Tuesday, October 12, 2021

Beata Alexandrina Maria da Costa

diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 25 Mei 2021 Diperbaharui: 26 Mei 2021 Hits: 523

  • Perayaan
    13 Oktober
  •  
  • Lahir
    30 Maret 1904
  •  
  • Kota asal
    Balazar, Póvoa de Varzim, Portugal
  •  
  • Wafat
  •  
  • 13 Oktober 1955 di Balazar, Póvoa de Varzim, Portugal
  •  
  • Venerasi
    12 Januari 1996 oleh Paus Yohanes Paulus II (decree of heroic virtues)
  •  
  • Beatifikasi
    25 April 2004 oleh Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Kanonisasi

 

Awal Kehidupan dan Kelumpuhan

Alexandrina Maria da Costa lahir pada tanggal 30 Maret 1904, di Balazar, sebuah paroki pedesaan Póvoa de Varzim, Portugal. Ayahnya pergi meninggalkan mereka ketika dia masih bayi dan keluarganya pun hidup dalam kemiskinan. Namun biarpun hidup serba kekurangan, ibunya saleh tetap membesarkan Alexandrina sesuai ajaran iman Kristiani. Alexandrina tumbuh menjadi seorang anak yang religius, periang, santun, dan disukai semua orang. Namun kemiskinan membuatnya terpaksa meninggalkan bangku sekolah dan bekerja di sebuah pertanian saat usianya baru 9 tahun.

Ketika berusia duabelas tahun, Alexandrina menderita sakit parah akibat infeksi dan hampir meninggal dunia. Dampak penyakit ini terasa sampai ia bertumbuh dewasa, dan menjadi tanda awal akan kehendak Tuhan bagi darinya; yaitu menderita sebagai  Jiwa yang berkurban (Victim Soul).

Pada bulan Maret 1918, Alexandrina yang telah berusia empat belas tahun mengalami insiden yang mengubah perjalanan hidupnya. Mantan majikannya di pertanian, bersama dua pria lainnya, berupaya menerobos kamarnya untuk memperkosanya. Demi mempertahankan kemurniannya, Alexandrina melarikan diri dengan melompat dari jendela setinggi empat meter dari permukaan tanah. Ia terjatuh dan tulang punggungnya patah. Ia juga mengalami luka-luka serius. Para dokter yang mengobatinya menyatakan bahwa kondisinya tak dapat disembuhkan dan ia akan mengalami kelumpuhan.

 

Jiwa yang berkurban (Victim Soul)

Selama tahun-tahun awal kelumpuhannya, Alexandrina berdoa dengan tekun meminta rahmat kesembuhan. Demi penyembuhannya, Alexandrina bernazar akan menjadi seorang misionaris, ia juga berjanji untuk membagi-bagikan segala yang ia miliki, memotong rambutnya dan mengenakan pakaian berkabung sepanjang hidupnya, asal saja ia disembuhkan dari kelumpuhan. Sampai usianya 19 tahun, Alexandrina masih bisa "menyeret dirinya" ke gereja di mana, sambil membungkuk, dia akan tetap berdoa, yang membuat umat paroki takjub. Akan tetapi kondisinya semakin memburuk hingga gerakan sekecil apapun akan membuatnya kesakitan. Sejak tanggal 14 April 1924 hingga akhir hayatnya ia lumpuh total dan tetap terbaring di atas pembaringan. Ia beberapa kali berada di ambang maut dan menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit.

Setelah beberapa tahun berlalu, perlahan-lahan Alexandrina dapat melihat bahwa ia menerima panggilan istimewa untuk menjadi kurban bagi Tuhan. Semakin ia memahami  panggilan hidupnya ini, semakin ia berpasrah dan bersukacita menerimanya. Ia lalu mempersembahkan diri kepada Tuhan sebagai jiwa yang berkurban demi pertobatan orang-orang berdosa. Penyerahan dirinya pada semua kehendak Tuhan membuatnya dikaruniai berbagai penampakkan Tuhan Yesus dan Hati Maria yang Tak Bernoda.  

 

Karunia-karunia Rohani

Pada tanggal 20 November 1933, ia menerima penampakkan Tuhan Yesus didalam kamarnya sesaat setelah merayakan misa kudus bersama pembimbing rohaninya, padre Pinho, SJ.  Saat ini kamar tersebut telah menjadi tujuan peziarah umat Katolik dari berbagai penjuru dunia.

Pada 6 September 1934, Alexandrina mengalami ekstasi rohani yang luar biasa, di mana suara Kristus yang penuh belas kasih mengundangnya untuk mendekati Hati-Nya yang Mahakudus dan ikut ambil bagian dalam dahsyatnya api derita penebusan-Nya. Dalam beberapa ekstasi rohani, Yesus mempercayakan kepada Alexandrina untuk menyebarluaskan pesan Santa Perawan Maria dari Fatima. Pada suatu pagi setelah menyambut Komuni kudus, Alexandrina mengalami ekstasi rohani dan kembali menerima penampakkan Tuhan Yesus yang berkata kepadanya :

“Dengan kasih yang engkau miliki bagi BundaKu Tersuci, katakanlah kepada pembimbing rohanimu bahwa sebagaimana Aku meminta Margareta Maria (Santa Margareta Maria Alacoque) berdevosi kepada Hati Ilahi-Ku, demikianlah Aku memintamu untuk mendorong penyerahan dunia kepada Hati BundaKu yang tak bernoda.”

Sejak hari itu, Alexandrina mempersembahkan dirinya sebagai kurban demi tercapainya tujuan ini. Pada bulan September 1936, padre Mariano Pinho SJ menyampaikan hal ini kepada Kardinal Eugenio Pacelli (kelak menjadi Paus Pius XII) dan enam tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1942, Paus Pius XII mempersembahkan dunia kepada Hati Maria yang Tak Bernoda dengan mempergunakan gelar-gelar seperti diwahyukan kepada Alexandrina : “Ratu Alam Semesta, Ratu Rosario Tersuci, Pengungsian Umat Manusia, Pemenang dalam Semua Pertempuran Allah.”

Sejak tanggal 3 Oktober 1938 hingga 27 Maret 1942, Alexandrina mengalami tiga jam “sengsara” Yesus setiap hari Jumat. Ia menerima rahmat mistik untuk mengalami dalam tubuh dan jiwanya sengsara Kristus di jam-jam terakhir hidup-Nya. Selama tiga jam ini kelumpuhannya lenyap. Dalam ekstase ia mampu bangun dari tempat tidur, dan mengalami kembali sengsara Kristus selama tiga jam dalam penderitaan jasmani dan rohani yang luar biasa.

Pada tanggal 27 Maret 1942, Alexandrina menerima karunia Inedia, yaitu hidup tanpa makanan apapun selain Ekaristi Kudus. Keadaan ini berlangsung selama tiga belas tahun tujuh bulan, sampai hari kematiannya. Dalam suatu ekstasi Yesus mengatakan kepada Alexandriana :

“Engkau tidak akan menyantap makanan lagi di dunia. Yang akan menjadi makananmu adalah Daging-Ku; yang akan menjadi darahmu adalah Darah Ilahi-Ku, yang akan menjadi hidupmu adalah Hidup-Ku. Engkau menerimanya dari-Ku bilamana Aku mempersatukan Hati-Ku dengan hatimu. Janganlah takut, puteri-Ku. Engkau tidak akan disalibkan lagi seperti di masa lalu.... Dan sekarang suatu pencobaan baru menantimu, yang akan menjadi yang paling menyakitkan dari semua. Tetapi, pada akhirnya Aku akan membawamu ke Surga dan Bunda Tersuci akan menemanimu.”

 

Salesian Awam

Pada tahun 1944, Alexandrina bertemu dengan padre Umberto Pasquale SDB, seorang imam Salesian yang kemudian menjadi pembimbing rohani dan penulis biografinya. Padre Pasquale menanyakan apakah Alexandrina bersedia membaktikan sebagian dari penderitaannya dan doa-doanya yang tak kunjung henti bagi keselamatan kaum muda. Alexandrina segera menyanggupi dan pada tanggal 26 Februari 1945, ia resmi menjadi anggota Association of Salesian Cooperators (ASC), atau Ordo ketiga Salesian (Salesian awam). Alexandria sangat bersuka-cita dan kepada segenap komunitas Salesian, Alexandrina menulis :

“Di atas segalanya, jadilah yang terkecil. Taat buta. Jangan pernah berdosa. Menderita dalam diam. Kasihilah Yesus. Kasih, hanya kasih! ”

 

Akhir Perjalanan

Sejak awal tahun 1955 kondisi kesehatan Alexandrina semakin memburuk. Pagi-pagi benar pada tanggal 13 Oktober 1955, pada peringatan 38 tahun penampakan terakhir Santa Perawan Maria di Fatima dan mukjizat matahari, Alexandrina menerima serangkaian penglihatan akan Hati Maria yang tak bernoda dengan lembut meyakinkannya, “Aku akan segera membawamu.” Melalui suatu cahaya putih ia mendengar Yesus berkata, “Engkau termasuk dalam bilangan para kudus-KU.” Dan juga suara Bapa yang kekal, “Inilah puteri Kita yang terkasih.”

Menjelang pukul 8 pagi, Alexandrina menyambut Komuni Kudus, komuninya yang terakhir, dengan kasih dan devosi yang berkobar. Kemudian, sementara keheningan kamar bergetar dengan sanak saudara, para imam dan para peziarah yang berdoa, Alexandrina menyampaikan kepada mereka dan kepada segenap umat manusia:

“Jangan berdosa. Kesenangan hidup ini tak bearti apapun. Sambutlkah Komuni, berdoalah Rosario setiap hari. Ini meringkas semuanya.”

Tengah hari, ia gemetar karena sukacita, “O, aku begitu bahagia, begitu bahagia, sebab akhirnya aku akan segera ke surga!”  Mgr.Mendes berlutut disisi pembaringannya dan memimpin semua yang hadir berdoa bersama. Rasa sakitnya yang tiada henti, menyiksa Alexandrina hingga akhir hidupnya. Menjelang petang dengan sisa-sisa tenaganya ia mencium salib dan medali Santa Maria Bunda Berdukacita.  “Selamat tinggal,” bisiknya nyaris tak kedengaran, “kita akan bertemu lagi di surga. Ya, di surga! Aku pergi ke surga… segera… sekarang!”

Pada tanggal 13 Oktober 1955, pukul 8.29 petang,  jiwanya yang kudus kembali ke Rumah Bapa.

 

Beatifikasi

Dua tahun sesudah wafatnya, sebuah kapel kecil dibangun di atas makamnya. Pada tahun 1978 Jenazah Alexandrina disemayamkan dalam Gereja Paroki Santa Eulalia Balazar hingga hari ini.

Pada tanggal 12 Januari 1996, Alexandrina dimaklumkan sebagai Venerabilis oleh Paus Santo Yohanes Paulus II. Delapan tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 25 April 2004, Alexandrina di Beatifikasi oleh Paus yang sama. Pestanya dirayakan sesuai hari kematiannya pada tanggal 13 Oktober.

Semasa hidupnya, Alexandrina telah menubuatkan bahwa tubuhnya akan menjadi abu, tanpa mengalami pembusukan. Dan demikianlah yang terjadi. Saat makamnya dibuka tidak ditemukan tubuh ataupun tulang-belulang, hanya abu. Abu sisa-sisa tubuh Alexandrian ini pada kesempatan-kesempatan tertentu memancarkan harum surgawi (osmogenisia) yang sama seperti yang biasa terpancar dari tubuh Alexandrina semasa hidupnya.(qq)


No comments:

Post a Comment

Peringatan Arwah Tiga Rama

Hajatan yang diselenggarakan di Domus Pacis memang sudah dimulai dan kemudian menjadi kebiasaan. Itu terjadi sejak masih berada di Puren Pri...