diambil dari https://halopacitan.com/read
SP - Rabu, 23 September 2020 08:21 WIB
Siapa yang tidak kenal dengan rempeyek atau sebagian besar orang Jawa menyebutnya sebagai peyek. Campuran tepung beras, tepung kanji, dengan tupping kacang, kedelai, udang, teri, dan lain-lain camilan ini amat disukai. Kombinasi bumbu yang pas, bawang putih, kencur, garam, kemiri, dan irisan daun jeruk, membuat camilan ini dikenal hampir semua kalangan. Siapa sangka dibalik kesederhanaannya mengandung makna sejarah yang luar biasa.
Pada abad ke 16 rempeyek sudah ditemukan Yogyakarta seperti ditemukan dalam dalam salah satu sumber yang ditulis oleh De Graaf dalam tulisannya yang berjudul Mataram Islam. Bermula dari perjalanan Ki Ageng Pamanahan bersama dengan rombongan untuk melakukan Bedhol Desa yang diperintahkan oleh Sultan Hadiwidjaya. Kala itu rombongan harus menempuh jarak dari wilayah Surakarta menuju Alas Mentaok, seperti dilansir dari https://www.infia.co/news.
Di ujung perjalanannya rombongan dijemput oleh Ki Gede Karanglo, saat itu rombongan bertemu di pinggir Sungai Opak. Mereka pun beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh dan kemudian meneruskan perjalanan menuju kediaman Ki Gede Karanglo.
Mereka dipersilahkan untuk beristirahat dan disajikan makanan. Saat itu menu yang disajikan adalah nasi putih, sayur pecel, peyek, dan sayur kenikir. Untuk pertama kalinya, rempeyek dianggap sebagai makanan yang mudah untuk dibuat dan memberikan rasa asin di tengah-tengah makanan hambar seperti nasi dan sayur saja. Saat itulah rempeyek mulai dikenal.
Perlu diketahui bahwa kata rempeyek berasal dari kata rempah-rempah dan jiyek. Dengan bahan dasar rempah-rempah yang menjadi bahan masakan serta jiyek yang memiliki arti ‘gepeng dan lebar’, rempeyek dibuat. Bicara soal bentuk ada berbagai macam bentuk mulai dari kotak bulat dan macam-macam, tetapi yang pasti rempeyek berbentuk gepeng.
No comments:
Post a Comment