Saturday, April 24, 2021

TUA TIDAK HARUS RENTA (Cerdas Emosi Bagi Para Lansia)

 diambil dari https://www.hrexcellency.com/blog/tips-motivasi

 Agu 19, 19 |  Tips & Motivasi |  436 kali


Ketika bicara usia tua, kesan yang muncul seringkali adalah manusia terbongkok-bongkok. Yang giginya ompong. Sakit-sakitan, serta segalanya serba lambat. Tapi, ada sisi lain dari usia tua yang sering dilupakan. Pengalaman.

Di suatu jalan yang berbukit-bukit dan sering menjadi trek para pelari, ada dua pelari yang sedang berlari. Mereka tak saling mengenal. Yang satu masih muda, yang satu sudah tua tapi masih bersemangat. Maka, ketika sampai di suatu bukit yang dikelilingi pohon-pohon tinggi, langit mulai tampak agak mendung. Lalu, ketika melewati subuah gubuk yang agak reyot di sisi bukit itu, si pelari tua itu berhenti sejenak. Si pelari muda, melihat si pelari tua yang istirahat itu dengan senyum nyenyir, “Iya pak tua istirahat aja, jangan kecapean!”, serunya. Dengan begitu, si pelari muda melesat meninggalkannya. Tapi, tak berapa lama kemudian, hujan deraspun turun. Lalu, beberapa saat kemudian, si pelari muda itu tiba-tiba muncul dengan basah kuyup dan minta supaya bisa ikut berteduh. Sambil tersenyum si pak tua ini berkata, “Aku belum capek. Tapi, saat melihat awan itu, aku tahu bahwa hujan segera turun. Dan di dekat sini, tak ada tempat berteduh selain disini”. Itulah harganya pengalaman! Pak tua itu berteduh, karena pengalaman telah mengajarkannya bahwa ia harus segera berteduh. Inilah yang tidak dipahami pelari muda tersebut.

Selain itu, beberapa tahun lalu, pernah ada sebuah film menarik judulnya “Intern” yang diperankan aktor terkenal Robert DeNiro. Film ini menceritakan soal generasi tua yang ternyata masih bisa berkarya. Menandingi generasi muda. Mungkin, secara kegesitan dan kecekatan, ia kalah dari generasi milenial. Tapi secara kebijaksanaan dan pengalaman, ternyata sangat dibutuhkan. Itulah kekuatan utama (strong point) usia tua yang tak tertandingi. Pengalaman.

Makin Tua, Harus Makin Cerdas Emosi

Saya teringat dengan mata kuliah gerontologi yang saya ambil saat kulaih psikologi. Intinya, tua sebenarnya tidak harus identik dengan renta, atau jompo. Kecuali memang karena faktor penyakit yang tak terelakkan. Dengan mengesampingkan penyakit, tua seharusnya justru menjadi kelebihan tersendiri.

Masalahnya,banyak orang yang tampak tidak siap menjadi tua. Mungkin karena mereka merasa tidak ingin menjadi orang yang merepotkan. Akhirnya,mereka pun diliputi ketakutan kalau kelak mereka menjadi tua, akan merepotkan.

Padahal, ketuaan adalah proses yang tak terhindari. Makin cepat berdamai dengan proses ini, makin cepat seseorang akan bisa menghadapi tibanya masa “tua” ini dengan damai.

Celakanya,banyak orang tua yang menjalani dengan berat hati. Mereka jadi bersusah hati. Dan akibatnya, banyak yang jadinya justru jadi suka marah-marah. Lantas, mereka menuntut diperlakukan secara spesial. Disinilah justru usia tua mereka, menjadi beban dan merepotkan.

Terapkan Prinsip TUA

Bagaimana menjadi orang tua yang telah berkontribusi dan bermanfaat? Maka, kalau kita belajar dari orang tua yang masih tetap berkarya dan produktif. Mereka sebenarnya telah menerapkan prinsip TUA ini. Apakah itu?

T=Tetap Berusaha Berkontribusi
Menjadi tua harus tetap aktif. Justru ketiadaan aktivitas itulah yang seringkali membuat proses penuaan semakin cepat. Orang tua bisa tetap berkontribusi. Mulai dari tenaganya, ketrampilannya yang masih bermanfaat. Hingga pada pengalaman dan pemikirannya yang berharga. Saya memiliki seorang Ibu yang usianya sekarang menjelang 90. Tapi, beliau masih tetap punya ingatan luar biasa (bahkan lebih tajam dari memori saya!) dan tetap bugar, serta masih mengurusi kebun di samping rumah. Juga, punya seorang Mama angkat di Yogya yang usianya telah diatas 80 tapi masih bisa jingkrak-jingkrak mengajar dan memberikan coaching ke perusahaan. Beliau bahkan sering mengatakan, “lupa kalau sudah tua!”. So, it’s about spirit!

U=Usahakan Mandiri, Selama Fisik Mengijjnkan
Survei dengan anak-anak yang punya orang tua menunjukkan bahwa orang tua yang agak ‘merepotkan’ bagi anaknya biasanya ada di dua sisi. Satu, yang sangat manja serta apa-apa perlu dibantu alias menjadi sangat ‘cranky’ seperti anak kecil. Kedua, justru yang apa-apa tidak mau dibantu serta sok mandiri, padahal dirinya sudah perlu dibantu. Maka sebaiknya, orang tua paham dimana ia semestinya mandiri tapi tetap mengerti batasannya. Kadang, ada anak yang perhatian dan ingin menunjukkan darma bakti kepada orang tuanya, tapi justru orang tuanya tak ingin terkesan seperti orang jompo maka tidak mengijinkan anaknya membantu. Inipun salah besar.

A=Antusias dan Tetap Positif Memberi Perhatian
Beda milenial dengan orang tua biasanya soal waktu. Karena mulai pensiun dan aktivitasnya mulai berkurang, makanya orang tua akan lebih punya banyak waktu. Maka, ada baiknya waktu banyak ini dipakai untuk menunjukkan bukannya “menuntut” perhatian. Terkadang, ada pula orang yang ketika memasuki masa tua, mereka jadi penuntut perhatian. Sering kirim WA yang menuntut dibalas segera. Padahal anak-anaknya sedang sibuk. Disinilah justru empati dari orang tua diperlukan. Justru orang tua yang bermakna adalah yang selalu memberi perhatian. Yang meningatkan, membantu dan memberikan nasihat-nasihatnya, tapi tidak menuntut balasan dan perhatian. Tapi, justru pehatian dan pemberian mereka inilah yang membuat mereka layak diperhatikan! Ayo, jadi tua tapi jangan jadi TUA RENTA!

Anthony Dio Martin,
“Best EQ trainer Indonesia”
WISE (Writer, Inspirator, Speaker & Enteprenuer)
Website: www.anthonydiomartin.com
instagram: anthonydiomartin
Youtube Channel: Anthony Dio Martin Official

No comments:

Post a Comment

Jadi Katekumen Masuk Sorga Minggu 5

    "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Ker...