diambil dari http://news.unair.ac.id/2019/12/04
ILUSTRASI seorang nenek momong cucunya. (Foto: Istimewa)
Aktivitas
momong cucu dapat memengaruhi kesehatan fisik dan emosi kakek dan nenek. Salah
satu efek positif terlihat pada suasana hati, interaksi sosial dan fungsi
kognitif kakek-nenek. Namun, perlu memperhatikan intensitas dan waktu yang
dihabiskan untuk momong cucu. Studi di AS, Cina, dan Eropa menjelaskan bahwa
kakek-nenek berperan sebagai bentuk penting dukungan untuk keluarga
multigenerasi dan sebagai pusat solidaritas antar generasi. National Centre for
Family and Marriage (NCFMR) mengakui aktifitas momong cucu oleh kakek-nenek
merupakan pengasuhan yang penting bagi cucu mereka. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Peter Uhlenberg (2009) di AS, diketahui bahwa kakek-nenek dapat
menyediakan sumber daya untuk keluarga selama aktifitas momong.
Peningkatan
harapan hidup dan populasi lansia mempengaruhi kemungkinan kakek-nenek
memberikan perawatan penuh atau bantuan perawatan untuk cucu mereka.
Selanjutnya, bergesernya peran orang tua dalam beberapa dekade terakhir,
khususnya beban ganda ibu yang bekerja sehingga mengurangi intensitas
pengasuhan anak. Kondisi tersebut dapat meningkatkan keterlibatan keluarga
sehingga kebutuhan pengasuhan oleh kakek-nenek meningkat.
Data yang
dikumpulkan oleh NCFMR menyatakan bahwa di AS, persentase anak yang hidup
dengan mereka kakek-nenek pada 2010 adalah 7,3 persen, dua kali lebih tinggi
dari persentase pada tahun 1970 (3,2 persen). Hampir, sepertiga (29 persen)
dari mereka tinggal di rumah kakek-nenek tanpa ibu atau ibu mereka ayah. Di
Inggris, ada hampir 14 juta orang dewasa yang lebih tua, dan kebanyakan dari
mereka kakek-nenek. Sekitar 17 persen kakek-nenek dengan cucu di bawah usia 16
tahun memberikan perawatan intensif selama setidaknya 10 jam seminggu dan
sekitar 1 dari 30 orang dewasa yang lebih tua menyediakan pengasuhan penuh atau
tinggal bersama cucu mereka. Jumlah lansia yang momong cucu di Indonesia sampai
saat ini belum diketahui. Berdasarkan wawancara dengan lansia di Desa
Tambakaji, Kota Semarang diperoleh sebanyak 50 orang dari 115 lansia melakukan
aktifitas momong cucu.
Penelitian
tentang pengalaman kakek-nenek yang momong cucu masih terbatas di Indonesia.
Eksplorasi subjek ini sangat menarik, terutama mengenai peran kakek-nenek dalam
pengasuhan, alasan untuk momong cucu, serta pandangan budaya Jawa mengenai “momong
cucu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kakek nenek
suku Jawa di Indonesia dalam membesarkan cucu mereka.
Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif yang melibatkan 13 orang lansia yang
mengasuh cucunya dan bersuku Jawa. Rata-rata usia lansia adalah 64 tahun dan 9
diantaranya adalah lansia yang sudah tidak memiliki pasangan. Rata-rata usia
cucunya adalah 3,4 tahun atau dalam rentang usia Toddler.
Hasil
penelitian menemukan lansia merasa bahagia saat mengasuh cucunya. Bagi mereka,
cucu adalah sumber kebahagiaan, dan rasa sayang yang dimiliki melebihi rasa
sayang terhadap anaknya. Keputusan untuk momong cucu diambil oleh lansia
sendiri, umumnya mereka menawarkan untuk membantu momong cucu agar anaknya
tidak kesulitan. Lansia terlibat dalam semua aktifitas pengasuhan cucu dari
mulai mereka bangun tidur, memberi makan, mengajak bermain, mengantarkan
sekolah dan mengajarkan pendidikan.
Meskipun
kebanyakan perasaan bahagia yang dirasakan pada saat momong cucu, namun
adakalanya lansia merasa lelah, kesal dan marah pada saat momong. Lansia
berupaya untuk mengatasi keluhan yang bersifat negatif dengan bermain dan
tertawa dengan cucunya, pijat ataupun menyediakan waktu untuk diri sendiri
dalam melakukan hobi.
Dalam
kebudayaan Jawa, momong cucu merupakan tradisi yang sudah turun temurun dengan
tujuan untuk membantu anak. Kakek-nenek Jawa berpendapat bahwa membantu anak
merupakan kewajiban orang tua, meskipun anak sudah memiliki keluarga sendiri
mereka tidak segan untuk membantu. Mereka menyampaikan bahwa fenomena
pengasuhan cucu tidak hanya terjadi sekarang, tetapi dahulu mereka juga
menitipkan anaknya pada orang tuanya. Jadi mereka beranggapan pengasuhan cucu
merupakan sesuatu hal yang wajar. Kebudayaan Jawa menekankan peran kakek nenek sebagai
penyokong keluarga dan mempererat kedekatan dengan anak dan cucu. Pengasuhan
cucu tidak hanya tanggung jawab kakek nenek semata tetapi juga orang tuanya.
Aktivitas
momong cucu telah memberikan manfaat untuk lansia dan juga pada keluarga. Untuk
keluarga aktivitas ini merupakan salah satu kegiatan yang memperkuat dan
mempererat hubungan antar anggota keluarga. Pada lansia, aktivitas ini dapat
membantu lansia tetap aktif dan mencegah penurunan fungsi kognitif. Perasaan
bahagia yang muncul pada saat momong cucu dapat menjadi memunculkan rasa puas
dalam diri kakek nenek, hal ini dapat menurunkan kejadian depresi pada lansia.
Pada
akhirnya, pengasuhan cucu bisa menjadi beban, kebahagiaan, atau keduanya,
tergantung sebagian pada penilaian diri kakek-nenek atas pengalaman pengasuhan
mereka dan sebagian tentang bagaimana mereka diperlakukan dalam keluarga dan di
masyarakat. Sistem pendukung informal dan layanan sosial dan kesehatan sangat
penting untuk membantu kakek-nenek mempertahankan atau mendapatkan kesejahteraan
psikologis mereka dalam menghadapi tantangan pengasuhan. (*)
Penulis:
Rista Fauzininingtyas, S.Kep.Ns., M.Kep.
Informasi
detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/WWOP-10-2018-0019/full/html
No comments:
Post a Comment