diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 21 Agustus 2013 Diperbaharui: 23 Maret 2021 Hits: 11891
- Perayaan13 September
- LahirSekitar tahun 344
- Kota asalAntiokhia
- Wafat
- 14 September 407 | Meninggal dalam perjalanan menuju tempat pembuangan
- Beatifikasi-
- Kanonisasi
- Pre-Congregation
Santo Yohanes Krisostomus lahir di Antiokhia pada tahun 349 M. Ayahnya adalah seorang perwira tinggi militer yang meninggal dunia beberapa waktu setelah ia dilahirkan. Yohanes dan saudara-sadaranya dibesarkan oleh sang ibu yang bernama Anthusa, seorang wanita kristen yang saleh dan bijaksana. Anthusa sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ia mengusahakan agar mereka memperoleh pendidikan dari guru-guru terbaik pada masa itu. Salah seorang guru yang membimbing Yohanes adalah Libanius, seorang ahli Sastra Yunani dan ahli retorika yang sangat terkenal.
Yohanes adalah seorang yang cerdas dan menonjol dalam Sastra dan Retorika. Jika ia berbicara, semua yang mendengar akan terpesona pada kata-katanya yang indah. Kecakapannya merangkai kata membuat ia dijuluki “Yohanes Krisostomus” atau “Yohanes si Mulut Emas". Gurunya Libianius sangat menyayanginya. Ia berharap kelak Yohanes dapat menggantikan posisinya. Namun tidak demikian dengan Yohanes. Ia tidak tertarik untuk menapaki jalan duniawi yang membentang dihadapannya. Sejak kecil ia sudah bercita-cita untuk menjalani kehidupan religius dan memberikan diri seutuhnya pada Tuhan.
Yohanes lalu menjadi seorang pertapa dan menjalani pola hidup asketis yang sangat ekstrim. Dua tahun berikutnya ia hidup dalam kontemplasi dan merenungkan Firman Tuhan. Sebagai konsekuensi dari praktek-praktek ini, perut dan ginjalnya menjadi rusak permanen. Karena kesehatannya semakin memburuk dengan terpaksa dia kembali ke Antiokhia.
Tuhan rupanya mempunyai rencana lain bagi si Mulut Emas ini. Gagal melayani Tuhan sebagai pertapa; Yohanes bertekad menjadi seorang imam. Ia belajar Teologi dibawah bimbingan Uskup Diodorus dari Tarsus dan ditahbiskan sebagai diakon pada tahun 381 M oleh Santo Meletius. Lima tahun kemudian ia menerima tahbisan imamat di kota Anthiokia.
Imam Yohanes melayani umat di Antiokhia selama dua belas tahun (Tahun 386 - 397 M). Di kota ini ia menjadi sangat terkenal karena keindahan kata-katanya saat berkotbah. Meskipun sering sakit-sakitan, namun Yohanes tetap melakukan begitu banyak karya yang mengagumkan. Ia berkhotbah satu atau dua kali sehari, memberi makan fakir miskin serta memberikan perhatian kepada para yatim piatu.
Pada musim gugur tahun 397 M, Yohanes diangkat menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Umat di Anthiokia yang sangat mencintai Yohanes tidak rela melepaskannya pergi. Untuk mencegah huru-hara, ia harus meninggalkan kota itu dengan diam-diam menuju ibu kota kerajaan Romawi Timur, Konstantinopel.
Uskup Agung Yohanes Krisostomus sangat mengasihi umatnya dan berusaha merangkul semua kalangan. Walau demikian ia tidak pernah kehilangan ketegasannya. Ia tidak pernah ragu untuk menegur mereka yang berbuat salah; bahkan ratu sekalipun. Sebuah tegurannya kepada Ratu Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, karena gaya hidup yang amat mewah dan boros membuat ratu membencinya. Ratu bekerjasama dengan orang-orang yang memusuhi sang Patriark; lalu dengan fitnah keji mereka menuntut Yohanes dalam sebuah sidang sinode. Yohanes yang telah difitnah, dijatuhi hukuman pengasingan dan diusir dari Konstantinopel.
Namun belum lama berada di pengasingan, Yohanes dipanggil kembali oleh Kaisar Arcadius, karena terjadi kekacauan dan huru-hara di kalangan umat yang tidak rela Uskup Agung mereka diasingkan. Juga karena terjadi gempa bumi pada malam penangkapan sang uskup, yang membuat ratu Eudoxia takut bahwa ini adalah tanda murka Allah. Ratu lalu mendesak Kaisar untuk memanggil kembali Uskup Agung Yohanes dan memulihkan namanya.
Namun perdamaian antara ratu dan sang Uskup Agung berumur pendek. Suatu hari Eodoxia yang gila hormat itu mendirikan patung dirinya yang terbuat dari perak di Augustaion, dekat Katedral Keuskupan. Santo Yohanes mengecam perbuatannya dan dalam kotbahnya ia berbicara dengan bahasa kiasan yang pedas : "Sekali lagi Herodias berulah, sekali lagi dia bermasalah, ia menari lagi, dan muncul lagi keinginannya untuk menerima kepala Yohanes dalam sebuah nampan" Kata-kata ini mengacu pada kisah kematian Santo Yohanes Pembaptis (Mat 14:1-12). Karena kecamannya ini sekali lagi Uskup Agung Yohanes dibuang; kali ini ke Kaukasus di Armenia.
Dihadapkan pada hukuman pengasingan; Yohanes menulis surat tentang keadaannya masing-masing kepada Paus Innosensius I di Roma, kepada Uskup Milan, Venerius dan kepada Uskup Aquileia, Chromatius. Dari Roma Paus memprotes keras hukuman pembuangan terhadap Patriark Yohanes. Namun Kaisar yang berada dibawah pengaruh ratu sama sekali tidak peduli. Pada tahun 405 M Paus mengirim delegasi ke Konstantinopel untuk meminta pertimbangan Kaisar atas hukuman Santo Yohanes. Namun delegasi yang dipimpin oleh Santo Gaudensius ini dihadang berbagai kesulitan dan tidak pernah sampai ke Konstantinopel.
Yohanes Krisostomus tidak pernah sampai ke tempat pembuangannya yang kedua. Dalam perjalan ia menderita sakit demam dan akhirnya meninggal dunia di Cormana, Pontus pada tanggal 14 September 407 M. Kata-kata terakhirnya adalah, "δόξα τῷ θεῷ πάντων ἕνεκεν" (Mahasuci Allah atas segala sesuatu). Hujan es dan angin ribut yang dahsyat menyerang kota Konstantinopel beberapa saat setelah ia menutup mata. Empat hari kemudian, Ratu jahat Eudoxia ditemukan telah meninggal dunia. Putera Mahkota kemudian datang ke Carmona untuk menghormati jenasah Santo Yohanes dan menunjukkan betapa ia menyesal atas apa yang telah diperbuat ibunya.
Santo Yohanes Krisostomus semula dimakamkan di Carmona. Pada tahun 438 M, tiga puluh tahun setelah kematiannya, Relikwi pahlawan iman ini dipindahkan ke Konstantinopel melalui sebuah prosesi kenegaraan oleh putra Ratu Eudoxia itu, yang saat itu telah menjadi Kaisar Theodosius II.
Pada tahun 1204, para Kesatria Salib (Crusaders) yang sedang dalam perjalanan menuju medan Perang Salib di tanah suci Yerusalem, memasuki kota Konstantinopel. Sangat disesalkan, para crusaders ini kemudian membuat huru-hara dan menjarah ibukota kekaisaran Romawi Timur tersebut. Mereka merampok makam Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius, lalu membawa pergi relikwi dua bapa Gereja itu ke Roma.
Pada bulan Juni tahun 2004, delapan ratus tahun setelah peristiwa "Penjarahan Konstantinopel", Paus Yohannes Paulus II secara resmi meminta maaf kepada Gereja Orthodox atas peristiwa memalukan tersebut. Selanjutnya pada bulan November 2004 Paus mengembalikan relikwi Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius ke Gereja Orthodox. Patriark Konstantinopel saat itu (Patriark Bartholomew) menerima penyerahan Relikwi dua orang Bapa Gereja ini pada 27 November 2004 dalam sebuah upacara resmi di Basilika Santo Petrus di Roma. Relikwi kedua orang suci tersebut dibawa kembali ke Konstantinopel dan disemayamkan di Gereja Santo Georgius Konstantinopel (Istambul) Turki.
No comments:
Post a Comment