
Dalam beberapa tayangan medsos terutama dalam renungan saya kerap menemukan kata semboyan SEROJA. Itu adalah kependekan dari kata-kata SEhat ROhani JAsmani. Tampaknya, semboyan itu di kalangan para lansia kerap terucap dengan penuh kebanggaan. Ketika saya sedang melakukan sikap gigi dan memasang gigi palsu di wastafel kamar mandi, kata SEROJA berdengung dalam hati dan terlela-lela dalam benak.
Dari Kata Orang
Tak sedikit orang bilang bahwa saya selalu sehat. "Di antara para rama sepuh Domus Rm. Bambanglah yang paling sehat" kata-kata seperti ini sering muncul dari tamu baik perorangan maupun yang datang dalam rombongan. Bahkan baru-baru saja tamu dari Bali yang datang khusus untuk saya berkata "Wah, rama selalu sehat. Malah lebih muda dibanding dulu". Terhadap para tamu yang mengucapkan kata "Sehat" tertuju ke saya, saya biasa menyambut dengan kata "Segaaaaar". Kata kari tamu yang bilang "Sehat, ya rama", saya jawab "Tidak, tapi segaaaar".
Saya memang tidak sehat. Hipertensi sudah saya idap sejak Desember 1972 ketika saya berumur hampir 22 tahun. Saya sudah kemasukan penyakit kolesterol dan trigliserida pada usia 40an tahun disusul asam urat ketika usia sudah 50an tahun. Pada Januari 2012 dalam usia 61 tahun dari pemeriksaan laboratorium rumah sakit dinyatakan bahwa saya kena diabetes. Hingga kini berbagai macam tablet obat menjadi santapan harian. Setiap makan dalam 3 kali sehari selalu saja ada obat menyertai.
Nah, kalau ada yang bilang "Sehat, ya" atau "Semoga rama selalu sehat" saya selalu bilang "Mboten" (Tidak). "Lho kok ngaten?" (Mengapa begitu?) kata yang sering muncul karena keheranan. Saya biasa berkata "Pun nyantap obat saben dinten ngantos pejah" (Sudah menyantap obat setiap hari sampai dipanggil Tuhan). Meskipun demikian, sekalipun mengidap berbagai penyakit, saya memang tetap merasa segar.
Ceria dalam Rentan
Jujur saja, kalau hidup rohani disamakan dengan hidup keagamaan, saya sudah tidak segar agama. Banyak kemerosotan dalam hidup keagamaan. Doa-doa dengan buku-buku seperti dulu praktis tinggal buku Tata Perayaan Ekaristi dan buku Bacaan Misa Harian termasuk doa-doanya. Itupun kalau saya pas menjalani giliran memimpin Misa. Kalau ikut sebagai salah satu peserta Misa, saya akan mudah tertidur. Doa-doa seperti rosario dan jalan salib, secara pribadi sudah jauh dari kebiasaan. Doa-doa devosi dan kebiasaan harian terjadi kalau saya berada dalam acara kebersaamaan seperti makan bersama. Tetapi doa sebelum dan sesudah tidur seperti dulu sudah tidak biasa terjadi. Kalau diam mau doa seperti dulu, dengan duduk di kursi rodapun saya akan masuk dalam alam tidur.
Bagaimana dengan segi jasmani dalam diri saya? Kebetulan saja saya sudah masuk golongan difabel sejak usia setahunan. Pertumbuhan kaki kiri tidak normal karena obat kedaluwarsa yang disuntikkan. Saya pincang sejak kanak-kanak. Di atas juga sudah saya sebutkan bahwa dalam tubuh saya ada idapan penyakit-penyakit hipertensi, kolesterol, trigliserida, asam urat, dan diabetes. Nah, kalau omong sehat rohani jasmani, dengan catatan rohani diidentikkan dengan agama, hal ini dihadapan umum bisa dipertanyakan. Apalagi kalau mau ditambahkan, tampaknya saya masih dapat menghadirkan berbagai ketidakbugaran saya. Saya sudah mengalami oprasi katarak mata kanan padahal mata kiri sudah tak dapat diandalkan. Gigi palsu sudah lebih dari 10. Jari-jari kaki sudah biasa terasa kaku-kaku. Gatal-gatal juga biasa bersahabat.
Yang bisa menjadi pertanyaan adalah mengapa tak sedikit orang mengatakan saya sehat bahkan tetap seperti dulu sehingga tampak "muda". Ketika merenungkan hal ini, saya mendapatkan keyakinan karena hidup saya didominasi oleh keceriaan. Dalam hal ini saya yakin bahwa segala keceriaan itu datang dari kebiasaan omong dalam hati dengan "Gusti". Entah bagaimana saya biasa merasakan semacam dorongan aura dari dalam relung hati. Dalam kesibukan pikiran atau perasaan atau keinginan tertentu rasa-rasanya ada yang nimbrung dari dalam relung hati. Kontak dengan relung hati sungguh amat menjadi semacam kesibukan yang tak membuat repot. Bukankah saya banyak hidup dalam kesendirian di kamar? Ternyata dengan biasa omong atau bahkan hanya ada bersama dengan relung hati tidak membuat kesendirian menjadi kesepian. Saya yakin inilah sumber keceriaan. Dalam keyakinan saya ini semua karena cahaya Roh Kudus yang selalu menggerayangi saya sekalipun tidak saya sadari. Bukankah dalam hati ada tahta Allah? Santo Paulus bilang "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?" (1Kor 3:16) Dengan mengalami karya Roh, saya mengalami damai yang menceriakan. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera." (Rom 8:6)
Mukjizat Segar
Di atas sudah saya paparkan kondisi diri saya. Ada rentan agama ada rentan raga. Sebetulnya kondisinya tak hanya rentan tetapi sudah merosot. Saya sudah mengalami kelemahan yang cukup bisa dianggap parah. Daya menjalani hidup keagamaan secara pribadi individual sudah jauh amat sedikit sekali dibandingkan dengan 5 tahun lalu apalagi dibandingkan ketika masih dinas sebelum masuk rumah tua. Secara ragawi jasmaniah untuk mobilitas dari kamar saya ke kamar makan saja sudah membutuhkan karyawan untuk mendorongnya. Saya sudah tidak dapat berjalan. Kursi roda sudah jadi sahabat mobilitas. Memang, sedikit berdiri untuk pindah dari kursi roda ke tempat tidur atau ke tolilet serta tempat duduk mandi masih bisa. Tetapi lebih dari itu sudah di luar kemampuan. Pada Senin 13 Oktober 2025 ketika sedang mandi sabun terjatuh di belakang tempat duduk. Saya berdiri membali ke belakakng. Dengan membungkuk saya akan ambil sabun. Ternyata dengan membungkuk kaki sehat harus berposisi menurun dan masih belum jongkok. Untuk kembali tegak ternyata saya mengalami amat kesulitan sekali. Dan yang terjadi saya justru harus terduduk di lantai dan tak bisa berdiri. Untung saja saya masih bisa bersuara lantang. Teriakan-teriakan bisa menghadirkan 2 orang karyawan mengangkat saya untuk bisa kembali meletakkan pantat di tempat duduk untuk mandi. Kondisi raga seperti itu tentu membuat saya kalau pergi harus ada pengantar.
Saya kadang-kadang heran mengapa kemerosotan yang alami sesuadh makin lansia tidak mengganggu hati saya. Bahkan dengan sekitar 91% berada dalam kamar, kesendirian tidak membuat saya kesepian. Memang, saya sampai pada keyakinan karena saya biasa kontakan dengan relung hati. Lebih tepatnya saya biasa menanggapi semacam sapaan dan pertanyaan dari aura relung hati. Memang di situ saya juga jadi bisa menyapa dan bertanya dengan Yang Ada dalam relung hati. Ada semacam sambung persahabatan secara personal individual dengan Allah dalam relung hati. Dari sini saya mengalami kemerosotan alami karena kelansiaan ternyata tidak membuat saya mengalami kemerosotan kegembiraan. Bahkan rasa-rasanya saya jauh lebih bahagia dibandingkan ketika masih kerap tampil di umat melayani kebutuhan-kebutuhan pastoral umat. Keceriaan saya bukanlah upaya olah kejiwaan saya. Keceriaan itu mengalir begitu saja dalam keseharian. Ketika saya merenungkannya, pertanyaan muncul dalam diri saya "Apakah ini bukan karya khusus Allah dalam diri saya? Apakah ini bukan mukjizat?" Ketika saya membuka google tentang kata mukjizat, saya menemukan pernyataan sebagai sesuatu hal ajaib. "Sesuatu pekerjaan atau perbuatan yang ajaib dan mengandung kuasa yang tidak dapat dikerjakan menurut hukum alam, dan dalam hal ini sebagai memperlihatkan Daya Perantara daripada Allah!" Seharusnya kemorosotan-kemerosotan itu membuat saya mudah susah dan mengalami pendertaan bahkan tekanan batin karena kelansiaan. Seharusnya kesendirian membuat saya mudah kesepian. Tetapi yang terjadi saya tetap segar dan tegar sehingga banyak orang melihat saya sehat bahkan ada yang bilang tetap muda. Di sini saya jadi teringat akan kata-kata Santo Paulus :
"Cukuplah kasih karunia-Ku
bagimu Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. (2Kor 12:9-10)
Domus, Kentungan, 16 Oktober 2025
No comments:
Post a Comment