Tuesday, September 21, 2021

Filosofi Jenang yang Melekat di Masyarakat Jawa

diambil dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/12/19


Eksistensi jenang di kalangan masyarakat Jawa khususnya di wilayah Surakarta sudah melekat sejak zaman kerajaan hindu-budha dan era walisongo sampai sekarang. Jenang, makanan khas penduduk Jawa yang terbuat dari beras putih dan beras ketan, kerap hadir sebagai makanan pelengkap di berbagai acara seperti hajatan pernikahan, selamatan ibu hamil, selamatan bayi yang baru lahir, selamatan orang meninggal dan masih banyak lagi berbagai acara adat maupun keagamaan. Segala macam acara tersebut tidak pernah lepas dari kehadiran jenang dan makanan ini diyakini muncul dari kreativitas masyarakat setempat.

Jenang bukan sekedar makanan khas yang digemari oleh penduduk Jawa. Lebih dari itu, jenang ternyata memiliki filosofis dan simbol-simbol yang diyakini oleh orang Jawa. Selain sebagai rasa syukur kepada-Nya, jenang juga dijadikan simbol doa, persatuan, harapan, dan semangat masyarakat Jawa. Jenis-jenis simbol antar jenang satu dengan lainnya berbeda-beda mengingat ada beberapa jenis jenang yang terkenal di Pulau Jawa.


Yang pertama adalah jenang sumsum. Jenang ini terbuat dari beras putih yang dicampur dengan beras ketan sedikit kemudian ditaburi dengan gula merah atau gula putih di atasnya. Selain warnanya yang putih bersih dan diyakini sebagai simbol kebersihan hati dan kesejahteraan, jenang ini kerap disuguhkan ketika ada acara pernikahan dan dipercaya akan mendatangkan kesehatan, berkah, dan juga kekuatan bagi pasangan serta panitia hajatan.


Kedua adalah jenang procotan yang kerap disajikan di acara selamatan ibu hamil pada bulan ketujuh masa kehamilan. Jenang ini dipercaya sebagai simbol keselamatan dan kelancaran untuk ibu hamil yang akan melahirkan. Selain itu, jenang ini juga terkadang disajikan dengan jenang sepasaran yang disuguhkan ketika memberi nama kepada bayi yang baru lahir sehingga juga dipercaya sebagai simbol doa untuk anak.


Ketiga adalah jenang abang atau merah yang juga disebut jenang 'sengkala'. Jenang ini sekilas mirip jenang sumsum yaitu berwarna putih yang dicampur dengan gula merah dan terkadang dengan parutan kelapa di atasnya. Acara-acara seperti penyambutan bulan baru kalender Jawa atau yang disebut dengan “suro” ini sering menghadirkan jenang abang sebagai makanan pelengkap dan menjadi makanan khas yang wajib disajikan. Jenang ini memiliki simbol rasa syukur kepada Tuhan akan datangnya bulan baru dan juga sebagai ungkapan doa 'penyerahan diri' kepada Tuhan untuk memohon keselamatan dan keberkahan.


Keempat adalah jenang ireng. Kata “ireng” dalam Bahasa Jawa berarti hitam. Jenang ini terbuat dari beras ketan hitam yang dipadu dengan kuah santan segar dan wangi daun pandan. Jenang ini sering disajikan di berbagai acara ritual kegamaan dan juga selametan ibu hamil. Selain dipercaya dapat mendatangkan keberkahan, jenang ini juga dijadikan makanan pelengkap yang bagus untuk ibu hamil karena citra rasanya yang manis dan mengandung khasiat ketan hitam.


Kelima adalah jenang grendul. Jenang ini juga biasa disebut jenang candhil dan terbuat dari tepung ketan dan dicampur dengan gula merah sehingga memunculkan warna merah kecoklatan. Jenang ini memiliki tekstur kenyal dan berbentuk seperti bola-bola kecil dan dipadukan dengan kuah santan pada penyajiannya. Pada acara-acara formal atau kuliner keluarga, jenang ini disajikan dan diyakini sebagai simbol keharmonisan hidup yang diwarnai oleh perbedaan. Selain itu, ada nilai eksentris yang terkandung di dalamnya, baik adat maupun budaya.

Selain jenis jenang-jenang di atas, ada banyak jenang lainnya yang juga merupakan makanan khas masyarakat Jawa dan menjadi makanan pelengkap wajib yang harus disajikan di berbagai acara keagamaan, adat, maupun budaya. Kini, jenangpun tidak hanya terkenal di sekitar wilayah Pulau Jawa namun juga di berbagai daerah di Indonesia. Banyak juga wisatawan asing yang sengaja berkunjung ke tempat-tempat pembuatan jenang khas di Kota Yogyakarta dan Semarang untuk belajar cara membuat jenang.

GNFI 

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...