Wednesday, August 3, 2022

Tentang Momong Cucu

Saya tidak tahu kebenarannya di dalam realita. Ini berbicara tentang Momong Cucu yang sering muncul di kalangan kaum lansia. Tentu saja kalau saya berbicara tentang lansia, itu ada di lingkungan mayoritas orang Jawa, Bahkan lansia Jawapun adalah yang beragama Katolik. Ini disebabkan oleh cakrawala perjumpaan saya yang terbatas pada kelompok-kelompok dan pertemuan-pertemuan lansia Katolik. Dalam hal ini saya merasa ada dua hal yang tampaknya perlu mendapatkan pencerahan :

  • Apakah kaum priya lebih banyak? Dari omong-omong dalam kelompok-kelompok dan pertemuan-pertemuan, sejauh saya amati lansia yang kerap memunculkan kegiatan momong cucu adalah kaum bapak. Bahkan mereka dalam berbicara menampakkan nada bangga dan bahagia. Tampaknya kaum ibu lansia lebih banyak bicara tentang kesibukan ikut kegiatan-kegiatan kebersamaan. Terhadap kesan seperti ini, saya juga kerap melihat diri saya. Saya mempunyai dua ibu sepuh yang biasa membantu keperluan Domus Pacis. Kedua ibu ini selain membantu Domus juga memiliki kesibukan kegiatan-kegiatan baik dalam kelompoknya maupun dalam masyarakat dan paguyuban umat Katolik. Sementara itu tampaknya mereka akan omong tentang cucunya ketika saya bertanya.
  • Apakah kaum priya lebih butuh belaian afektif? Berhadapan dengan sesama lansia dan juga yang berada di bawah generasinya, saya merasa biasa dihadapkan dengan topik pembicaraan yang membutuhkan pertimbangan. Bahkan bisa terjadi tanya jawab atau juga diskusi dan mungkin juga debat yang membutuhkan tanggapan rasional. Lain halnya dengan anak kecil. Tampaknya berhadapan dengan anak-anak kecil orang bisa mengusap atau diusap, memeluk atau dipeluk, mencium atau dicium berlandaskan perasaan relung hati penuh kemesraan. Maka rasa kangen pada anak kecil barangkali mudah mewarnai kehidupan. Dalam pengalaman saya, saya amat dekat dengan keluarga muda Tian-Rachel. Bahkan ibunya juga biasa datang di Domus. Tetapi kalau teringat keluarga itu, yang terbayang dan banyak melela-lea adalah Chrisel anak mereka yang hampir 2 tahun yang keluarganya selalu menyebut saya "eyang" (kakek) di hadapannya. Kalau datang ke Domus Chrisel langsung berjalan cepat ke kamar saya. Begitu masuk langsung mendekap pinggang saya dengan wajah tengadah menerima ciuman saya di jidatnya. Kemudian jari kanan kecilnya menunjuk lemari es meminta saya membukakan.

No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...