- Rm. Ria. Beliau amat tidak senang ketika memimpin Misa kor tidak menyanyi dengan baik. Selama berkarya beliau adalah guru nyanyi di Seminari Menengah Mertoyudan dan pelatih kor di paroki-paroki.
- Rm. Jarot. Beliau teringat ketika berkarya di Timor Timur sebelum jajag pendapat kemerdekaan. Beliau merasakan karya berat karena harus belajar Bahasa Tetun dalam memimpin sakramen, mengajar agama, dan kunjungan-kunjungan. Apalagi wilayah karya ada di pelosok pedalaman.
- Rm. Harto. Rasa amat terganggu terjadi dalam memimpin Misa. Beliau amat terganggu kalau ada yang berisik.
- Mgr. Blasius. Dulu beliau berkarya di Keuskupan Ketapang, Kalimantan Barat. Kunjungan-kunjungan banyak dilakukan lewat sungai-sungai. Yang dirasa berat karena berkali-kali tercebur ke sungai karena perahu terbalik. Apalagi dalam sungai ada buaya-buaya.
- Rm. Yadi. Rasa derita dialami ketika berkarya di Binjai, Keuskupan Medan, dalam pelayanan di kapel-kapel pedalaman. Bangunan kapel seperti gubug-gubug. Kalau datang untuk pelayanan Misa selalu mendahului umat. Rm. Yadi harus membersihkan kapel lebih dahulu dari kotoran-kotoran ayam. Dalam Misa bisa jadi jumlah umat hanya 7 orang. Bahkan ketika ada konflik antara rakyat dan pemilik Kebun Sawit, banyak tokoh beragama Katolik. Rm. Yadi pernah mengalami ikut tertangkap polisi.
- Rm. Bambang. Selama 27 tahun dari tahun 1983-2010 dia jadi tenaga pengembangan tokoh dan penggerak paroki. Karyanya selalu bersentuhan dengan golongan elite paroki-paroki termasuk dengan para rama paroki. Bahkan pada tahun 1991 Rm. Bambang ditugasi untuk membuat para rama paroki hadir dalam Temu Pastoral yang pada waktu selalu diselenggarakan pada bulan Januari bergantian per Kevikepan. Menjadi pendamping gerakan pengembangan peran awam dan pengembangan cakrawala sosiologis paroki menjadi hal berat dialami oleh Rm. Bambang selama 4 tahun sejak tahun 1991-1994 sebagai tahun-tahun awal para rama paroki wajib ikut Temu Pastoral. Selama tahun-tahun itu setiap Februari selalu masuk rumah sakit karena stres mendampingi pada bulan Januari.
Sunday, December 29, 2024
Kepahitan Ketika Berkarya
Sekarang kisah yang muncul karena adanya kunjungan pada Kamis 26 Desember 2024. Yang berkunjung untuk para rama sepuh adalah Panitia Natal dan HUT tahun 2024 Paroki Santa Maria Tak Bercela Kumetiran. Panitia datang bersama Rm. Jojo. Para rama yang menyambut adalah Rm. Ria, Rm. Yadi, Rm. Harto, Rm. Jarot, Mgr. Blasius, dan Rm. Bambang. Sesudah doa pembuka dari wakil panitia, Rm. Jojo memberikan sambutan. Sesudah itu Rm. Bambang mengenalkan serba sekilas tentang Domus Pacis. Tentu saja omongan Rm. Bambang bernuansa humor sehingga menjadi hiburan yang membuat suasana spontan para tamu dengan mudah melontarkan komentar. Pengenalan dari Rm. Bambang menjadi semacam pengantar untuk masuk tanya jawab, para tamu bertanya dan para rama menjawab. Dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul, ada satu pertanyaan yang menurut Rm. Bambang belum pernah muncul dari semua kunjungan sejak masih tinggal di Domus Pacis Puren, Pringwulung. Pertanyaan itu adalah "Pengalaman apa yang dirasa paling berat atau tidak menyenangkan ketika masih berkarya?" Jawaban para rama amat berkaitan dengan medan karya masing-masing :
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pengembangan Pendamping PIA
Pada Sabtu sore Rm. Bambang akan menuju salah satu warga di salah satu Lingkungan Paroki Kalasan. Dia diminta memimpin Misa Peringatan arwah...

-
Pada Kamis sore 15 Agustus 2024 Rm. Bambang numpang mobil Bu Rini yang periksa dokter di RS Panti Rapih. Bu Katrin, adik bu Rini menjadi dri...
-
Orang biasa mendapatkan informasi bahwa di Domus Pacis Santo Petrus, Kentungan, ada 11 orang rama. Salah satu masih muda, berusia 43 tahun, ...
-
"Apakah diperkenankan kalau ada di antara kami ada yang datang lalu mengajak Rama Hartana keluar jajan?" tanya seorang di antara r...
No comments:
Post a Comment