Saya mengalami berkursi roda permanen sesudah tinggal di rumah tua para rama praja Domus Pacis Puren, Pringwulung. Sebenarnya ketika masuk Domus saya masih banyak memakai krug. Saya pernah terpeleset jatuh di halaman salah seorang umat dan menderita patah atas lutut kaki kiri pada Maret 2011 dan kemudian dioprasi. Itu adalah kaki yang memang cacat sejak saya masih berusia 1 tahun. Peristiwa oprasi itu hanya membuat kaki sudah susah untuk mengoperasikan kopling motor dan mobil. Untunglah kemajuan zaman menghadirkan motor dan mobil matic. Saya masih bisa ke sana-sini dengan mobil atau motor berbekal krug. Tetapi pada September 2012 saya terpeleset dan jatuh lagi di kamar mandi dan kemudian harus opname lebih dari sebulan. Sejak itu saya berkursi roda permanen dan kemana-mana membawa kursi roda. Memang, kalau terpepet saya baru bermotor dengan membawa krug. Tetapi sejak bulan-bulan terakhir tahun 2020 saya hanya berkursi roda. Entah mengapa pada dinihari sekitar jam 01.30 tanggal 20 Maret 2022 saya memikirkan realita diri saya dalam berkursi roda. Ini telah menjadi salah satu kekurangan bahkan kelemahan fisik saya di samping mata, telinga, dan kekuatan indrawi lain termasuk daya kognitif.
Terang Medis
Ketika bangkit dari tempat tidur dan kemudian menuju laptop, saya mencari artikel yang ada hubungannya dengan realita orang berkursi roda. Ternyata saya menemukan beberapa artikel. Kemudian saya memilih judul Mengenal Fungsi Kurtsi Roda dan Cara Tepat Memilihnya dari http://www.alodokter.com. Teks lengkap adalah sebagai berikut :
Fungsi kursi roda sangatlah penting bagi seseorang yang mengalami keterbatasan
mobilitas jangka panjang. Namun, agar dapat menunjang aktivitas penggunanya
secara maksimal, pemilihan jenis kursi roda harus sesuai dengan kondisi yang
dimiliki.
Kursi roda merupakan salah satu alat bantu yang kerap digunakan
oleh penyandang disabilitas atau siapa pun yang
mengalami keterbatasan mobilitas, baik akibat cedera, faktor genetik, maupun
pertambahan usia.
Namun, untuk mendapatkan manfaatnya secara maksimal, pemilihan
kursi roda sebaiknya tidak sembarangan dan perlu dikonsultasikan lebih dulu ke
dokter. Dengan begitu, nantinya dokter akan mempertimbangkan sekaligus
merekomendasikan jenis kursi roda sesuai dengan kondisi yang Anda alami.
Fungsi Kursi Roda
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi kursi roda adalah
membantu mobilitas seseorang yang terganggu atau tidak dapat berjalan karena
sakit, cedera, atau usia. Penggunaan kursi roda pun tergantung pada gangguan
mobilitas yang dialami penderita, baik yang sifatnya sementara atau permanen.
Beberapa kondisi kesehatan yang umumnya dianjurkan memerlukan
kursi roda, meliputi:
·
Mengalami patah
tulang atau cedera pada tungkai atau kaki
·
Mengalami kelumpuhan, misalnya akibat stroke, cerebral palsy, atau polio
·
Mengalami amputasi di kaki
·
Mengalami gangguan keseimbangan atau cara berjalan, termasuk tidak sanggup berjalan dalam
jarak yang jauh
·
Mengalami masalah
atau gangguan pada otot dan tulang di tungkai atau kaki
Dengan adanya alat bantu ini, seseorang yang mengalami kelumpuhan
atau kelemahan tetap dapat bergerak menuju tempat yang dituju.
Tips Memilih Kursi Roda
Untuk menentukan kursi roda yang tepat, penggunanya harus mempertimbangkan
kondisi diri sendiri dan lingkungan di sekitar tempat tinggal. Ada beberapa
pedoman memilih kursi roda yang perlu diperhatikan, yaitu:
·
Intensitas
pemakaian kursi roda, apakah digunakan secara permanen atau hanya sesekali.
·
Pertimbangkan
memilih kursi roda manual atau elektrik. Kursi roda manual biasanya lebih murah
dibandingkan dengan kursi roda elektrik.
·
Pastikan kursi
roda yang digunakan terasa nyaman saat diduduki dan tidak terasa sakit saat
menggerakkan badan.
·
Pastikan sandaran
kursi dan bahu sesuai dengan ukuran badan, serta semua bagian kursi roda
berfungsi dengan baik.
Fungsi kursi roda memang sangat membantu penggunanya yang
mengalami hambatan kemampuan mobilitas. Bagi Anda yang ingin menggunakan kursi
roda karena kondisi tertentu, sebaiknya konsultasikan lebih dulu ke dokter untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat.
Terakhir
diperbarui: 4 Maret 2022
Ditinjau oleh:
dr. Airindya Bella
Di dalam mobilitas saya sudah menggunakan kursi roda. Patah tulang kaki kiri menjadi penyebab awal. Kini saya memakai kursi roda secara permanen. Dulu sekalipun pincang saya bisa berjalan kaki sekalipun harus menempuh jarak cukup jauh. Pada usia 56 tahun saya mulai mengalami masalah kaki. Berat badan mempengaruhi kekuatan saya dalam berjalan. Ketidakseimbangan dalam berjalan justru membuat otot-otot kaki kanan yang tidak cacat tidak lentur lagi sehingga membuat rasa kesakitan luar biasa. Saya kemudian berjalan memakai krug. Tetapi berat badan yang bertambah membuat saya terpeleset hingga 2 kali dan harus mengalami proses pengobatan dan perawatan dengan opname di rumah sakit. Maka kini satu-satunya yang membantu saya untuk mobilitas adalah kursi roda. Untuk menjalankannya saya masih bisa mendorong sendiri ketika berada di rumah. Tetapi kalau bepergian di luar rumah ada yang membantu mendorong.
Terang Iman
Ketika semua itu saya bawa dalam doa renung, saya menemukan beberapa kesadaran rohaniassdz. Temuan ini sungguh membuat saya mengalami peneguhan hidup.
Panggilan jadi keluarga Allah
Ketika membuka artikel tentang “kursi roda” dalam https://seide.id saya baru tahu bahwa kursi roda sudah ada di Cina sejak abad 6. Kemudian ada pengembangan desain di Eropa pada tahun 1600. Seorang penyandang kursi roda yang bernama Steve Wilkinson menjadi tokoh hingga mulai tahun 2008 tanggal 1 Maret menjadi Hari Kursi Roda Internasional. Ketika Hari Kursi Roda Internasional dirayakan di Indonesia pada tahun 2021 ada yang mengungkapkan kata-kata berikut :
Dengan menggunakan kursi roda, penyandang disabilitas daksa memiliki sarana untuk bergerak, berpindah tempat atau mobilitas, dan lebih jauh lagi, beraktivitas sebagaimana non-difabel. "Sebelum menggunakan kursi roda, mobilitas saya tidak sebebas atau semandiri sekarang," kata anggota Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan, Bahrul Fuad pada Senin 1 Maret 2021. (lih https://difabel.tempo.co/read/1437915)
Ternyata kursi roda menjadi simbol kebebasan. Dengan berkursi roda orang bisa dibebaskan dari kondisi sulit untuk bermobilitas apalagi bepergian cukup jauh. Terus terang ketika berhadapan dengan kata bebas, saya teringat pembicaraan tentang kemerdekaan dan perbudaan dalam Kitab Suci. Santo Paulus berkata “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah.” (Rom 8:15), dan kemudian dalam ayat 21 “tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.” Dengan berkursi roda sehingga tidak terjerat karena difabilitas kaki, saya disadarkan sebagai ciptaan yang menerima Roh. Sejatinya setiap orang menerima Roh atau nafas Allah karena ketika diciptakan “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Padahal “Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!””(Rom 8:15) Dari permenungan ini saya diingatkan kembali bahwa sebagai murid Kristus harus mengembangkan kehidupan bersama sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian saya, terutama dengan berkursi roda, dipanggil untuk menghayati dan bersaksi lewat keterbukaan hati menerima siapapun yang melakukan kehendak Bapa sebagai sesama keluarga dalam silsilah ilahi (band Mat 12:46-50).
Panggilan jadi berkat
Selama 27 tahun menjadi imam hingga masuk rumah tua Domus Pacis saya memang tidak menjadi pastor di paroki. Meskipun demikian setiap Pekan Suci dan Natal saya biasa membantu pelayanan Misa di paroki. Berkaitan dengan kaki kiri saya yang cacat, saya sering tersentuh dengan bacaan pertama Misa Kamis Putih. Dalam bacaan pertama dikisahkan tentang umat yang harus mempersembahkan korban anak domba atau kambing. Di situ ada ayat yang berbunyi “Anak dombamu itu harus jantan, tidak bercela dan berumur satu tahun; kamu boleh mengambil domba, boleh kambing.” (Kel 12:5) Mengapa harus tidak bercela atau tidak bercacat, Kitab Imamat memberikan penjelasan “korban itu haruslah yang tidak bercela, supaya Tuhan berkenan akan dia, janganlah badannya bercacat sedikit pun.” (22:21) Barangkali syarat seperti ini yang dulu melatarbelakangi gambaran orang Katolik cacat tak bisa diterima menjadi imam, suster, bruder. Paling tidak hingga saya tahbisan, masih ada kongregasi yang mensyaratkan pelamarnya harus sehat jasmani dan rohani.
Berkaitan dengan kecacatan saya pernah merasa punya kebanggaan karena pemahaman budaya Jawa. Waktu masih jadi pastor pembantu di Paroki Santa Maria Assumpta Klaten saya mengikuti salah satu pertemuan para rama di Syantikara Jogja pada tahun 1981 atau 1982. Pada waktu itu almarhum Rm. Kuntoro SY menjadi pembicara. Rm. Kuntoro terkenal sebagai ahli bahasa dan sastra Jawa Kuna. Beliau berkata bahwa menurut pandangan kerohanian Jawa orang yang cacat ada kesejatian batin berada dalam keadaan samadi. Maka raja-raja Jawa memiliki kelompok abdi cacat yang disebut “abda dalem palawijo”. Dengan memiliki abdi-abdi semacam ini seorang raja yakin memiliki lindungan kekuatan roh ilahi. Pada waktu itu saya ingat bahwa saya juga mendapatkan tugas memimpin Misa pagi. Kebetulan bacaan pertama adalah Kitab Kejadian 32:22-32. Dalam kutipan ini dikisahkan bagaimana Yakub bergumul dengan Allah pada waktu malam. Dalam kisah ini Yakub tidak dapat dikalahkan. Lalu Allah yang berujud sosok seorang laki-laki “memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok” (ay 25). Ketika akan meninggalkan Yakub, Allah memberkatinya (ay 29).
Di dalam doa renung saya menyadari bahwa kalau hidup akrab dengan Tuhan, dalam keadaan cacat ada berkat Allah. Dalam hal ini mungkinkah kondisi cacat juga termasuk menjadi pewujudan Tuhan Yesus sehingga Tuhan berkata “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40)? Dengan permenungan ini, disamping panggilan menjadi penghayat dan pewarta jiwa kekeluargaan, saya juga meyakini bahwa dengan berkursi roda saya dipanggil menjadi berkat. Saya dipanggil untuk menghadirkan berkat lewat kata dan tindakan saya. Tetapi diri saya juga dipanggil menjadi tanda dan sarana orang menyatakan sikapnya kepada Tuhan Yesus.
Domus Pacis St. Petrus, 20 Maret 2022
No comments:
Post a Comment