleh adanya kekayaan batin yang melimpah keluar. Bukan kebaikan yang disodor-sodorkan apalagi dipaksa-paksakan.
Salam hangat,
A. Gianto
No comments:
Post a Comment