diambil dari katakombe.org/para-kudus Diterbitkan: 25 September 2013 Diperbaharui: 31 Mei 2014 Hits: 7385
- Perayaan11 April
- Lahir12 Maret 1878
- Kota asalCamigliano, Lucca, Italia.
- Wafat
- 11 April 1903 - Karena sakit TBC
Pada tahun 1923 makamnya dipindahkan ke Biara Passionis di Lucca. - Venerasi29 November 1931 oleh Paus Pius XI
- Beatifikasi14 Mei 1933 oleh Paus Pius XI
- Kanonisasi
- 2 Mei 1940 oleh Paus Pius XI
Bunga dari Lucca
Gemma adalah anak keempat, puteri pertama dalam keluarga. Ia seorang gadis kecil yang pandai, ramah, periang serta menyenangkan. Sejak masa kecilnya, Gemma amat suka sekali berdoa. Ia memiliki kebijaksanaan dan semangat doa yang tidak biasa dijumpai pada anak kecil seusianya. Hal itu dikarenakan ibunya yang saleh mengajarkan kepada Gemma kebenaran-kebenaran iman Katolik. Signora (=Nyonya) Galgani secara istimewa menanamkan dalam jiwa puteri kecilnya itu, cinta kepada Kristus Tersalib.
Jika ibunya sibuk dengan pekerjaannya sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, si kecil Gemma akan menarik-narik gaun ibunya dan merengek, “Mama, ayo ceritakan lagi tentang Yesus.”
Sayang sekali ibu Gemma meninggal saat Gemma baru berusia tujuh tahun. Pada hari Gemma menerima Sakramen Penguatan, ketika sedang berdoa dengan khusuk dalam Misa bagi kesembuhan ibunya yang sakit parah, Gemma dengan jelas mendengar suara Yesus dalam hatinya yang berkata,
“Apakah kamu mau memberikan ibumu kepada-Ku?”
“Ya,” jawab Gemma, “tetapi bawalah aku serta juga.”
“Tidak,” jawab suara itu,“berikanlah mamamu tanpa syarat kepada-Ku. Untuk sementara waktu, kamu harus menunggu bersama papamu. Aku akan membawamu ke Surga kelak.”
“Ya,” jawab Gemma segera.
“Ya”, kata-kata itu akan selalu diulangi Gemma di sepanjang hidupnya yang singkat sebagai jawab atas undangan Kristus untuk menderita bagi-Nya.
Setelah kematian ibunya, Gemma dikirim ayahnya untuk tinggal di asrama Katolik di Lucca yang dikelola oleh para Biarawati St. Zita. Di kemudian hari, saat mengenang masa-masa di sekolah, Gemma berkata, “Saat aku mulai bersekolah di susteran, aku merasa seperti di Surga.”
Di sekolah, Gemma dikasihi oleh para guru dan teman-teman sekolahnya. Meskipun ia seorang yang pendiam dan lebih suka menyendiri, ia selalu tersenyum kepada siapa saja. Gemma menonjol dalam pelajaran bahasa Perancis, aritmetika dan musik. Pada tahun 1893 Gemma memenangkan Medali Emas untuk pengetahuan agama. Salah seorang guru sekolahnya secara singkat dan tepat mengatakan, “Gemma adalah teladan bagi sekolah kami.”
Gemma sangat merindukan Komuni Kudusnya yang pertama. Seringkali ia memohon, “Berikanlah Yesus kepadaku. Anda akan melihat betapa baiknya aku nanti. Aku sungguh akan berubah. Aku tidak akan berbuat dosa lagi. Berikanlah Yesus kepadaku. Aku sungguh sangat merindukan Dia, aku tidak akan dapat hidup tanpa-Nya.”
Akhirnya, pada usia sembilan tahun (lebih awal dari kebiasaan), Gemma diperkenankan untuk menerima Komuni Kudus-nya yang pertama. Seijin ayahnya, Gemma tinggal selama sepuluh hari lamanya di sebuah biara setempat guna mempersiapkan diri secara pantas untuk menyambut peristiwa agung ini.
Pada tanggal 20 Juni 1887, pada Pesta Hati Kudus Yesus, saat yang telah lama dinanti-nantikan Gemma itu pun tiba. Dengan kata-katanya sendiri ia menggambarkan pertemuan pertamanya yang mesra dengan Kristus dalam Sakramen Maha Kudus:
“Tidaklah mungkin menceritakan apa yang terjadi saat itu antara Yesus dan aku. Ia membuat Diri-Nya dapat kurasakan, oh demikian kuat, dalam jiwaku.”
Pada tahun 1897 ayah Gemma meninggal dunia. Karena terlalu murah hati dan kurang berhati-hati dalam menjalankan usahanya, ayah Gemma bangkrut. Ia tidak meninggalkan warisan apa pun bagi putera-puterinya, bahkan tidak juga sarana untuk menunjang hidup. Saat itu Gemma baru berusia sembilan belas tahun, tetapi mulai terbiasa memikul salib. Sejak ayahnya meninggal, Gemma berperan sebagai ibu bagi ketujuh saudara dan saudarinya.
Gemma jatuh sakit. Ia menderita TBC tulang. Juga penyakit meningitis menyerangnya dan menyebabkannya untuk sementara waktu kehilangan pendengarannya. Bisul besar bernanah muncul di kepalanya, rambutnya rontok, dan akhirnya tangan serta kakinya menjadi lumpuh. Dokter dipanggil dan sekian banyak cara pengobatan dilalui tanpa membuahkan hasil, malahan semakin buruk keadaannya.
Gemma memohon bantuan doa Santo Gabriel Possenti dari Bunda Dukacita. Di pembaringannya, Gemma membaca riwayat hidup St. Gabriel. Di kemudian hari, Gemma menulis tentang Santo Gabriel:
“Aku semakin kagum akan teladan serta sikap hidupnya. Devosiku kepadanya bertambah. Malam hari, aku tidak akan tidur sebelum meletakkan gambarnya di bawah bantalku, dan sesudah itu aku mulai melihatnya berada di dekatku. Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, tetapi aku merasakan kehadirannya. Setiap saat dan dalam setiap lakuku, Frater Gabriel ada dalam benakku.”
Gemma, sekarang usianya 20 tahun, tampaknya hanya tinggal menunggu saatnya saja. Tengah malam pada tanggal 23 Februari 1899, Gemma sayup-sayup mendengar seseorang mendaraskan rosario dan ia sadar bahwa Santo Gabriel menampakkan diri kepadanya. Ia berkata kepada Gemma:
“Apakah kamu ingin sembuh? Berdoalah kepada Hati Kudus Yesus dengan penuh iman setiap sore. Aku akan datang kepadamu hingga Novena selesai, kita akan berdoa bersama kepada Hati-Nya yang Terkudus.”
Pada hari Jumat pertama bulan Maret, Novena selesai didaraskan. Permohonan mereka dikabulkan; Gemma sembuh sama sekali dari sakitnya! Ketika Gemma bangkit dari pembaringannya, mereka yang ada di sekelilingnya bersorak gembira. Ya, telah terjadi suatu mukjizat!
Stigmata
Gemma yang sekarang sempurna kesehatannya, amat rindu untuk menjadi seorang Rubiah Pasionis, namun keinginannya itu tidak pernah terkabul. Tuhan mempunyai rencana lain baginya. Pada tanggal 8 Juni 1899, setelah menerima Komuni Kudus, Kristus menyatakan kepada hambanya bahwa sore itu Ia akan menganugerahkan kepadanya suatu rahmat yang amat istimewa.
Gemma pulang ke rumah dan berdoa. Ia mengalami ekstasi rohani dan merasakan tobat yang mendalam atas dosa. Kemudian, St. Perawan Maria, kepada siapa St. Gemma berdevosi dengan setia dan tekun, menampakkan diri kepadanya dan berkata :
“Puteraku Yesus, mengasihimu secara luar biasa dan hendak memberimu suatu karunia. Aku akan menjadi Bundamu. Maukah kamu menjadi anak yang taat?”
Santa Perawan Maria kemudian membuka mantolnya dan menaungi Gemma dengan mantolnya itu.
Beginilah ceritera St. Gemma di kemudian hari saat mengenang bagaimana ia menerima stigmata :
“Pada saat itu Yesus menampakkan diri dengan semua luka-luka-Nya yang menganga, namun dari luka-luka itu tidak lagi memancar darah, melainkan nyala api. Dalam sekejap nyala-nyala api itu menyentuh kedua belah tanganku, kakiku dan lambungku. Aku merasa seperti mau mati rasanya, dan pastilah aku sudah roboh ke tanah jika saja bundaku tidak menopang aku, sementara semua itu terjadi aku tetap berada dalam naungan mantolnya. Aku berada dalam keadaan demikian selama beberapa jam. Pada akhirnya, Bunda Maria mengecup keningku, semuanya lenyap, dan aku mendapati diriku sendiri sedang berlutut. Tetapi aku masih merasakan sakit yang luar biasa di kedua tangan, kaki dan lambungku. Aku bangkit berdiri untuk tidur, dan barulah aku sadar bahwa darah mengalir dari bagian-bagian tubuhku yang terasa sakit itu. Aku menutupi luka-lukaku sedapat mungkin, dan kemudian dengan ditolong oleh Malaikatku, barulah aku dapat pergi tidur “
Sejak saat itu, setiap Kamis petang, Gemma akan mengalami ekstasi dan tanda-tanda Kristus akan muncul. Stigmata tersebut terus ada padanya hingga Jumat siang atau Sabtu pagi, yaitu ketika darah berhenti mengalir, luka-luka menutup kembali, dan tanda-tanda putih muncul di tempat bekas luka. Stigmata Gemma terus-menerus muncul di sepanjang sisa hidupnya hingga tiga tahun menjelang wafatnya, karena Bapa Pembimbing Rohaninya melarang Gemma untuk menerimanya. Melalui doa, stigmata tidak muncul kembali, tetapi tanda-tanda putih tetap muncul di kulitnya hingga wafatnya.
Beberapa orang, termasuk para rohaniwan Gereja yang disegani, menjadi saksi atas mukjizat stigmata ini. Seorang saksi mata mengatakan:
“Darah mengalir dari luka-luka Gemma dengan begitu hebat. Jika ia berdiri, darah mengalir membanjiri lantai, dan jika ia tidur, darah tidak saja membasahi seprei, tetapi membasahi kasur seluruhnya. Saya mengukur aliran atau genangan darahnya, panjangnya kurang lebih dua puluh hingga dua puluh lima inci dan lebarnya kurang lebih dua inci.”
Sama seperti St. Fransiskus dari Asisi dan baru-baru ini St. Padre Pio, Gemma dapat berkata juga: Nemo mihi molestus sit. Ego enim stigmata Domini Jesu in corpore meo porto (Biarlah tiada seorangpun menyakiti aku, karena aku mengenakan tanda-tanda Tuhan Yesus di tubuhku).
Kehidupan Doa Mistiknya
Sepanjang hidupnya, Gemma dikaruniai banyak pengalaman mistik dan rahmat istimewa. Karunia-karunia tersebut sering disalah mengerti oleh orang-orang di sekitarnya, sehingga Gemma sering menjadi bahan ejekan. Gemma dengan tabah menerima semuanya itu sebagai silih dosa, mengingat bahwa Tuhan Yesus sendiri juga telah disalah mengerti dan diejek.
Pada usia 21 tahun, Gemma diangkat anak oleh sebuah keluarga Italia yang murah mati, yaitu keluarga Giannini. Keluarga tersebut telah memiliki sebelas orang putera puteri, namun gembira menerima gadis yatim piatu yang saleh ini dalam rumah mereka. Nyonya rumah: Signora Cecilia Giannini, kelak mengenang Gemma sebagai berikut:
“Saya bersedia memberi kesaksian di bawah sumpah bahwa selama tiga tahun delapan bulan Gemma tinggal bersama kami, saya tidak pernah mendapatkan masalah, walaupun sepele sekali pun, dalam keluarga kami yang timbul karena dia, dan saya juga tidak pernah mendapati cacat celanya yang terkecil sekali pun. Saya ulangi, bahkan masalah sepele sekali pun atau cacat cela terkecil sekali pun.”
St. Gemma dengan rajin melakukan tugas-tugas rumah tangga dalam keluarga besar Giannini. Gemma juga meluangkan waktu untuk berdoa, yang adalah kegiatan yang paling disukainya. Melalui Penyelenggaraan Ilahi, Gemma mendapatkan seorang Bapa Pembimbing Rohani Pasionis yang kudus, Pater Germanus, CP (sekarang Venerabilis Germanus) yang ditaatinya sepenuh hati.
Pater Germanus, seorang teolog yang ahli dalam hal doa mistik, memperhatikan bahwa Gemma memiliki kehidupan doa yang amat mendalam karena persatuannya yang demikian erat dengan Tuhan. Pater Germanus yakin bahwa “Mutiara Kristus” ini telah melewati keseluruhan dari kesembilan tahap klasik kehidupan batin.
Gemma seringkali mengalami ekstasi. Segala perkataan yang diucapkannya selama esktasi direkam oleh Bapa Pembimbing Rohaninya dengan dibantu seorang sanak keluarga Giannini. Pada akhir ekstasi, Gemma akan kembali normal dan menjalankan kehidupannya dalam keluarga seperti biasa.
Gemma mengikuti Perayaan Misa dua kali sehari sementara ia menerima komuni satu kali saja dalam sehari. Dengan setia Gemma mendaraskan doa rosarionya, dan sore hari bersama Signora Giannini, ia mengikuti Ibadat Sore. Dalam melakukan semua kegiatan rohaninya, tidak pernah sekali pun Gemma melalaikan tugas dan kewajibannya setiap hari di rumah keluarga Giannini.
Gemma dan malaikat pelindungnya
Malaikat Pelindungnya seringkali menampakkan diri kepada Gemma. Mereka berbicara seperti layaknya seseorang bercakap-cakap dengan sahabatnya. Kemurnian serta kekudusan Gemma tentu telah mengundang Malaikat Kudus dari Surga itu berada di sampingnya. Gemma dan malaikatnya dengan sayapnya terentang atau berlutut di sampingnya, mendaraskan doa-doa lisan atau Mazmur pujian. Ketika melakukan Meditasi Sengsara Yesus (Meditasi khas Ordo Pasionis), malaikatnya membawa Gemma masuk dalam meditasi yang mendalam dengan pengertian-pengertian yang luhur dan agung tentang Misteri Sengsara Yesus. Suatu ketika Malaikat Pelindungnya berbicara kepada Gemma tentang Sengsara Kristus:
“Lihatlah betapa Yesus telah menderita bagi manusia. Pikirkanlah satu demi satu Luka-Luka itu. Cintalah yang telah mencabik-cabiknya. Lihatlah betapa mengerikannya dosa, oleh karenanya untuk menebusnya, begitu banyak sengsara serta begitu besar cinta yang dibutuhkan.”
Gemma biasa meminta bantuan malaikat pelindungnya untuk menyampaikan surat atau menyampaikan pesan kepada Bapa Pembimbing Rohaninya di Roma.
Wafat
Pada tahun 1902 Gemma yang kesehatannya prima sejak penyembuhannya yang ajaib, mempersembahkan dirinya kepada Tuhan sebagai kurban silih bagi keselamatan jiwa-jiwa. Yesus menerima persembahan dirinya.
Gemma kemudian sakit parah. Ia tidak dapat menelan makanan apa pun. Walaupun untuk sementara waktu kesehatannya mulai membaik berkat Penyelenggaraan Ilahi, Gemma segera jatuh sakit kembali. Pada tanggal 21 September 1902, Gemma mulai muntah darah disertai dengan denyut jantung yang berdebar amat kencang. Gemma dinyatakan mengidap TBC. Sementara itu Gemma juga mengalami kemartiran rohani karena kekeringan rohani dan tidak adanya penghiburan dalam kehidupan rohaninya. Menambah beban deritanya, si iblis melipat gandakan serangannya atas “Perawan dari Lucca” ini karena iblis tahu bahwa saatnya hampir tiba.
Iblis berusaha keras membujuk Gemma dengan mengatakan bahwa ia telah sama sekali ditinggalkan oleh Tuhan. Iblis memperlihatkan penampakan-penampakan yang mengerikan dan bahkan melakukan serangan-serangan fisik atas tubuh Gemma yang rapuh. Seorang saksi mata yang merawat Gemma mengatakan:
“Iblis yang menjijikkan itu akan menghabisi Gemma kita tersayang - angin ribut yang memekakkan telinga, wujud binatang-binatang yang ganas, dan sebagainya - Saya meninggalkan Gemma dengan bercucuran air mata, sebab si iblis sedang menghancurbinasakannya.”
Gemma tak henti-hentinya menyerukan Nama Kudus Yesus dan Maria, namun pertempuran masih saja tetap berlangsung. Tentang perjuangan akhir Gemma ini, Venerabilis Germanus, Bapa Pembimbing Rohaninya, mengatakan:
“Penderita yang malang itu melewatkan hari-hari, minggu-minggu dan bahkan bulan-bulannya dalam keadaan demikian, meninggalkan teladan bagi kita akan ketabahan yang luar biasa.”
Mengalami segala macam pencobaan itu Gemma tidak pernah mengeluh, ia hanya berdoa. Saat Gemma sudah tiba. Ia hampir-hampir tampak seperti kerangka hidup saja, namun masih kelihatan cantik meskipun tubuhnya habis dikoyak penyakitnya. Viaticum diterimakan kepadanya.
Dalam percakapannya yang terakhir, Gemma mengatakan:
“Aku tidak minta apa-apa lagi; Aku telah menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan; sekarang aku siap untuk mati.” Napasnya terengah-engah, “Sekarang sungguh benar bahwa tidak ada lagi yang tersisa padaku, Yesus. Aku menyerahkan jiwaku yang malang kepada-Mu Yesus!”
Gemma kemudian tersenyum dengan senyuman surgawi, kepalanya terkulai ke samping, dan napasnyapun terhenti.
Pastor Paroki yang menemaninya di saat-saat akhir hidupnya mengatakan, “Ia meninggal dengan senyuman yang tetap menghiasi bibirnya, sehingga saya tidak dapat percaya bahwa ia sungguh-sungguh sudah meninggal.”
Salah seorang dari para biarawati yang berada di sana saat kematiannya menyelimuti tubuh Gemma dengan jubah Pasionis, jubah yang amat dirindukan Gemma untuk dikenakannya sebagai seorang biarawati.
Gemma Galgani wafat pada Hari Sabtu Suci, tanggal 11 April 1903 dalam usia 25 tahun.
No comments:
Post a Comment