Kini makin banyak yang tahu bahwa Rm. Bambang di Domus Pacis Santo Petrus "menjual" kain batik. Kata "menjual" dari satu sisi memang benar karena ada proses jual dan beli. Meskipun demikian, keuntungan dari jual beli itu sebenarnya tidak bisa disejajarkan dengan pasaran luar. Karena yang pelayani pembeli tidak dibayar, maka uang jasa untuk itu ditiadakan. Pajakpun dibayar oleh pengrajin. Rm. Bambang mendapatkan langsung dari pengrajin dan bahkan dengan sistem konsinyasi. Rm. Bambang hanya membayar yang sudah "terjual".
Sekalipun ada aroma perdagangan, pejualan kain batik di Domus sejatinya adalah usaha menghimpun dana. Untuk mengupayakan rasa gembira dan tetap dekat umat bagi Komunitas Rama Sepuh, Domus mengupayakan terjadinya hajatan-hajatan. Ulang tahun imamat setiap rama dirayakan dengan mengundang keluarga dan umat. Ini juga terjadi pada peringatan arwah rama yang pernah menjadi penghuni Domus. Ulang tahun pemberkatan rumah dan perayaan Malam Paskah/Natal juga menjadi pesta. Tentu saja ini membutuhkan beaya. Dalam hal ini tak ada anggaran dari Keuskupan. Pihak Domus memang menerima sumbangan dari pemerhati. Salah satu pemerhati yang mau menyumbang adalah dengan membeli kain batik. Oleh karena itu SEJATINYA PEMBELI BATIK ADALAH PEYUMBANG HAJATAN DOMUS. Ada yang bilang bahwa batik Domus murah, apakah tak bisa dinaikkan? Para rama memang butuh uang, tetapi berupaya agar tidak mata duitan. Rm. Bambang hanya membuat aturan untuk pemesan di bawah 20 potong diminta ongkos kirim kalau minta dipaketkan. Maklumlah, sekarang makin banyak pemesan untuk motif sama. Bahkan yang pesan di bawah 20 potong juga makin marak. Bahwa ongkos kirim diminta bagi pemesan di bawah 20 potong, karena bisa jadi "laba" yang diterima harus ditombok untuk beaya pengiriman.

No comments:
Post a Comment