Jurus Pengingatan

Selain yang memang kondisinya sudah kena beberapa penyakit komorbit, ada juga dari rama-rama Domus yang sudah menderita kemunduran daya kognitif. Ada yang sudah sungguh berat. Rama ini dalam segalanya harus dijaga, diawasi, diikuti, dan juga kerap harus dituntun. Untuk duduk dan makan minum juga harus dipandu. Kalau dibiarkan sendiri, beliau dapat berjalan ke arah yang tidak jelas sehingga bisa hilang. Seandainya akan omong dan mulai mengucapkan sebuah atau beberapa kata, karena yang diajak berbicara tidak tahu maksudnya lalu menyela "Napa, rama?" (Apa, rama?), beliau terhenti dan tampak bingung. Pada umumnya penghuni menganggap beliau langsung lupa yang akan disampaikan.

Ada juga yang daya kognitif sudah menurun. Tetapi beliau masih dapat omong-omong dan dalam beberapa hal seperti makan minum masih bisa melayani diri sendiri. Meskipun demikian untuk rama ini sudah ada pramurukti khusus yang menjaga dan membantu dalam hal-hal yang dibutuhkan. Tetapi penurunan daya kognitif terutama paling diketahui oleh para penghuni Domus berkaitan dengan orientasi waktu. Sering terdengar pada waktu akan misa di dalam kapel beliau berkata "Iki dina apa?" (Hari ini hari apa?) sambil membuka buku bacaan Misa. Beliau termasuk yang biasa mendapat giliran untuk doa makan. Doa makan selalu memakai bahasa Jawa. Kalau beliau mendapatkan giliran doa pembukaan makan, cukup lama beliau biasa mengucapkan kata "ing enjing menika" (pada pagi hari ini). Itu terjadi baik pada waktu makan pagi, makan siang, dan makan malam. Tetapi kini kata-kata itu hanya dipakai untuk makan pagi. Hal ini karena kalau rama itu yang bertugas doa pembukaan makan Rm. Hartanta, Direktur Domus, selalu berkata "Mangga kita buka sembahyang. Enjing, rama" (Marilah kita buka dengan doa. Pagi, rama). Itu kalau pagi. Tambahan "Enjing rama" diganti "Siang, rama" kalau makan siang dan "Dalu, rama" (Malam, rama) kalau makan malam.