Wednesday, August 17, 2022

Kesalahan Yang Menggembirakan


"MERDEKA!!" seru Rm. Suntara yang diulang oleh para romo dan karyawan serta relawan Katolik Domus Pacis St. Petrus. Seruan itu diulang 2 kali dan diulang dengan seruan yang bersemangat dan diakhiri dengan senyum dan bahkan tertawa. Rm. Suntara meneruskan dengan kata-kata "Kita melihat pembangunan yang amat banyak dan maju serta modern yang terjadi di negara kita. Ada banyak Mall, jalan-jalan tol bertambah banyak, dan masih banyak yang bisa disebut. Tetapi itu adalah pembangunan duniawi dan pembangunan jiwani masih harus amat diupayakan. Di dalam lagu Indonesia Raya dikatakan 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya'. Pembangunan jiwa disebut pertama kali. Ini menjadi tantangan untuk kita dalam mengisi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Untuk itu bacaan pertama dan kedua bisa menjadi pegangan jiwani dalam mengisi kemerdekaan". Kata-kata ini muncul pada bagian pertama homili Rm. Suntara pada Misa Domus Pacis St. Petrus yang dimulai pada jam 08.00 tanggal 17 Agustus 2022. Misa dipimpin oleh Rm. Bambang, lektor oleh Mgr. Blasius dan Rm. Ria, dan Rm. Hartanta memandu nyanyian Mazmur dan Alleluya.

Misa Kudus menjadi acara pertama dari kegiatan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77 di Domus Pacis St. Petrus. Kentungan Yogyakarta. Seusai Misa, semua peserta langsung menuju ruang besar lantai 1 Domus Pacis. Teman-teman karyawan yang beragama Islam sudah siap menunggu, Di ruangan ini semua penghuni Domus, romo dan karyawan yang tidak libur, mengadakan upacara Peringatan Kemerdekaan. Jalannya upacara tentu tidak seperti yang terjadi di tengah masyarakat umum di lembaga-lembaga bahkan di pemerintahan apalagi dalam even kenegaraan. Dari para romo, yang semua sudah berkursi roda, banyak yang menjalani tugas: Mgr. Blasius menjadi pembina upacara dan pembaca teks proklamasi, Rm. Ria membacakan teks Pancasila yang ditirukan oleh semua, dan Rm. Bambang mengiringi lagu-lagu dengan keyboard. Sementara itu beberapa karyawan yang bertugas adalah Mbak Tri jadi MC, Mas Abas pengibar bendera merah-putih, Mas Fallah membacakan teks Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, dan Mbak Pariyah melantunkan doa. Kecuali Rm. Hartanta semua romo duduk di kursi roda sehingga ketika bertugas ada karyawan yang membantu mendorong. Sehabis upacara ada foto bersama. Rm. Bambang harus dipanggil untuk ikut foto bersama karena ternyata dia tidak tahu dan tida mendengar pemberitahuan untuk foto bersama. Ketika Rm. Bambang sudah siaga foto bersama ada yang nyeletuk "KRISDAYANTI" yang membuat para peserta Misa tertawa terbahak. Itu adalah kutipan kata Rm. Suntara ketika sampai bagian akhir dari homilinya. Beliau berkata "Yang menjadi hambatan pembangunan jiwa adalah KRISDAYANTI, yaitu Krisis Teladan dan Hati Nurani". 

Sehabis upacara semua menikmati snak berupa bubur merah-putih dan jajan pasar oleh-oleh Bu Titik dan Bu Rini, dua relawan harian Domus. Sehabis istirahat dengan minum dan snak, acara dilanjutkan dengan lomba-lomba. Para karyawan menyiapkan 4 macam lomba : 1) mengeluarkan bola-bola dalam dos dengan menggoyang-goyang pantat; 2) memasukkan paku dalam botol dengan tali yang dililitkan di pinggang; 3) makan kerupuk yang digantungkan; dan 4) memindah 10 butir kelereng dari satu mangkuk ke mangkuk lain dengan menggunakan dua sumpit. Semua karyawan yang tidak libur (Mbak Tri, Mbak Pariyah, Bu Riwi, Mas Hari, Mas Siswanto, Mas Fallah, Mas Agus, Mas Abas, Mas Haryono, dan Mas Ardy) dan dua relawan harian (Bu Titik dan Bu Rini) ikut lomba-lomba itu. Dari pihak romo hanya Rm. Hartanta. Sesudah itu ada 2 macam lomba yang disodorkan oleh Rm. Hartanta : 1) melemparkan 5 tutup cangkir ke lingkaran yang berisi lingkaran-lingkaran ubin yang menjadi hiasan lantai ruang besar Domus; 2) melempar 3 kali bola untuk dimasukkan ke tempat duduk pendek yang dipasang miring. Untuk lomba kedua yang disodorkan oleh romo tidak ada yang berhasil sekalipun ada hadiah Rp. 20.000 untuk sekali keberhasilan. Tetapi lomba melempar 5 tutup cangkir sungguh ramai sekali. Kalau masuk lingkaran paling tengah mendapatkan uang Rp. 10.000 sekali keberhasilan, lingkaran yang lebih besar Rp. 5.000, lebih besar lagi Rp. 2.000, dan yang paling lebar Rp. 1.000. Ternyata selain para karyawan dan relawan, banyak romo sepuh juga mengikuti. Romo yang ikut adalah Mgr. Blasius, Rm. Harto, Rm. Hartanta, Rm. Bambang, Rm. Ria, Rm. Suntara, dan bahkan Rm. Tri Hartono.


Ketika romo-romo tampil ikut masuk gelanggang lomba, suasana menjadi riuh. Para karyawan dan relawan berseru-seru mensponsori. Kalau ada yang berhasil masuk dan mendapatkan hadiah uang, semua bertepuk tangan dan bersorak-sorak. Tetapi itu hanya terjadi pada Rm. Suntara yang kalau tidak keliru mendapatkan hadiah Rp. 7.000. Hadirnya Rm. Suntara tak lepas dari ingatan akan kata "KRISDAYANTI". Pada umumnya para romo mengalami kegagalan termasuk Rm. Bambang. Memang Rm. Harto yang mendapat dispensasi mendekat ke lingkaran berhasil meraih uang hadian Rp. 2.000. Dalam hal ini Rm. Tri Hartono juga ikut mendapatkan dispensasi boleh mendekat. Beliau memang menderita stroke 4 kali opname. Makan harus memakai sonde. Omong tidak dapat karena lidah juga kena. Tubuh melemah separo. Yang bisa digerakkan adalah bagian kiri. Memang, sekarang sudah dapat dibantu untuk duduk di kursi roda. Tetapi ketika ikut lomba lempar tutup cangkir, tangan kiri bisa memegang. Tetapi untuk membuka jari-jari dan melemparkannya Rm. Tri Hartono mengalami kesulitan. Karyawan yang membantu mendorong kursi rodanya, mencoba untuk mengubah posisi beberapa kali, namun pelemparan juga tak pernah terjadi. Tiba-tiba terdengar suara "Takbantu Tri" dari Rm. Bambang yang mendekat dengan kursi roda dan tangannya menampel tutup cangkir dari jari-jari Rm. Tri. Ternyata tutup cangkir jatuh di ubin lingkaran kedua. Rm. Bambangpun berseru "Kowe entuk limang ewu" (Kamu dapat hadiah Rp. 5.000) dan semua tertawa terbahak-bahak. 

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...